Langgam.id - "Saat keluarga korban lagi bersedih dan saya bisa melakukan identifikasi (jenazah), keluarga korban kemudian senang. Kalau keluarga mereka tidak bisa diindentifikasi, tentu akan bertambah sedih," begitu ungkapan rasa suka Kombes Pol drg. Lisda Cancer, M. Biotech.
Pencapaian dalam pekerjaan bisa mengidentifikasi jenazah, satu dari sekian gambaran pengalaman berharga dokter spesialis gigi ini sebagai seorang abdi negara. Lisda, begitu sapaan akrabnya, merupakan salah satu srikandi di Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Barat (Sumbar).
Perwira menengah berpangkat tiga melati di pundaknya itu kini menjabat sebagai Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabid Dokkes) Polda Sumbar. Polwan satu ini telah menginjakkan kaki di Tanah Minang untuk bertugas sejak Januari 2021.
Sebelumnya, ibu tiga anak tersebut merupakan Kabid Disaster Victim Identification (DVI) Pusdokkes Mabes Polri. Lisda pernah memimpin operasi identifikasi para korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP pada 2018.
Bagi Lisda, sebelumnya ia tak pernah bermimpi untuk menjadi seorang polisi wanita (Polwan). Apalagi di lingkungan keluarga besarnya, tidak ada yang berlatar seorang anggota Polri maupun TNI.
Ketertarikan Polwan kelahiran Jakarta 1968 silam ini sebagai abdi negara hanya berawal dari masa pendidikan di kampusnya Universitas Indonesia. Kala itu, dirinya aktif ikut resimen mahasiswa.
Banyak para senior Lisda kala itu menjadi seorang Polri dan TNI setelah lulus. Hal ini mengalihkan pandangannya untuk juga ikut mencoba, meskipun saat itu dirinya telah menjadi seorang dokter.
Jiwa latihan semi militer di masa resimen mahasiswa ketika itu masih menyatu di dirinya dan memutuskannya untuk mencoba mengadukan nasib sebagai abdi negara.
"Pas lulus FKG UI, setelah sebulan lulus, ada pengumuman penerimaan sekolah perwira prajurit karir tahun 1994," katanya kepada langgam.id, Kamis (22/4/2021).
Keinginannya itu kemudian disampaikan ke orang tua. Ayahnya yang bernama Lamudir Ahmad dan Hanifah cukup binggung ketika itu.
"Papa saya binggung dan bilang apakah kuat? Kuat kata saya," ujarnya mengenang.
Lisda cukup beruntung. Dirinya yang mengikuti tes langsung dinyatakan lulus hanya satu kali percobaan. Tes psikologi kala itu memutuskannya untuk ditempatkan di korps Bhayangkara.
"Setelah lulus langsung pendidikan. Pendidikan di sekolah korps wanita angkatan darat di Bandung. Itu selama lima bulan," jelasnya.
Lulus pertama Lisda berpangkat Letnan Dua Polisi atau sekarang disebut Inspektur Dua (Ipda). Kemudian, ia melanjutkan pendidikan sekolah polisi wanita di Ciputat selama empat bulan.
"Total pendidikan sembilan. Pertama dinas di sekolah polisi wanita, dinas dan tinggal di situ. Ada poliklinik di sana," ujar Polwan asal Silungkang, Kota Sawahlunto ini.
Setelah mengabdi selama delapan tahun, Lisda berikutnya mengikuti jenjang untuk mendapat jabatan dengan mengikuti pendidikan pengembangan yang dinamakan ketika itu sekolah lanjutan perwira tahun 2003. Setelah lulus, ia langsung ditarik ke Mabes Polri.
Di Pusdokkes Mabes Polri bagian forensik, Lisda mengabdi mulai dari 2004 hingga 2020. Pada 2017, ia ditunjuk sebagai Kabid DVI yang bertugas mengidentifikasi jenazah korban bencana.
"Pada 2018 itu, karena saya Kabid DVI, saya ditunjuk sebagai DVI Commander operasi identifikasi para korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP," kenangnya sembari menyebutkan menjalani tugas sebagai abdi negara dengan mengalir begitu saja.
Sosok Seorang Ibu, Istri dan Kasatker
Walaupun seorang perempuan yang bertanggungjawab sebagai Kepala Satuan Kerja (Kasatker), Lisda berusaha bisa bekerja ekstra dan tak kalah dengan kaum laki-laki. Ia pun selalu memberikan dukungan dan semangat bagi polwan lainnya untuk tidak cengeng.
Begitupun, dalam menjalankan tugas di rumah. Lisda berusaha untuk bisa profesional dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga tercinta. Di balik seragam coklatnya, Lisda tetap hanya seorang istri dan sosok ibu dari tiga anaknya.
Prinsipnya, jika seluruh peran itu bisa dijalankan secara profesional maka akan berjalan baik. "Kalau lagi di kantor 100 persen total urusan kantor. Kalau di rumah 100 persen seorang istri dan ibu tiga anak," ucapnya.
Lisda mengakui keluarga besar selalu memberikan mendukung kepadanya. Meskipun terkadang para anaknya sedikit protes jika dirinya pulang larut malam. "Apalagi kalau ada tugas sekolah yang susah, anak ingin minta bantu saya," kata dia.
Tapi baginya itu bisa dijalankannya dengan baik dan profesional. Apalagi saat ini, ia telah bertugas di Sumbar. Baginya, berada di Ranah Minang merasakan seperti pulang kampung.
"Dapat surat tugas ke Sumbar sangat senang. Saya juga sering ke sini melatih DVI, hampir setiap tahun. Keluarga ayah dan ibu masih ada juga di Silungkang," tuturnya. (Irwanda/Ela)