Langgam.id - Lidia Pratama Irane merupakan salah seorang warga Kelurahan Aia Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar). Saat ini, Lidia sedang menetap di Belanda dalam program pertukaran budaya.
“Sekarang saya sedang mengikuti program pertukaran budaya, masyarakat di sana mengikuti budaya saya, saya mengikuti budaya mereka,” ujarnya saat dihubungi langgam.id via telepon, Jumat (15/9/2021) malam.
Lidia menambahkan, bahwa program petukaran budaya yang ia ikuti dimulai pada awal tahun 2020. Sedangkan informasi mengenai petukaran budaya ia peroleh saat sedang bekerja di negara Dubai.
Dari informasi itu, membuat keinginan Lidia untuk mengikuti program ini sangat tinggi.
“Untuk kuliah di sana pasti sangatlah mahal, jadi saya disarankan oleh owner tempat saya bekerja untuk memasukan proposal di beberapa universitas di sana. Jadi saya masukanlah proposal tersebut, dan akhirnya saya ketemu program ini. Program ini cuma disediakan oleh pemerintah Belanda,” ungkapnya.
Lidia yang juga bersuku Koto ini mengatakan, sebelum ia mengikuti program tersebut, pemerintah di sana sempat meragukan beasiswa yang akan diberikan kepada dia.
“Mereka sempat menanyakan kepada saya, apa keuntungan yang ia dapatkan setelah memberikan saya program ini. Tentu, dengan bangganya saya mengenalkan rendang kepada mereka, karena rendang sangat digemari oleh masyarakat Belanda,” katanya.
“Dan juga saya jelaskan kepada mereka, mengenai hampir semua masyarakat Indonesia bisa membuat rendang, tapi bisanya ini, tidak senikmat rendang buatan daerah asal saya,” sambungnya.
Perkumpulan Masyarakat Minang di Belanda
Seiring berjalanya program yang ia ikuti, Lidia mengatakan baru mengetahui di Belanda ada perkumpulan masyarakat Minang. Sehingga membuat ia sangat ingin bergabung dengan perkumpulan masyarakat Minang di Belanda.
“Saya juga heran, kenapa perkumpulan ini tidak terkenal di Belanda ataupun di Sumbar sendiri. Karena sebelumnya perkumpulan ini sudah sangat sering mengadakan kegiatan di Belanda ataupun di Sumbar. Kegiatan dimulai seperti festival budaya Minang, dan galang dana untuk masyarakat Sumbar tentunya,” pungkasnya.
Pada akhirnya, beberapa waktu lalu, Lidia bersama masyarakat Minang yang tergabung dalam perkumpulan masyarakat Minang di Belanda, mulai kembali mengenalkan budaya Minang di Eropa.
Baca juga: Jalur Rempah Ajang Pertukaran Ilmu, Budaya dan Agama
Pengenalan ini dimulai dengan memakai baju Limpapeh Rumah Nan Gadang lengkap dengan suntiang di Paris dan Belanda. Sehingga membuat antusias masyarakat di sana.
“awalnya masyarakat di sana mengira baju yang saya pakai dengan kawan-kawan adalah baju khas India. Tapi dengan santai kami menjelaskan baju ini bukan dari India, tapi berasal dari Minangkabau yang terletak di negara Indonesia,” ungkapnya.
Lidia berharap, kegiatan ini akan lebih sering ia lakukan dengan perkumpulan manyarakat Minang di Belanda. Sehingga budaya minang akan lebih dikenal luas di Eropa.
Masyarakat Minang di Belanda Khawatir
Selain itu, Lidia menyebut masyarakat Minang di Belanda saat ini sangat khawatir. Hal ini karena masyarakat Minang sendiri lebih condong mengikuti budaya Eropa.
Hal ini ia lihat dari beberapa tempat wisata di Minang yang memakai konsep Eropa. Sekarang terangnya, tren masyarakat Minang banyak keeropaan. Tidak mungkin turis dari Eropa datang ke Minang hanya melihat budaya dia sediri.
"Jadi tentu masyarakat kita harus lebih memperhatikan ini, agar budaya kita tidak luntur. Jadi yang perlu kita lakukan adalah merawat budaya kita, seperti seribu rumah gadang yang harus kita rawat, agar Minang ini lebih dikenal di seluruh dunia,” tuturnya.
Ia berharap kepada pemerintah Sumbar agar ada kerja sama dengan perkumpulan ia di Belanda. Hal ini agar bisa bekerja sama dalam merawat budaya Minang.
"Sehingga budaya Minang tidak akan luntur di daerah asalnya," harap Lidia.