Wajah Baru Pangreh Praja

Wajah Baru Pangreh Praja

Ulil Amri Abdi Pranata Humas Pemko Padang. (IST)

Isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) terus mendapatkan sorotan tajam. Seiring banyaknya pelanggaran yang dilakukan ASN terhadap asas netralitas saat Pilkada.

Laporan komulatif Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) rentang waktu 2015-2018 tentang Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara menunjukan, pelanggaran netralitas ASN didominasi atau sebesar 43.4 persen karena motif untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan. Dipastikan, motif tersebut muncul karena ASN diangkat, ditempatkan, dipromosikan, dipindahkan dan diberhentikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang berstatus pejabat politik.

Karir ASN yang dikaitkan dengan kepentingan politik jelas-jelas mengangkangi asas netralitas yang mengamanatkan ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan serta partai politik. ASN sebagai pelaksana kebijakan dan pemegang kekuasaan dan kewenangan dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya di dalam birokrasi, sudah selayaknya untuk tetap menjaga profesionalitas dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik.

Pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN di era reformasi birokrasi saat ini dengan cara mengambil bagian dalam suksesi kekuasan politik, mengingatkan kembali pada peran Pangreh Praja sebagai pegawai pemerintah di zaman kolonial Belanda ataupun birokrat di zaman kerajaan.

Dr Muhadam Labolo dan Dr Ahmad Averus Toana dalam bukunya “Kepamongprajaan Di Indonesia - Pertumbuhan dan Perkembangannya” (2016) menjelaskan, di era sistem tatakerajaan, Pangreh Praja sebagai pegawai kerajaan bekerja untuk raja dan melanggengkan kekuasaan raja. Dan di masa penjajahan, Pangreh Praja yang bekerja pada sistem pemerintah kolonial Belanda mencurahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya bagi keberlangsungan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.

Seiring dengan pergeseran sistem pemerintahan otoriter menuju demokrasi, makna Pangreh Praja secara perlahan mengalami koreksi total sehingga melahirkan konsep Pamong Praja. Suatu konsep yang mengandung misi melayani masyarakat secara optimal dimana saja dan kapan saja sebagai suatu tanggung jawab de jure sekaligus de facto. Konsep Pamong Praja menjadi lebih terbuka dengan perubahan sistem pemerintahan. Dari perspektif pragmatis, Pamong Praja merupakan orang-orang yang mengabdikan dirinya kepada negara serta bekerja atas nama negara dan mendapat upah atau gaji dari negara atas hasil kerjanya.

Urgensi Sistem Merit dan Penyederhanaan Birokrasi

Patronasi politik melahirkan “wajah baru” Pangreh Praja di tengah-tengah masifnya kampanye reformasi birokrasi. Inilah kendala dalam pengawasan netralitas ASN di tingkat makro yang menyulitkan ASN untuk bersikap netral. Rilis KASN dalam laporan komulatif 2015-2018 juga menyebutkan kendala pengawasan netralitas ASN di tingkat mikro. Diantaranya; (1) mindset ASN yang cenderung berpihak pada atasan, banyak ASN tidak memahami prinsip-prinsip netralitas dan tidak menyadari bahwa apa yang dilakukan melanggar ketentuan yang berlaku; (2) kesadaran ASN yang masih rendah akan pentingnya bersikap netral dalam menyelenggarakan pemerintahanan, pembangunan, dan pelayanan publik serta menganggap keberpihakan merupakan sesuatu yang lumrah.

Selanjutnya; (3) sikap sebagian pegawai ASN yang lebih mengutamakan cara mudah dalam mencapai karier yang lebih tinggi dengan menunjukkan loyalitas kepada atasan dari pada menunjukkan profesionalitas dan kinerja; (4) pelanggaran netralitas ASN dianggap sebagai hal lumrah; (5) sistem pengawasan terhadap pelanggaran netralitas ASN yang belum optimal; (6) rekomendasi KASN diabaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), akibatnya pemberian sanksi kepada ASN yang melakukan pelanggaran menjadi tidak efektif dan tidak menimbulkan efek jera.

Menakar persoalan netralitas ASN dari kendala di tingkat makro dan tingkat di mikro, KASN menekankan perlunya kolaborasi dengan instansi yang memiliki keterkaitan dalam pengawasan netralitas ASN, seperti; Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pengawas Pemilihan Umum, Kementerian Dalam Negeri, dan Ombudsman.

Upaya lainnya, untuk mewujudkan netralitas ASN dan menghapus muculnya wajah-wajah baru Pangreh Praja, dengan cara menerapkan sistem merit secara total. Sebagaimana UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mengamanatkan penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN. Dalam UU tersebut, sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.

Tujuan penerapan sistem merit adalah untuk memastikan jabatan di birokrasi pemerintah diduduki oleh orang-orang yang profesional, dalam arti kompeten dan melaksanakan tugas berdasarkan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN.

Masifnya kasus netralitas ASN di setiap Pilkada seperti sebuah pandemi. Tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir. Padahal dari sisi aturan, netralitas ASN sudah memiliki kerangka acuan yang jelas dengan segala macam tata cara dan bentuk pengawasan, format kerja, sangsi, dan upaya-upaya dalam menerapkan asas netralitas. Bahkan, KASN juga telah memiliki blueprint dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Namun, fenomena netralitas ASN masih saja tetap terjadi. Keseriusan dan konsistensi menghadirkan netralitas ASN bisa diawali lagi dengan membentuk kembali karakter ASN agar benar-benar berintegritas dan mempunyai jiwa profesional sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat.

Disamping itu, dengan diberlakukannya penyederhanaan birokrasi transformasi jabatan ASN dari struktural ke fungsional di lingkungan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah dengan sendirinya juga akan “memaksa” ASN memiliki modal intelektualitas, akseptabilitas, kapasitas dan kapabilitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pada Rapat Koordinasi Nasional Forum Sekretaris Daerah di Kementerian Dalam Negeri, (30/9/2020), Sekretaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Dwi Wahyu Atmaji, sebagaimana dikutip dari mediaindonesia.com, menuturkan, target penyederhaan birokrasi di kementerian/lembaga baru tercapai sekitar 70%. Jabatan eselon III yang semula berjumlah 8.786 kini berkurang menjadi 5.106. Jabatan eselon IV yang semula 30.123 menjadi sekitar 19.130 dan jabatan eselon V dari semula berjumlah 19.865 menjadi 5.072.

Khusus untuk percepatan penyederhaan birokrasi di daerah, Kemenpan-RB telah berkoordinasi dengan Kemendagri dan sekretaris daerah. Tidak semua jabatan struktural di daerah dipangkas. Selain penyederhanaan birokrasi, menurutnya perlu ada langkah-langkah simultan sebagai dampak pengalihan pejabat struktural ke fungsional. Kebijakan yang tengah dibahas, antara lain, penyetaraan pendapatan dari struktural ke fungsional.

Penerapan reformasi birokrasi bukanlah sebuah mimpi. Melainkan sebuah visi dan misi bersama yang melibatkan seluruh stakeholder. Termasuk keseriusan dan kepedulian Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) serta peran aktif dan komitmen ASN itu sendiri.


Ulil Amri Abdi (Pranata Humas Pemkot Padang)

Baca Juga

Anggota DPR RI Guspardi Gaus
Guspardi Gaus Soroti Maraknya Pelanggaran Netralitas ASN, Bawaslu Mesti Tegas
Serapan anggaran Pemko Padang baru mencapai angka 23 persen memasuki pertengahan tahun 2023. Sekda Padang, Andree Algamar meminta seluruh perangkat kerja daerah untuk mengoptimalkan dan menyegerakan program pembangunan.
Kehadiran ASN Saat Apel Pagi Minim, Sekda Padang Berang
PKS, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat bersaing ketat untuk perebutan kursi DPR RI dari Dapil Sumatra Barat II.
Komisi II dan Pemerintah Sepakat RUU ASN Dibawa ke Paripurna, Guspardi Gaus: Konsep PPPK Diperluas
470 ASN di Agam Terima Satylencana
470 ASN di Agam Terima Satylencana
Pemkab Limapuluh Kota Dapat Kuota 350 Formasi ASN 2023
Pemkab Limapuluh Kota Dapat Kuota 350 Formasi ASN 2023
Bupati Tanah Datar Lantik 241 Pejabat dan Fungsional
Bupati Tanah Datar Lantik 241 Pejabat dan Fungsional