Langgam.id – Pencak silat Minangkabau kembali meneguhkan posisinya sebagai warisan budaya dunia sekaligus alat diplomasi budaya melalui pameran etnofotografi karya Edy Utama yang bertajuk Pauleh: A Bridge for Cultural Diplomacy di The Asia and Pacific Museum, Warsawa. Pameran yang berlangsung dari 5 Desember 2024 hingga 12 Januari 2025, menyatukan seni bela diri tradisional dengan narasi diplomasi lintas budaya.
Sebelum tiba di Warsawa, karya ini telah dipamerkan di Makara Art Centre, Universitas Indonesia, Depok, pada November 2024, dan dibuka langsung oleh Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon. Dukungan dari Minangkabau Diaspora Network Global, yang kini dipimpin Fasli Jalal, turut memperkuat penyelenggaraan pameran ini.
Merajut Kedekatan Indonesia-Polandia
Kala pembukaan pameran pada Kamis (5/12/2024), Direktur The Asia and Pacific Museum Jozef Zalewski yang didaulat memberi kata sambutan, menilai pameran ini sebagai langkah penting dalam memperkenalkan budaya Indonesia, khususnya Minangkabau, kepada masyarakat Polandia.
“Meskipun koleksi kami banyak berasal dari Indonesia, koleksi Minangkabau masih terbatas. Kehadiran pameran ini memperkaya pemahaman kami tentang budaya yang unik ini,” ujarnya.
Pada pembukaan itu juga hadir Mantan Duta Besar Polandia di Jakarta Tomasz Lukaszuk, beserta Barbara Szysmanoswka yang menggantikan posisinya sebagai Dubes Polandi di Jakarta nantinya.
Senada dengan itu, Sekretaris Pertama Bidang Sosial dan Budaya KBRI Warsawa, Yoan Nike Afilia, menegaskan bahwa pameran ini mempererat hubungan diplomasi antara kedua negara. “Pameran ini menjadi awal perayaan 70 tahun hubungan diplomatik Polandia dan Indonesia yang jatuh pada tahun depan,” kata Yoan.
Peneliti musik Indonesia, Maria Ilnata, juga menyoroti bahwa pameran ini tidak hanya menyajikan seni tetapi juga menjadi medium refleksi atas hubungan budaya kedua negara. Menurutnya, pameran etnofotografi karya Edy Utama ini dapat dianggap sebagai langkah pertama untuk memperingati hubungan diplomasi antara Polandia dan Indonesia.
Dia menambahkan, tahun depan adalah tahun untuk memperingati 70 tahun hubungan diplomasi Polandia dan Indonesia. Pameran etnofotografi pencak silat Minangkabau ini meskipun dibuka 5 Desember 2024, namun akan berlangsung sampai 12 Januari 2025.
"Jadi program pameran ini dapat kita catat sebagai kegiatan pertama untuk memperingati 70 tahun hubungan diplomasi Polandia-Indonesia," kata Maria yang juga memangku tanggungjawab untuk koleksi Indonesia di The Asia and Pacifik Museum.
Keindahan Pencak Silat Minangkabau
Sebanyak 35 karya foto yang dipamerkan menampilkan keindahan gerak silek bayang, khas pencak silat Minangkabau, yang menonjolkan kepekaan terhadap gerakan tanpa kontak fisik. “Silat Minangkabau seperti Galombang dan Ulu Ambek menonjolkan nilai etik dan estetik yang mendalam,” jelas Edy Utama.
Marzanna Poplawska, seorang peneliti tentang Warisan Dunia Indonesia dari The Institute of Etnology of Cultural Anthropology at Warsawa University, mencoba menjelaskan, bahwa pencak silat dalam kebudayaan tradisi Minangkabau memang lebih memperlihatkan kepekaan terhadap gerak-gerik dalam ruang yang berjauhan.
Hal ini dibenarkan Edy Utama, bahwa pencak silat tradisi Minangkabau lebih mengutamakan serangan dan bertahan dari jarak jauh, yang disebut dengan silek bayang.
Menuurut Edy Utama, silek bayang, yang ditampilkan dalam pameran etnofotografi ini diperlihat dengan sangat jelas dari foto-foto yang ditampilkan. Edy Utama sebagai fotografer merekam dua genre pencak Minangkabau, yakni Silat Galombang dan Ulu Ambek.
"Kedua tradisi pencak silat ini memang mengutamakan silek bayang sebagai konsep dasarnya, dengan menjadikan nilai-nilai etik dan estetik sebagai acuannya," tukas pria asal Lubuk Sikaping yang akrab disapa Bung (Edy) ini.
Namun menurut Marzanna, yang dulu pernah belajar di ISI Yogyakarta, yang paling menarik dari foto-foto yang ditampilkan, adalah ekspresi pesilat yang sangat beragam dan memperlihatkan kedalaman penguasaan mereka terhadap pencak silat yang mereka mainkan.
Marzanna Poplawska, peneliti budaya dari Warsawa University, menyebut ekspresi para pesilat dalam foto-foto tersebut sangat menggambarkan kedalaman penguasaan seni bela diri mereka.
Pertunjukan Tari Rantak yang Memikat
Sebagai penutup acara pembukaan, Tari Rantak menjadi sajian memukau yang memadukan gerakan silat Minangkabau dengan seni tari. Pertunjukan ini melibatkan musisi dan penari dari Indonesia, Meksiko, dan Polandia. Musik gamelan dipadukan dengan talempong, memberikan sentuhan eksperimental yang unik.
Menurut Marzanna, Tari Rantak ciptaan Gusmiati Suid dipilih karena terinspirasi dari pencak silat Minangkabau, mempertegas bahwa seni bela diri ini mampu melahirkan karya seni baru yang memikat lintas budaya.
Pameran ini tidak hanya menjadi ajang memperkenalkan seni dan budaya Minangkabau kepada dunia tetapi juga simbol eratnya hubungan Indonesia-Polandia.
Edy Utama lahir di Lubuk Sikaping, Sumatra Barat, pada tahun 1959. Ia belajar sinematografi di Institut Kesenian Jakarta (LPKJ-IKJ, 1979–1981). Sebagai promotor budaya Minangkabau, ia juga seorang penulis, seniman pertunjukan, kurator festival, dan fotografer.
Kontribusinya telah membuatnya mendapatkan penghargaan dari Gubernur Sumatera Barat, Wali Kota Padang, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Foto-fotonya telah dipamerkan di Indonesia, Jerman, Jepang, dan Hawaii. (*/Yose Hendra)