Langgam.id - Dalam rentang dua bulan terakhir, setidaknya lima ekor harimau Sumatra terlibat konflik dengan manusia di Sumatra Barat (Sumbar). Meski belum melukai manusia, harimau meninggalkan jejak, menghadang orang dan mulai memangsa ternak. "Turun gunung" di tiga kabupaten, perilaku hewan dilindungi yang dikenal dengan sebutan "inyiak" dalam budaya Minang itu, menimbulkan pertanyaan.
Kasus pertama terjadi di Kabupaten Solok mulai Mei 2020. Seekor induk harimau dengan sepasang anaknya muncul ke dekat permukiman warga Nagari Gantung Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) kemudian turun ke lapangan. Mencoba mengusir harimau dengan warga dengan bunyi-bunyian meriam bambu.
Kepala BKSDA Resor Solok Afrilius mengatakan, awalnya 3 ekor harimau itu ditemukan warga pada tanggal 7 hingga 13 Mei. Harimau itu sempat berhadapan dengan warga yang pulang dari ladang di Jorong Pinang Sinawa, Nagari Gantung Ciri.
“Tanggal 18 Mei, harimau juga ditemukan menghadang warga pulang dari ladang di nagari sebelahnya, Nagari Jawi-jawi, Kecamatan Gunung Talang,” katanya, Jumat (12/6/2020).
Sepekan setelah itu atau tanggal 26 Mei, harimau juga sempat ditemukan warga berada di Nagari Koto Gaek yang berbatasan dengan Nagari Jawi-jawi. Hal itu diketahui dari ditemukannya banyak jejak hewan buas dilindungi itu.
Semingggu sesudah itu, pada 3 Juni, jejak harimau kembali ditemukan di Jorong Pinang sinawa, Nagari Gantung Ciri. Lalu, muncul lagi sepekan setelahnya atau di tanggal 7 Juni 2020. Masyarakat kembali dihadang harimau di Jorong Beringin, Nagari Gantung Ciri. Karena harimau tak kunjung pergi, BKSDA memasang perangkap pada Selasa (9/6/2020). Hal itu dilakukan karena harimau sudah berada di kawasan luar hutan lindung.
Baca Juga: Teror Harimau di Nagari Gantung Ciri, BKSDA Solok Pasang Perangkap
Dua hari berselang, harimau meninggalkan jejak di dekat perangkap. Seekor babi menjadi mangsanya. Perangkap masih kosong. Namun, pada 13 Juni 2020, harimau remaja betina masuk ke dalam perangkap BKSDA. Plh Kepala Seksi Wilayah III BKSDA Sumbar Novtiwarman memperkirakan harimau masuk perangkap pada pagi hari antara pukul 08:00 WIB hingga pukul 13:00 WIB.
Baca Juga: Berkeliaran di Solok, Harimau Sumatra Akhirnya Masuk Perangkap BKSDA
Dua minggu kemudian, seekor harimau lagi masuk perangkap. Kali ini yang tertangkap adalah harimau yang jantan. BKSDA memperkirakan, harimau remaja ini berusia 1,5 tahun. Kedua harimau sama-sama dibawa ke ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra (PRHS) di Dharmasraya. Harimau akan kembali dilepasliarkan jika dinilai sudah layak.
Baca Juga: Seekor Harimau Sumatra di Solok Kembali Masuk Perangkap
Hampir bersamaan dengan itu, harimau Sumatra juga meninggalkan jejak di Palembayan, Kabupaten Agam. Dua ekor kerbau milik warga diserang oleh Harimau Sumatra di Nagari Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, terluka karena cakaran harimau di tubuh kerbau.
Baca Juga: 2 Ekor Kerbau Milik Warga Agam Diserang Harimau Sumatra
Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam Ade Putra mengatakan pihaknya menerima laporan pada hari Selasa, (23/06/2020) sekitar pukul 18.00 WIB dari wali nagari Sungai Pua Lokasi kejadian berada di areal penggunaan lain (APL) dan berjarak 2 kilometer dari cagar alam. BKSDA kemudian memasang camera trap sebanyak 3 unit. Kemudian juga dilakukan pengusiran dengan menggunakan bunyi-bunyian dan pemantauan selama tiga hari. Belum terdengar harimau ini muncul kembali.
Baca Juga: Jejak Harimau Penerkam Kerbau Warga Agam Tak Lagi Ditemukan
Beberapa pekan kemudian, giliran di Padang Pariaman harimau turun. Satwa dengan nama latin Panthera Tigris Sumatrae itu dilaporkan telah menerkam tujuh ekor ternak milik warga setempat. Dari laporan itu, BKSDA Sumbar kemudian memasang kamera trap untuk melacak pergerakan satwa tersebut dan memasang perangkap.
Pada Senin (13/7/2020), harimau tersebut masuk perangkap yang dipasang BKSDA di Korong Surantih Koto Buruak, Nagari Lubuk Alung, Kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Harimau betina ini juga kemudian direhabilitasi di Dharmasraya.
Baca Juga: Harimau Sumatra Masuk Perangkap BKSDA di Padang Pariaman Usai Terkam Ternak Warga
Ada apa harimau semakin sering "turun gunung"? Kepala BKSDA Sumbar Erly Sukrismanto pada Senin (29/06/2020) mengatakan, harimau mendekat hingga masuk ke pemukiman karena banyak faktor. "Pertama tentunya akibat habitat terganggu," ujarnya.
Faktor lainnya, kata Erly, sumber makanannya sudah mulai menipis. Salah satu yang dimangsa harimau adalah babi hutan. Namun, babi hutan yang menjadi mangsa harimau itu juga diburu manusia. Sehingga stok makanan satwa ini mulai berkurang. "Makanan satwa ini banyak diburu manusia, seperti perburuan babi. Sehingga mangsa berkurang, sehingga satwa ini keluar habitat memangsa ternak warga,"ujarnya.
Baca Juga: Harimau Muncul di Solok dan Agam, BKSDA: Makanannya Menipis karena Diburu Manusia
Erly mengatakan, faktor lainnya adalah harimau Sumatra sedang mencari wilayah jelajah. Menurut teori, satwa langka ini bisa menjelajah hingga 100 kilometer. Ia menduga, harimau jantan berusia 1 atau 1,5 tahun yang masuk perangkap Minggu (28/062020) itu, sedang belajar berburu. "Dan kelihatan anak harimau yang jantannya, dilatih berburu," ujarnya.
Selain itu, daerah yang dimasuki harimau memang berada dalam koridor jelajahnya. "Ini memang ini salah satu koridor harimau, terbentang dari Sumatra Utara sampai Lampung bukit barisan selatan. Kalau dilihat dari fungsinya, di sini ada fungsi hutan lindung dengan suaka margasatwa," ujar kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumbar Eka Damayanti.
Baca Juga: BKSDA Sumbar Sebut Padang Pariaman Salah Satu Koridor Harimau Sumatra
Dia menyebutkan, dalam status fungsinya kawasan tersebut mendukung habitat satwa liar terutama harimau sumatra. Meskipun kawasan tersebut berada di pemukiman warga. "Memang yang status fungsinya harus mendukung sebagai habitat satwa liar, terutama harimau. Kalau untuk populasi harimau di Sumbar, kami belum bisa publikasi angkanya," katanya.
Eka mengungkapkan, angka populasi harimau sumatra harus sesuai metode analisa. Namun, khusus di Korong Surantih Koto Buruak, cukup mendukung keberadaan harimau sumatra. "Kalau konflik, kami sering menangani, karena tidak hanya dilihat dari sisi satwa tapi mungkin juga sesi masyarakat. Banyak sekarang yang daerah dulunya hutan, sekarang terbuka," ungkapnya.
"Banyak masyarakat yang bermukim atau beraktivitas di daerah tersebut. Ketika muncul satwa maka terjadi konflik. Di sini, sudah area kawasan pemukiman," ujar Eka. (Irwanda/Rahmadi/HM)