Jadi Rumit

Defil

Anggota KPU Kabupaten Solok, Defil (ist)

Menjadi penyelenggara pemilu memang penuh tantangan. Hal itu mulai saya rasakan sejak menjadi Anggota KPU dan melaksanakan pemilihan umum serentak 2019. Selain padatnya ritme kerja dan segala kritikan bahkan hujatan yang harus senantiasa diterima dengan kepala jernih, ternyata pada pemilihan kepala daerah persoalan sensitif lain yang cukup menyita pikiran juga muncul.

Soal itu adalah tentang angka-angka. Dimana bagi sebagian orang kalau berbicara angka-angka atau uang, merupakan persoalan yang sangat sensitif.

Untuk dapat menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, KPU harus mengajukan kebutuhan anggaran kepada pemerintah daerah. Sebagaimana diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah. Selain itu juga perintah Kementerian Dalam Negeri yang mengisyaratkan kepada KPU untuk mengajukan anggaran pemilihan kepala daerah kepada pemerintah daerah setempat.

Sesuai perintah tersebut, KPU Kabupaten Solok menyusun anggaran kemudian mengajukannya kepada pemda. Anggaran kemudian dibahas dan tidak mendapatkan titik temu.

KPU diminta melakukan rasionalisasi kembali agar kebutuhan anggaran bisa berkurang. Anggaran direvisi kembali dengan memakai standar biaya terendah seperti diatur dalam aturan menteri keuangan RI. Contoh kecil, honor tenaga adhoc tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang seharusnya menyamai upah minimum regional, sekarang dijadikan Rp1,8 juta saja perbulan.

Anggaran sudah dipress. Namun belum sempat hasil revisi disampaikan, surat datang. Jumlah anggaran pilkada sudah ditetapkan. KPU Kab. Solok diminta untuk menyesuaikan anggaran dengan yang sudah ditetapkan.

Hal tersebut sempat membuat KPU terkejut. Seharusnya Pemda dan KPU adalah sejoli yang saling mendukung. KPU adalah penyelenggara pemilu yang akan merealisasikan pergantian pimpinan di tingkat daerah 5 tahun yang akan datang. Pilkada adalah tugas besar bersama. Maka saling menghargai dan mendukung selayaknya menjadi prinsip kedua belah pihak.

Penyelenggaraan pilkada di Kabupaten Solok terdiri dari 14 kecamatan, 74 nagari akan melibatkam 281.902 pemilih. Untuk honor tenaga adhoc sudah menghabiskan dana sekitar Rp13 miliar. Belum logistik dan alat peraga kampanye. Jika dianggarkan Rp17 miliar, maka ada kekurangan dana sebanyak Rp10,9 miliar.

Berkaca dari kabupaten lain yang kondisinya mirip dengan Kabupaten Solok yakni, Kabupaten Pesisir Selatan dana sudah dianggarkan Pemda-nya sekitar Rp31 miliar.

Dengan kondisi tersebut, terpaksa KPU Kabupaten Solok menyatakan bahwa dengan anggaran Rp17 miliar, pilkada di Kabupaten Solok tidak bisa dilaksanakan.

Sembari menunggu respons dari pemerintah kabupaten, 3 Oktober 2019 beredar file radiogram dari Dirjen Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri yang ditujukan kepada Bupati dan Walikota. Intinya mengatakan, bagi daerah yang belum menandatangani NPHD dengan KPU agar hadir di RR Sesana Bakti Praja Kemendagri GD C, Jakpus 7 Oktober.

Pembahasan anggaran pilkada dibawa ke pusat. Jadi menambah kerumitan. Dan tentu menambah lagi biaya.

Masalah ini tidak hanya di Kabupaten Solok saja. Lebih dari separuh daerah yang akan menyelenggarakan pilkada di Sumbar, termasuk untuk pemilihan Gubernur Sumbar, dananya belum jelas duduk tegaknya.

Untuk seluruh Indonesia, dari 261 kabupaten kota yang berpilkada, ada 224 daerah yang anggarannya belum jelas. Tentunya ini disebabkan belum adanya kesepakatan antara KPU dan Pemda masing-masing terkait besaran anggaran pilkada. Padahal seharusnya penandatanganan NPHD antara dua belah pihak paling lambat sudah dilakukan 1 Oktober lalu.

Akibatnya, seluruh bupati, ketua KPU dan ketua Bawaslu diminta oleh Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri untuk hadir di Jakarta untuk membahas persoalan tersebut. Bayangkan, berapa anggaran yang dihabiskan jika dari 224 daerah, masing-masing bupati membawa stafnya, masing-masing ketua KPU dan Bawaslu juga membawa sekretariatnya. Jika persoalan anggaran sudah selesai di tingkat daerah, tentu pengeluaran ke Jakarta tidak ada.

Semoga dengan ke Jakarta masalah jadi selesai. Titik temu dapat bertemu. Jangan sampai anggaran ke Jakarta itu dihabiskan sia-sia. (*)

Baca Juga

Gugatan di MK Ditolak, KPU Solok Segera Tetapkan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih
Gugatan di MK Ditolak, KPU Solok Segera Tetapkan Bupati dan Wakil Bupati Terpilih
Tidak Terbukti Melanggar, DKPP Rehabilitasi Nama Baik KPU dan Bawaslu Kabupaten Solok
Tidak Terbukti Melanggar, DKPP Rehabilitasi Nama Baik KPU dan Bawaslu Kabupaten Solok
dkpp bukittinggi
Diadukan Iriadi Dt Tumangguang, DKPP Sidangkan KPU dan Bawaslu Kabupaten Solok Hari Ini
Buka Kotak Suara Tanpa Paslon Bersengketa, KPU Kabupaten Solok Disebut Tak Profesional
Buka Kotak Suara Tanpa Paslon Bersengketa, KPU Kabupaten Solok Disebut Tak Profesional
Ambil Bukti untuk Sidang MK, KPU Kabupaten Solok Buka Lagi 363 Kotak Suara
Ambil Bukti untuk Sidang MK, KPU Kabupaten Solok Buka Lagi 363 Kotak Suara
gerindra tanah datar | kapolri pilkada | Calon Kepala Daerah Independen Sumbar | pilgub sumbar
Resmi Ditetapkan Jadi Cabup Solok, Iriadi Kantongi Nomor Urut 4