Pemerintah kota mesti menghidupkan kembali regulasi seperti pada tahun 1980-an.
M
atahari setinggi tombak. Pantai sudah mulai hangat. Pukul 08.30 Wib. Sebagaimana biasa setiap hari, apalagi hari libur Pantai Padang selalu ramai dikunjungi. Tidak hanya oleh wisatawan lokal namun juga dari luar Propinsi Sumataera Barat.
Pada pagi hari libur Pantai Padang lebih ramai dikunjungi masyarakat kota yang suka joging dan bersepeda. Pengunjung yang tidak membawa sepeda bisa menyewa. Ada beberapa juru sewa yang setia menunggu pelanggan.
Masyarakat berolah raga sambil menikmati debur ombak Samudra Indonesia dan pemandangan yang indah. Di beberapa titik di sepanjang pantai ada komunitas masyarakat yang bersenam dengan full music. Sebahagian masyarakat ada juga yang hanya ingin berjemur di tepi pantai sambil memakan kerupuk kuah, pensi atau sate.
Sejak sekitar sepuluh tahun lalu sebenarnya Kota Padang sudah mulai berbenah agak serius. Sepanjang pantai yang mulanya rawa-rawa, belukar dan pemukiman yang kurang teratur, sedikit demi sedikit dibenahi. Jalan dan trotoar sepanjang pantai mulai dibangun.
Dalam jangka panjang jalan itu akan menyisir pantai tembus ke Pariaman melalui Bandara Internasional Minangkabau. Jalan ini selain membuka destinasi baru juga akan menghidupkan ekonomi masyarakat. Jalan sepanjang pantai itu juga akan menjadi jalan alternatif untuk memghindari kemacetan di pusat Kota Padang.
Berbagai pembenahan di sepanjang Jalan Samudra yang membentang menysisir Pantai Padang sudah dibangun beberapa fasilitas, ada mesjid Al Hakim yang megah di dekat Muara Padang, Gedung Kebudayaan, toko-toko minuman dan makanan serta toko souvenir. Hotel-hotel dan kafe-kafe minuman kopi pun mulai muncul.
Kini Pantai Padang tidak lagi hanya sebagai wisata pantai atau sekadar melihat laut namun juga menjadi tempat wisata kuliner bagi pengunjung. Toko souvenir walaupun sudah ada namun nampaknya belum menjadi tujuan pengunjung karena belum ada souvenir khas Padang atau Minangkabau yang dijual.
Pantai Padang juga menjadi tempat memancing ikan bagi masyarakat. Hampir setiap hari ramai penduduk dan pengunjung yang memancing. Sebagian juga bisa mengunakan perahu nelayan dengan menyewa.
Di sebelah Timur dan Selatan ada Kota Tua, kota yang bersejarah sejak abad k-17. Kota Tua telah menjadi bahagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan wisata Kota Padang. Kota Tua sebenarnya menyimpan banyak cerita yang sudah dinukilkan oleh sejarawan dalam berbagai buku dan tulisan.
Walaupun Kota Tua menyimpan banyak cerita dan bangunan-bangunan yang menarik, namun belum mampu dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Padang untuk menjadi destinasi wisata. Bangunan-bangunan Kota Tua juga masih bisu dan buta bagi pengunjung, setiap mereka berkunjung suka mereka menemukan informasi di lapangan. Selain itu belum ada sistem transportasi khusus yang unik untuk pengunjung di Kota Tua seperti di Yogyakarta. Akhirnya pengunjung Kota Tua masih sepi jika dibandingkan dengan Pantai Padang.
Kota Tua Padang sebenarnya unik dan menarik. Kota ini dihuni oleh masyarakat yang multikultural; Tionghoa, India, Melayu dan Nias. Komposisi penduduk ini juga menyimpan budaya yang kaya dan membentuk struktur kota yang khas. Namun kekayaan ini juga belum digarap, dan banyak pula bangunan-bangunan yang tidak diurus dan seperti gedung hantu.
Di samping Kota Tua mengalir Sungai Batang Arau dan di muaranya berdiri kokoh Gunung Padang, sebuah ikon yang sangat menarik. Gunung ini menjadi penanda dari jauh dan menyimpan cerita sejarah juga. Di sana juga ada Lobang Jepang. Gunung Padang bisa didaki dengan melewati ratusan anak tangga yang lumayan menarik. Dari Puncak Gunung Padang, sambil minum kopi akan bisa melihat indahnya Kota Padang dan Pelabuhan Muara dari ketinggian.
Jembatan Siti Nurabaya (mengambil nama seorang tokoh imajiner dalam Novel karya Marah Rusli) membentang di atas Batang Arau. Jembatan ini mulai dibangun pada tahun 1995 dengan panjang 156 meter. Bentuknya sangat artistik, sehingga menambah keindahan bagi Kota Tua.
Jembatan Siti Nurbaya ini menghubungkan Kota Tua dengan Seberang Padang sekaligus dengan objek wisata Gunung Padang dan Pantai Air Manis. Jadi dengan dibangunnya jembatan ini maka Gunung Padang lebih mudah terjangkau oleh wisatawan.
Sejak sekitar 5 tahun lalu pun sudah dibangun jalan yang sangat bagus di samping Gunung Padang menuju Batu Malin Kundang, Pantai Aie Manis. Kini Pantai Padang, Kota Tua, Gunung Padang Batu Malin Kundang dan Pelabuhan Emma Haven (Teluk Bayur) menjadi satu geowisata yang terintegrasi.
Hampir pula setiap hari, ada komunitas masyarakat sadar sampah yang sukarela memungut sampah sepanjang pantai dan Kota Tua. Sampah-sampah yang menggumpal di sepanjang pantai dan yang berserakan di sekitarnya dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Ada berkantong-kantong plastikyang mereka kumpulkan. Yakinlah para relawan sampah itu tidak akan mampu melawan berton-ton produksi sampah, namun itu baik untuk memberi contoh kepada masyarakat bahwa sampah itu mesti dikemas.
Walaupun sebanarnya ada petugas yang sudah ditempatkan oleh Pemerintah Kota Padang untuk menyapu dan membersihkan sampah setiap hari di sekitar lokasi pantai wisata, namun aliran sampah masyarakat tidak terlayani oleh petugas. Pantai tetap bersampah.
Tumpukan sampah masih terlihat di berbagai sisi, di mana-mana masih berserakan plastik-plastik minuman dan makanan para pengunjung.
Sementara pada sisi lain tak jauh dari tumpukan sampah itu anak-anak bergembira main pasir dan mandi-mandi berkejaran ombak. Pada bagian lain, di sepajang Batang Arau juga kita lihat tumpukan sampah berenang-renang dan sangat mengganggu keelokan wisata yang sudah susah payah dibangun oleh pemerintah.
Pada pagi yang cerah itu muncul inspirasi sambil membayangkan sepanjang pantai dan lokasi wisata yang bebas dari sampah. Agar tidak menjadi angan-angan maka memang sejatinya dibuat sistem dan regulasi yang jelas dan ketat.
Pemerintah kota mesti menghidupkan kembali regulasi seperti pada masa Walikota Padang Syahrul Ujud tahun 1980an, bahwa setiap pengunjung dilarang membuang sampah di seluruh Kota Padang. Siapa saja yang ketahuan membuang sampah mesti didenda uang dan disuruh memilih sampah sepuluh kali lipat dari sampah yang dibuang.
Regulasi ini mesti dikawal dan di lapangan diharapkan kesatuan Satpol PP bisa pula menjadi polisi penjaga sampah. Jadi denda bisa diambil di tempat atau transfer melalui e-Bangking. Denda tidak boleh besar-besar, cukup satu potong sampah dibayar Rp 10.000 saja.
Bagi penduduk sekitar kawasan wisata pun wajib diawasi sampah dan lingkungan mereka. Penduduk yang tidak membersihkan pekarangan mereka maka bisa didenda Rp 50.000-100.000. Pedagang juga diwajibkan untuk mengemas sampah-sampah di sekitar dagangan dan warung mereka, yang tidak menjaga juga diberi denda.
Keelokan tempat wisata pantai yang sudah ditingkatkan tarafnya oleh pemerintah dalam sepuluh tahun terakhir tentu perlu juga diiringi dengan peningkatan kualitas pedagang di tempat wisata, baik dari segi cara berjualan, corak maupun dari sisi warung dan tempat mereka berjualan.
Pedagang mesti menyediakan souvenir yang bernilai dan punya ciri khas. Pedagang makanan dan minuman mesti meyediakan tempat yang bersih dan higienis. Kalau kita lihat saat ini banyak tenda-tenda pedagang yang compang-camping dan lokasinya berserakan. Kondisi ini agak mengganggu dan perlu pemerintah menyediakan tempat yang layak bagi mereka. Kemudian pemerimntah juga mesti mengadakan tempat-tempat pembuangan sampah yang lebih banyak bagi pengunjung agar pengunjung tidak membuang sampah sembarangan.
_
Wannofri Samry
Pecinta Kota dari Universitas Andalas