Langgam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Sumatra Barat mempercepat pelaksanaan restrukturisasi kredit terhadap nasabah, mengingat rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) BPR di daerah itu sudah menyentuh angka 10,40 persen.
Kepala Perwakilan OJK Sumbar Misran Pasaribu menyebutkan rasio NPL BPR dan BPRS di daerah itu jauh melewati ambang batas yang ditetapkan otoritas sebesar 5 persen, yakni telah mencapai 10,40 persen per Mei 2020.
"Angkanya tinggi. Makanya kami minta manajemen BPR untuk segera melakukan restrukturisasi kredit nasabah," katanya, Jumat (17/7/2020).
Menurutnya, kebijakan restrukturisasi atau penundaan pembayaran cicilan kepada nasabah terdampak Covid-19 akan membantu meringankan beban BPR, sekaligus meringankan beban pinjaman nasabah yang usahanya terdampak pandemi virus corona.
Baca juga: OJK Sumbar: Meski Terdampak Covid-19, Rasio Kredit Macet Masih Terjaga
Ia mengatakan OJK sudah mengeluarkan POJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian untuk membantu meringankan pembayaran pinjaman nasabah yang terdampak Covid-19. Kebijakan itu juga membantu menekan rasio kredit bermasalah perbankan.
Misran mengatakan lambatnya BPR merespon kebijakan itu disebabkan keterbatasan infrastruktur dan minimnya SDM untuk memproses restrukturisasi kredit.
"Memang di BPR itu permasalahannya infrastruktur TI mereka terbatas, juga minim SDM untuk memproses restrukturisasi kredit," ujarnya.
Baca juga: Kredit Modal Kerja Tumbuh Negatif, OJK Sarankan Bank Lebih Inovatif
Ia mengungkapkan selama wabah Covid-19 dari Februari hingga Mei 2020, OJK mencatat terjadi peningkatan NPL sebesar 2,34 persen, dari awalnya 8,06 persen pada Februari, meningkat menjadi 8,84 persen pada Maret, 9,74 persen pada April, hingga mencapai 10,40 persen per Mei 2020.
Adapun, nasabah BPR dan BPRS di Sumbar yang terdampak Covid-19 mencapai 28.711 debitur dengan total pinjaman mencapai Rp897 miliar. Dari jumlah tersebut baru 3.961 debitur yang disetujui mendapatkan penundaan pembayaran cicilan dengan baki debet atau pinjaman Rp322 miliar. (HF)