Dari Bidar Alam ke Sumpur Kudus, Hijrah Jalan Kaki Ketua PDRI

Dari Bidar Alam ke Sumpur Kudus, Hijrah Jalan Kaki Ketua PDRI

Rute perjalanan Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan kabinet PDRI dari Bidar Alam ke Silantai dan Sumpur Kudus. (Foto & peta: Hendra/openstreetmap.org)

Langgam.id - Sudah lebih tiga bulan Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Teuku Muhammad Hasan dan para menteri kabinet Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) tinggal di Nagari Bidar Alam, Solok Selatan, Sumatra Barat.

Dari nagari yang tak terlacak radar tentara Belanda itu, pemerintah Republik dalam darurat dikoordinasikan. Kebijakan diplomasi, keputusan politik dan strategi militer diatur lewat sambungan radio ke radio. Tempat yang aman untuk PDRI. Namun, menjelang akhir April, Sjafruddin harus meninggalkan nagari tersebut.

"Rombongan Sjafruddin meninggalkan Bidar Alam pada 23 April 1949," tulis Sejarawan Universitas Negeri Padang (UNP) Mestika Zed dalam Buku 'Somewhere in The Jungle, Pemerintah Darurat Republik Indonesia' (1997). Peristiwa tersebut, tepat terjadi 70 tahun yang lalu dari hari ini, Selasa (23/4/2019).

Mesti Zed mencatat, Ketua PDRI dan rombongan sudah ada di Bidar Alam sejak 16 Januari 1949. Para pimpinan PDRI sudah berjalan kaki ratusan kilometer sejak mengungsi pasca-Agresi Militer II Belanda yang memborbardir Bukittinggi pada 19 Desember 1948.

Semula menyingkir ke Limapuluh Kota, hingga mendeklarasikan PDRI di Nagari Halaban, kaki Gunung Sago pada 22 Desember 1948. Rombongan kemudian menuju Bangkinang (kini masuk Provinsi Riau), terus ke selatan hingga Taluk Kuantan dan kemudian ke arah timur dan muncul di Sungai Dareh pada 1 Januari 1949.

Dari sana kemudian menuju hulu Sungai Batang Hari hingga sampai di Nagari Abai pada 7 Januari 1949 dan menginap di sana sekitar satu pekan. Hingga, kemudian pindah ke Bidar Alam pada 16 Januari 1949.

Selama di Bidar Alam, PDRI berhasil mengkonsolidasikan pemerintahan dan perjuangan di Pulau Jawa dan Sumatra melalui kontak radio. Di Bidar Alam, kontak terjalin dengan para menteri di Pulau Jawa, sehingga ada reshuffle untuk melengkapi kabinet PDRI. (Baca: Reshuffle Kabinet Darurat, Saat Perjuangan PDRI Direkat)

Di Bidar Alam pula, kontak dengan Panglima Jenderal Sudirman dan jajaran militer tersambung, sehingga perlawanan militer terkoordinasikan dengan baik. Dari nagari itu juga diplomasi internasional diarahkan sehingga bisa dijalankan Mr. Maramis di New Delhi dan Palaar di New York.

Efektif menjalankan pemerintahan dari tempat yang tak pernah diketahui tentara Belanda saat itu, Kabinet PDRI tiba-tiba mendengar sebuah perundingan baru yang digagas oleh PBB lewat United Nastions Commisions for Indonesia (UNCI).

Tanpa menghubungi pimpinan PDRI yang menjalankan pemerintahan, Sukarno dan para pemimpin di dalam tawanan Belanda di Bangka menunjuk Mohammad Roem untuk mewakili pemerintah dalam perjanjian itu. (Baca: Antara Bangka dan Bidar Alam, Awal Soal Internal Saat PDRI)

Perundingan Roem-Roijen berlangsung mulai 4 April 1949. Dalam sebuah surat kepada Sjafruddin, Panglima Jenderal Soedirman bereaksi keras atas perundingan yang diadakan tanpa melibatkan PDRI itu.

“Apakah orang-orang yang dalam tawanan atau pengawasan Belanda berhak merundingkan, lebih-lebih memutuskan sesuatu hal yang berhubungan dengan politik, untuk menentukan status negara kita? Sedang telah ada PDRI yang telah diresmikan sendiri oleh Tim Presiden ke seluruh dunia pada tanggal 19-12-1948,” tulisnya, sebagaimana dikutip Jendral AH Nasution dalam Bukunya ‘Sekitar perang kemerdekaan Indonesia’ (1977). (Baca: Surat Panglima Besar Soedirman untuk PDRI)

Menurut Mestika, kesediaan para pemimpin di Bangka untuk berunding dengan Belanda mendapat reaksi keras pula dari anggota kabinet PDRI. Selain anggota kabinet yang di Bidar Alam, Mr. Mohammad Rasjid yang menjabat menteri perburuhan PDRI merangkap Gubernur Militer Sumatra Barat bermarkas di Koto Tinggi, Kabupaten Limapuluh Kota.

Dalam kontak melalui radio, Sjafruddin dan Rasjid sepakat bertemu dalam musyawarah besar menyikapi perundingan yang dilangsungkan tanpa melibatkan PDRI. Jarak tempuh antara Bidar Alam dan Koto Tinggi dengan berjalan kaki, diperkirakan memerlukan waktu lama.

"Untuk adilnya, masing-masing maju ke titik pertemuan yang kira-kira berada di tengah-tengah. Titik pertemuan yang disepakati adalah Sumpur Kudus (Sijunjung)," tulis Mestika.

Maka kemudian, mereka mulai meninggalkan Bidar Alam pada 23 April 1949, Sjafruddin dan rombongan berjalan kaki menuju Sumpur Kudus dan Silantai, Kecamatan Sumpur Kudus, Sijunjung.

Perjalanan diawali dengan perahu dari Bidar Alam menuju Sungai Dareh (Dharmasraya). Rombongan PDRI seperti napak tilas, mengulangi jalur mereka masuk ke Bidar Alam, tiga bulan sebelumnya.

"Setelah sampai di Sungai Dareh, mereka kemudian meneruskan perjalanan melalui jalan setapak lewat Kiliran Jao, Sungai Bitung, Padang Tarok, Tapus, Durian Gadang, Manganti, hingga akhirnya mencapai tempat tujuan pada 5 Mei," tulis Mestika.

Perjalanan itu ditempuh selama 12 hari. Sementara, Mr. Rasjid juga bergerak dari Koto Tinggi dan baru sampai di Sumpur Kudus pada 12 Mei 1949.

Di Silantai dan Sumpur Kudus ini kemudian digelar musyawarah besar PDRI pada 14-17 Mei 1949 menyikapi perjanjian Roem-Roijen. "Dikawal 60 orang anggota Mobrig dan satu pleton TNI," tulis Mestika.

Inilah pertemuan lengkap pertama PDRI, setelah mereka berpisah di Halaban usai mengumumkan kabinet PDRI pada 22 Desember 1948. (HM)

Baca Juga

Ekspedisi Bela Negara, Menjemput Semangat PDRI di Masa Silam
Ekspedisi Bela Negara, Menjemput Semangat PDRI di Masa Silam
M. FAJAR RILLAH VESKY
75 Tahun Peristiwa Situjuah, dan Chatib Soelaiman yang Tak Kunjung Jadi Pahlawan Nasional
Puluhan Millenial dan Gen Z Mencari Ibu Kota Republik Lewat Ekspedisi D.Day Bela Negara 2023
Puluhan Millenial dan Gen Z Mencari Ibu Kota Republik Lewat Ekspedisi D.Day Bela Negara 2023
Menilik Konflik Agraria di Nagari Ibukota Republik
Menilik Konflik Agraria di Nagari Ibukota Republik
Misteri "Black Cat", Pesilat dan Harimau, Pengawal PDRI dari Kejaran Belanda
Misteri "Black Cat", Pesilat dan Harimau, Pengawal PDRI dari Kejaran Belanda
Menyambut 75 Tahun PDRI: Merunut Sejarah PDRI dalam Meningkatkan Partipasi Politik Generasi Z
Menyambut 75 Tahun PDRI: Merunut Sejarah PDRI dalam Meningkatkan Partipasi Politik Generasi Z