Langgam.id - Tindakan main hakim sendiri yang terjadi di Nagari Guguk, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar) menjadi sorotan. Apalagi peristiwa ini menyebabkan satu orang meninggal dunia dan seorang lainnya kritis.
Korban bernama Riki Ari Nofrizal meninggal dunia di RSUP M Djamil Padang. Sedangkan korban lainnya yaitu bernama Syahril kini kritis dan dirawat di RSUD Padang Pariaman.
Kedua korban mengalami luka cukup parah di sekujur tubuhnya usai dikeroyok massa, bahkan nyaris dibakar. Pengeroyokan ini berawal dari sorakan orang tidak dikenal yang mengatakan korban maling.
Pihak kepolisian telah memastikan korban tidak melakukan pencurian. Korban dituduh maliung dan dikejar pengendara sepeda motor saat korban mengendarai minibus Toyota Avanza menuju Kota Bukittinggi.
Pengamat sosial dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erian Joni menilai, tindakan main hakim sendiri yang dilakukan membuktikan pengetahuan masyarakat tentang hukum sangat minim. Padahal, tindakan itu sangat bertentangan di Indonesia sebagai negara hukum.
"Faktor pertama itu pengetahuan masyarakat, ya. Pengetahuan masyarakat tentang hukum, terutama hukum pidana sangat rendah," kata Erian dihubungi langgam.id, Senin (15/3/2021).
Baca juga: Polisi Sebut Korban Pengeroyokan Maut di Padang Pariaman Bukan Maling
Kemudian, kata dia, tindakan main hakim sendiri sebagai buntut di mana masyarakat dalam kondisi ekonomi krisis sangat rentan terhadap isu negatif. Begitupun terpancing dengan kabar bohong atau hoaks yang beredar.
"Dalam situasi ekonomi sulit masyarakat akan mudah terpancing dengan isu dan hoaks. Buktinya ini hoaks, korban tidak mencuri," jelasnya.
Menurutnya, peristiwa yang terjadi di Padang Pariaman membuktikan buruknya masyarakat dalam mencerna Informasi. Sehingga mudah terhasut hingga orang tak bersalah menjadi korban.
"Saya rasa bisa masyarakat tidak percaya oleh penegak hukum. Karena sesuatu itu sampai di kepolisian kadang-kadang tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat, terjadi krisis kepercayaan," ujarnya.
Erian berharap kasus seperti ini tidak terjadi kembali. Edukasi sosial kepada masyarakat mesti harus digencarkan. Begitupun imbauan melalui pamflet yang disebarkan.
"Kalau dapat ada strategi pereemtif agar masyarakat itu diberikan edukasi hukum. Kedua edukasi bagaimana mencerna informasi dengan baik sehingga tidak terpancing dan bisa memilah," tuturnya.
Seperti diketahui, insiden main hakim sendiri ini terjadi pada Senin (15/2021) dinihari. Berdasarkan dari keterangan korban yang selamat, diketahui mereka sedang dalam perjalanan menuju Kota Bukittinggi mengunakan minibus Toyota Avanza BA 1148 LH.
"Minibus ini dikemudikan oleh korban Riki. Sekira pukul 21.00 WIB, tepatnya di salah satu warung penyiaram di Korong Titian Panjang, Kayu Tanam, mobil diteriaki maling oleh orang tidak dikenal," kata Kapolsek 2x11 Enam Lingkung, Nazirwan.
Orang tidak dikenal ini, kata dia, mengendarai sepeda motor. Aksi kejar-kejaran pun terjadi hingga sampai di Pasar Kayu Tanam. Kemudian mobil korban menabrak pembatasan jalan sehingga mengalami rusak parah.
"Karena korban dikejar terus dengan sepeda motor, korban berupaya melarikan diri kembali dengan minibus. Tapi sampai di Nagari Guguk, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, korban terus mengejar sembari menyoraki maling dan minibus berhasil dicegat," jelasnya.
Nazirwan menyebutkan lantaran korban disoraki maling sehingga memancing masyarakat setempat. Aksi pengeroyokan pun terjadi dilakukan sejumlah massa berasal dari masyarakat.
"Pada saat itu ada oknum masyarakat melakukan pemukulan. Sehingga kedua korban mengalami luka parah di sekujur tubuh. Mengeluarkan darah cukup banyak," ujarnya.
Dari video pengeroyokan massa terhadap kedua korban yang beredar, tampak korban mengalami luka di sekujur tubuhnya. Bahkan, posisi korban masuk dalam parit dengan penuh darah. (Irwanda/ABW)