Antara Media Darling, Influencer dan Social Media Darling

Antara Media Darling, Influencer dan Social Media Darling

Diego, M.I.Kom (Foto: Dok. Pribadi)

Sebelum media sosial, dunia lebih dulu mengenal media konvensional seperti koran, radio, hingga televisi. Ketika kita membicarakan sosok tokoh yang populer, beberapa kali muncul istilah “media darling”. Apa itu?

Merujuk kepada definisi media darling yang terangkum di situs en.wiktionary.com dari artikel “Gorbachev Loosens the Media's Reins” di majalah Time (30 Juni 1986) dan artikel “The Meme Prisoners” di New York Magazine (14 Februari 2008), menyebutkan bahwa media darling adalah seorang selebriti yang sangat populer dan sering menerima perhatian yang sangat baik di media berita.

Majalah Time menggambarkan media darling dalam konteks ini: “Koresponden TV Alexander Krutkov menjadi media darling dalam semalam karena beritanya yang tajam dan langsung di tempat.”

Sementara New York Magazine menceritakan ini: “liputan tentang Obama sangat positif sehingga Anda harus memanggilnya, meskipun saya sangat benci istilah ini, media darling.”

Sebagai gambaran, kita dapat mengutip gambaran dari dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yudi Perbawaningsih di situs fisip.uajy.ac.id. Pada tahun 2009, sosok yang menjadi media darling di Indonesia adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kemudian beralih kepada sosok Joko Widodo yang kala itu menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Berdasarkan dua contoh dalam lingkup politik praktis tersebut, tampak bahwa media darling adalah sosok yang kerap menjadi favorit pemberitaan media massa. Berita-berita yang mengitari sosok tersebut umumnya bersifat positif, misalnya mengenai prestasi, gagasan, dan bahkan kehidupan sehari-harinya.

Sedangkan berdasarkan jurnal karya Nuriy Azizah Susetyo berjudul Kebijakan Media Darling dalam Pemberitaan Pemimpin Publik (Analisis Framing Pemberitaan Joko Widodo pada MTag #Fenomena Jokowi di Media Online Merdeka.com) (2014), media darling memunculkan pemberitaan dengan kuantitas di atas rata-rata dengan dominasi berita bernada positif.

Dapat disimpulkan, kemunculan media darling adalah suatu keniscayaan atas geliat pers dan bisnis media massa. Selain menjadi sorotan karena pentingnya berita terkait sosok media darling, unsur popularitas juga memainkan peranan penting. Sosok yang populer bisa membuat berita yang pada mulanya tidak penting menjadi seolah penting, misalnya terkait kehidupan pribadi sang tokoh.

Dengan logika seperti ini, tidak heran apabila media massa kemudian gemar menonjolkan sosok-sosok tertentu dalam pemberitaan. Keberadaan para media darling meningkatkan minat orang membaca koran atau menonton berita, sehingga ia turut meningkatkan arus bisnis media.

Namun apakah konsep media darling masih relevan hingga saat ini? Perlu dipahami, arus informasi saat ini tidak hanya dipegang oleh media-media massa yang terverifikasi sebagai lembaga pers. Lembaga pers pun kini telah beradaptasi dengan keberadaan internet, sehingga situs berita kemudian bisa lebih populer daripada koran, radio, atau bahkan televisi.

Kemunculan Influencer, Apa Bedanya dengan Media Darling?

Di luar itu, kemunculan media sosial adalah bagian dari pengaruh arus yang tak terelakkan dari internet, sehingga menyaingi keberadaan media massa sebagai penyalur informasi ke khalayak umum. Tidak heran sekarang kita malah lebih sering mendengar istilah influencer. Anda bisa menyebut contohnya, para seleb media sosial yang meraup banyak followers karena kontennya yang menarik atau popularitasnya yang lebih dulu terbangun.

Menurut Nisa Kurnia Illahiati, S.Sos., M.Med.Kom, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (UNAIR), jalan menuju kemunculan influencer era kontemporer telah tampak sejak masa Perang Dunia II. Adolf Hitler yang kala itu adalah pemimpin Negara Jerman berusaha menyebarluaskan doktrin Nazi lewat berbagai propaganda ke berbagai penjuru Eropa melalui Menteri Propaganda Joseph Goebbels.

Goebbels hingga kini juga dikenal karena menunjukkan konsep teori propaganda bernama Big Lie (kebohongan besar). Goebbels meyakini berita bohong dapat diubah menjadi suatu hal yang seolah-olah benar dan diterima khalayak umum hanya dengan menyebarluaskan kebohongan tersebut secara massif dan terus-menerus melalui media massa.

Fenomena influencer kemudian berlanjut melalui media komunikasi massa, seperti surat kabar dan radio. Akan tetapi di masa itu, bahasan utama mereka masih seputar perihal ideologi dan imperialisme karena perang yang masih terus berlangsung.

Hingga Perang Dunia II berakhir, fenomena influencer mulai mengalami pergeseran dan perubahan. Saat dunia berusaha membangkitkan ekonomi pasca perang, fenomena influencer beralih fokus ke industri dan bisnis. Sehingga pada era tersebut fenomena influencer yang digunakan untuk keperluan komersil mulai berkembang.

Selanjutnya, kehadiran era digital di tahun 1990-an bersamaan dengan internet membuka perkembangan pasar konsumen yang semakin tersegmentasi. Para pebisnis, politisi, atau pemilik kepentingan kemudian harus mampu melihat segmentasi masyarakat mana yang menjadi sasaran mereka dengan memanfaatkan momen, interest, tren, dan berbagai aspek lain.

Puncaknya sekitar tahun 2009, media sosial yang semakin menjamur dan membangun jaringan koneksi massal menjadi platform baru bagi para influencer yang mewujud dalam akun-akun media sosial dengan puluhan ribu hingga jutaan pengikut. Pada masa-masa itulah istilah influencer seperti yang kita pahami sekarang mulai terbentuk.

Dengan kemunculan influencer media sosial, apa yang membuatnya jadi berbeda dengan para media darling di era media konvensional?

Sebelum menjawabnya, kita bisa melihat dulu bagaimana perbedaan karakter media massa dan media sosial, seperti dibahas  Jandy Luik dalam buku Media Baru: Sebuah Pengantar (2020), ada enam perbedaan karakteristiknya.

a. Khalayak pada media massa berperan sebagai audiences (pelanggan) yang memiliki keterbatasan terhadap wilayah dan jangkauan media. Sedangkan pada media sosial, khalayak bisa berperan sebagai produsen dan konsumen informasi yang tidak dibatasi geografis.

b. Kecepatan transisi informasi media massa bergantung pada sistem distribusi dan transmisi serta luas wilayah. Sedangkan pada media sosial memiliki kecepatan transisi informasi yang tidak dibatasi oleh platform dan menyebar saat itu juga tanpa dibatasi oleh wilayah.

c. Jenis informasi pada media massa sesuai dengan jenis media, antara lain berbentuk cetak, audio, audio-visual, dan sebagainya. Sedangkan jenis informasi pada media sosial lebih beragam, namun cenderung hanya memuat informasi sederhana atau singkat.

d. Kelengkapan informasi pada media massa lebih tercukupi, unsur 5W+1H. Sementara pada media sosial unsur 5W + 1H cenderung kurang lengkap karena informasi yang lebih singkat.

e. Akses terhadap informasi media massa cenderung lebih terbatas. Sedangkan akses terhadap informasi media sosial lebih mudah dan murah.

f. Etika dan hukum pada institusi media massa lebih tertata, sedangkan pada media sosial, tanggung jawab sepenuhnya ada pada individu atau users.

Jandy Luik juga mengungkapkan bahwa pengguna media sosial yang tersegmentasi mengarah pada kelompok-kelompok pengguna yang memiliki kesamaan karakteristik.

Lantas, apakah sama pengaruh media darling pada era media konvensional (Koran, radio, dan televisi) dengan social media darling pada era internet dan media sosial? Anda bisa menilainya dari perbedaan karakter media massa dan media sosial yang telah dijabarkan di atas.

Yang pasti, keberadaan media sosial menjadi alternatif para pemilik kepentingan selain media massa yang terverifikasi dewan pers.

Influencer dan Social Media Darling: The New Media Darling?

Namun, apakah para pemilik kepentingan tersebut otomatis menjadi media darling ketika ia rutin menyampaikan gagasan atau propagandanya? Kita bisa melihat akun media sosial para politisi. Sebagiannya memang memiliki followers yang mencapai ratusan ribu hingga jutaan. Berikut adalah para politisi dengan followers terbanyak di Instagram.

Ridwan Kamil @ridwankamil - sekitar 21,1 juta

Sandiaga Uno @sandiuno - sekitar 9,2 juta

Ganjar Pranowo @ganjar_pranowo - sekitar 6,3 juta

Prabowo Subianto @prabowo - sekitar 6,3 juta

Anies Baswedan @aniesbaswedan - sekitar 6.1 juta

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) @agusyudhoyono - sekitar 5,5 juta

Apakah mereka serta menjadi social media darling? Di satu sisi, akun-akun selebritas yang tidak berkecimpung politik praktis jauh memiliki pengikut yang lebih besar, sebut saja Raffi Ahmad dan Nagita Slavina (@Raffinagita1717) dengan 73,5 juta pengikut, Ayu Ting-Ting (@ayutingting92) dengan 56 juta pengikut, dan Prilly Latuconsina (@prillylatuconsina96) dengan 54,7 juta pengikut.

Apabila melihat jumlah followers, sebagian pemilik kepentingan bisa menjadikan para influencer sebagai wadah mereka menyampaikan propaganda. Namun, jika kita merujuk kepada para politisi sebagai pihak yang populer sekaligus pemilik kepentingan, media sosial mereka sudah memiliki kekuatan yang cukup kuat dengan jutaan pengikut mereka.

Bahkan pemberitaan media massa sudah mengutip media sosial. Hal itu antara lain terlihat dari pemberitaan berjudul “Ridwan Kamil Promosikan Bakso Legendaris di Bandung” (2 November 2023) dan “Lembur, Prabowo Subianto Goyang Tangan Ditemani Lagu Dewa 19” (4 November 2023) di liputan6.com. Berita-berita itu mengambil referensi dari unggahan media sosial dua politisi tersebut.

Dapat disimpulkan, para influencer atau mereka yang punya banyak followers media sosial adalah The New Media Darling. Atau kita bisa lebih gamblang lagi menyebutnya sebagai social media darling. (*)

Diego, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unand

https://www.liputan6.com/citizen6/read/5439975/ridwan-kamil-promosikan-bakso-legendaris-di-bandung
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/5443845/lembur-prabowo-subianto-goyang-tangan-ditemani-lagu-dewa-19

en.wiktionary.com

Tag:

Baca Juga

Relawan Bakti BUMN Batch 5 Mengabdi di Sumbar, Langsung Terjun ke Masyarakat
Relawan Bakti BUMN Batch 5 Mengabdi di Sumbar, Langsung Terjun ke Masyarakat
Welly Bernando Daftar Calon Bupati Pesisir Selatan ke PKB
Welly Bernando Daftar Calon Bupati Pesisir Selatan ke PKB
Jalan Santai Dies Natalis UBH Meriah, Galang Dana untuk Korban Bencana Sumbar
Jalan Santai Dies Natalis UBH Meriah, Galang Dana untuk Korban Bencana Sumbar
Modifikasi Cuaca di Sumbar Diperpanjang
Modifikasi Cuaca di Sumbar Diperpanjang
Padang Digitalisasi Manuskrip Undang-undang Era Kolonial Belanda
Padang Digitalisasi Manuskrip Undang-undang Era Kolonial Belanda
Mentan Siapkan Rp10 Miliar untuk Rehab Lahan Rusak Akibat Bencana di Sumbar
Mentan Siapkan Rp10 Miliar untuk Rehab Lahan Rusak Akibat Bencana di Sumbar