Kemudahan dan Jebakan Visa

Kemudahan dan Jebakan Visa

Donny Syofyan, S.S., Dippl. PA., M.HRM., M.A. (Foto: Dok. Pribadi)

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan pihaknya akan memberikan kemudahan visa bagi warga negara Indonesia (WNI) di negaranya. Bahkan, dia berjanji orang Indonesia bisa mendapatkan visa sepanjang 10 tahun di Australia. Hal ini dilakukan untuk mendukung pengembangan hubungan bisnis dan komersial antara Indonesia dan Australia.

Saat ini, menurut Albanese, pihaknya sedang berupaya untuk memberikan perpanjangan akses ke visa bisnis bagi WNI di Australia selama tiga hingga lima tahun. "Untuk mendukung hubungan bisnis dan komersial kami yang berkembang, orang Indonesia akan mendapatkan akses ke visa bisnis yang diperpanjang dari tiga hingga lima tahun dan kami akan memprioritaskan pemegang e-paspor Indonesia untuk mengakses smart gate kami," ungkap Albanese saat menerima kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (4/7/2023).

Ini tentu berita bagus bagi warga negara Indonesia. Tapi jangan terlena bahwa Australia adalah dengara dengan sistem yang ketat. Saya ingin memberikan perbandingan dengan kasus yang menimpa banyak mahasiswa India di Australia. Sekarang para mahasiswa dari lima negara bagian India— Punjab, Haryana, Uttarakhand, Uttar Pradesh, dan Jammu dan Kashmir—dilarang mendaftar di beberapa universitas Australia.

Pembatasan tersebut telah dibenarkan oleh perguruan tinggi ini karena berbagai alasan, termasuk tingkat penipuan visa yang tinggi, tingkat putus kuiah yang tinggi, dan publisitas yang tidak menguntungkan. Namun, lebih banyak universitas, seperti Deakin, La Trobe, Central Queensland University (CQU), dan banyak lainnya, juga telah membuat persyaratan penerimaan yang lebih ketat untuk semua mahasiswa dari negara bagian ini.

Apa alasan di balik larangan itu? Pemerintah Australia telah melaporkan bahwa tingkat penolakan untuk aplikasi visa mahasiswa dari India adalah 24,3%, tertinggi sejak 2012. Ini sebagian mencermati fakta bahwa sejumlah mahasiswa India telah melakukan penipuan dokumen untuk mendapatkan visa. Hal ini terurai sebagai berikut.

Pertama, dokumen gelar palsu. Untuk memenuhi kesenjangan dalam pendidikan, para konsultan visa membantu banyak mahasiswa membuat dokumen gelar atau diploma palsu. Kedua, dokumen keuangan palsu. Sebagian besar kasus berasal dari daerah pedesaan.

Rata-rata mahasiswa tersebu dari keluarga petani. Australia secara ketat meminta bukti dana yang mencakup biaya kuliah 1 tahun. Belum lagi biaya perjalanan dan biaya hidup selama setahun kira-kira 21.000 dolar Australia. Uang sebanyak ini tidak mampu disediakan oleh kebanyakan para petani, sehingga konsultan membantu mereka memalsukan dokemen yang menunjukkan jumlah dana dengan nominal yang lebih tinggi. Dana yang ada setidaknya untuk 3 bulan hidup di Australia.

Di sinilah sebagian besar mahasiswa tertambat dengan kesulitan.

Ketiga, sertifikat pengalaman palsu. Lagi-lagi untuk memenuhi kesenjangan, para konsultan menunjukkan slip gaji, laporan rekening, dan sertifikat pengalaman palsu.

Keempat, sejumlah universitas di Australia juga melaporkan bahwa sebagian besar mahasiswa India yang mendaftar dalam pelbagai program di kampus akhirnya berhenti di jalan (drop out). Ini ditengarai karena sejumlah faktor, termasuk tingkat kesulitan kuliah, biaya hidup yang tinggi di Australia, dan penyesuaian budaya.

Kelima, kriminalitas. Dalam beberapa tahun terakhir, ada juga sejumlah kasus mahasiswa India yang terlibat dalam kejahatan di Australia. Hal ini menyebabkan publisitas negatif bagi universitas-universitas Australia. Ini membuat banyak kampus enggan menerima mahasiswa dari negara-negara bagian India tersebut.

Larangan atas mahasiswa dari lima negara bagian India ini sangat kontroversial. Banyak yang menganggap ini tidak adil untuk menghukum semua mahasiswa India atas tindakan beberapa orang. Yang lain percaya bahwa larangan itu diperlukan untuk melindungi integritas program visa mahasiswa Australia.

Sejumlah besar mahasiswa yang brilian datang dari negara-negara bagian ini di India. Karenanya melarang seluruh negara bagian di India dipandang tidak adil.

Larangan ini memiliki dampak sangat signifikan bagi mahasiswa India yang sedang mempertimbangkan untuk belajar di Australia. Ini juga mungkin membuat lebih sulit bagi universitas Australia untuk menarik siswa berkualitas tinggi dari India.

Larangan ini juga cenderung memiliki dampak negatif pada hubungan antara Australia dan India. Penting bagi kedua negara untuk bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil untuk semua pihak yang terlibat.

Pengalaman mahasiswa India ini seyogianya mengajarkan kita untuk tetap mengikuti regulasi keimigrasian di Australia untuk mendapatkan visa pada satu sisi dan menjaga pengawasan mutu (quality control) untuk bisa kuliah di kampus-kampus Australia di sisi lain.

Suka tidak suka, Australia masih menjadi salah satu negara tujuan pendidikan global yang favorit bagi banyak negara sekaligus negara Barat terdekat dari Indonesia, dibandingkan Amerika Serikat atau Eropa.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Baca Juga

Aksi Kolaborasi Bangun Pondok Literasi Rosihan Anwar di Solok
Aksi Kolaborasi Bangun Pondok Literasi Rosihan Anwar di Solok
Pertengahan pekan lalu, saya mendapat kesempatan berbicara sekitar 10 menit di sesi seminar pendidikan dalam rangka Kongress Minang Diaspora
Dari Seminar Pendidikan MDN: Dialektika yang Hilang 
Digelar 4 Hari, Wisuda ke 90 UIN Imam Bonjol Luluskan 1.865 Wisudawan
Digelar 4 Hari, Wisuda ke 90 UIN Imam Bonjol Luluskan 1.865 Wisudawan
Politisi Partai Golkar Evelinda
Tingkatkan Kualitas Anak Bangsa, Evelinda Bakal Perjuangkan Beasiswa Siswa Berprestasi
Sekampung Mendidik Seorang
Sekampung Mendidik Seorang
Dunia pendidikan di Kota Bukittinggi ditambahkan dengan materi ABS-SBK. Penambahan muatan lokal ini ditujukan untuk pelajar SD dan SMP.
Muatan Lokal Bagi Siswa SD dan SMP di Bukittinggi, Ada Materi ABS-SBK