Langgam.id - Tak banyak yang tahu, Mr Assat, putera Minangkabau kelahiran Agam, 18 September 117 tahun lalu ini pernah menjadi presiden Indonesia. Ia menjabat selama kurun dua tahun, 1949 hingga 1950.
Mr. Asaat menjabat Presiden Republik Indonesia pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 dan pengakuan kedaulatan . Pada saat itu, Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian dari RIS. Sementara, RIS sendiri terdiri dari sejumlah negara bagian.
Melansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Mr Assaat lahir di Agam Dalam, Sumatra Barat (Sumbar). Ia sempat menempuh pendidikan dokter di STOVIA namun memutuskan untuk keluar karena merasa tidak cocok.
Mr Assaat lalu melanjutkan pendidikan ke AMS yang kini setara dengan SMA. Dari AMS, Assaat masuk ke sekolah hukum di Rechts Hoge School (RHS).
Selama menempuh pendidikan di RHS, Assaat aktif sebagai anggota organisasi pergerakan pemuda. Setelah Belanda mengetahuinya, pihak sekolah tidak pernah meluluskan Assaat walaupun dirinya telah mengikuti ujian akhir kelulusan berulang kali.
Merasa kesal, Assat memutuskan berhenti dari RHS dan melanjutkan studi hukum ke Universitas Leiden di Belanda. Di sana, ia akhirnya mendapat gelar Mr. (Meester in de Rechten) atau Sarjana Hukum.
Pada 1945, Assaat bergabung sebagai anggota Komisi Nasional Pusat Indonesia (KNIP). Organisasi tersebut merupakan cikal bakal dari DPR RI di masa sekarang. Dua tahun setelahnya, ia diangkat sebagai Ketua Badan Pekerja (BP) KNIP.
Dilansir dari wikipedia, ketika Belanda melakukan Agresi Militer II pada 1948, beberapa pemimpin RI seperti Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, dan beberapa menteri kabinet lain ditangkap. Kekuasaan pemerintahan lalu dialihkan ke Sumatera Barat di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara.
Baca juga: Mengenal Raja Sulaeman, Ulama Minangkabau Pendiri Kota Manila Filipina
Diadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada Agustus 1949. Salah satu hasil dari perjanjian KMB adalah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS).
RIS adalah taktik Belanda untuk memecah belah Indonesia. Namun, RIS juga dijadikan taktik para pemimpin RI agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia secara penuh.
Perubahan bentuk negara menjadi RIS membuat Indonesia terbagi menjadi 16 negara bagian. Salah satu negara bagian tersebut adalah Negara Republik Indonesia yang memiliki wilayah di Yogyakarta.
Selain itu, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditunjuk sebagai Presiden dan Perdana Menteri dari RIS sehingga terjadi kekososongan pimpinan untuk pemerintahan Republik Indonesia.
Menurut konstitusi yang ada, jika Presiden dan Wakil Presiden berhalangan dalam memimpin, maka semua tanggung jawab dipegang oleh Ketua BP KNIP. Oleh karena itu, Mr Assaat akhirnya ditunjuk sebagai pemangku jabatan pelaksana Presiden Negara Republik Indonesia.
Selama menjadi presiden, Mr. Assaat bergelar datuk mudo ini hidup secara sederhana dan tidak pernah mau dipanggil dengan sebutan ‘Yang Mulia Paduka’. Ia juga berjasa dalam menandatangani pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pengembalian jabatan presiden RI dari Assaat kepada Sukarno terjadi pada 15 Agustus 1950. Setelahnya, Assaat sempat menduduki jabatan Anggota Parlemen dan Menteri Dalam Negeri Kabinet Natsir.
Mr Assaat saat di Sumatra Barat pernah bergabung dengan PRRI. Pemerintah Pusat menyerang PRRI, hingga membuat Assaat pun hidup dari hutan ke hutan.
Di antara hutan Sumatra Barat dan Sumatra Utara, Assaat kerap sakit. Ia kemudian ditangkap, dalam keadaan fisik lemah dan menjalani hidup di dalam penjara di era Demokrasi Terpimpin Presiden Sukarno selama 4 tahun (1962-1966). Ia keluar dari tahanan di Jakarta, setelah munculnya rezim berganti, Orde Baru.
Pada 16 Juni 1976, Mr Assaatt meninggal di rumahnya yang sederhana di Warung Jati, Jakarta Selatan dalam usia 72 tahun. Tak banyak yang tahu, anak Agam Dalam ini pernah memangku jabatan Presiden RI.