Langgam.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah dilantik bersama Wakilnya Ma'ruf Amin untuk memimpin Indonesia lima tahun kedepan (2019-2024). Pelantikan itu berlangsung di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Sebelumnya, Jokowi bersama Jusuf Kalla telah melakukan berbagai pekerjaan dalam memimpin Indonesia. Namun, ada persoalan yang masih dianggap lemah dan kurang fokus di era lima tahun Jokowi periode pertama.
Menurut peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang, salah satu persoalan mendasar adalah tentang visi dalam penegakkan hukum di Indonesia. Sebab, lima tahun sebelumnya, Jokowi hanya fokus infrastruktur dan soal penegakan hukum dinilai “lapor merah”.
"Memang konektivitas untuk kepentingan investasi dalam pencapaian kesejahteraan. Sehingga hal-hal terkait dalam penegakkan hukum tidak terlalu menjadi perhatian (Jokowi),” kata peneliti PUSaKO, Charles Simabura saat dihubungi langgam.id, Minggu (20/10/2019) malam.
Misalnya, kata Charles, beberapa kasus Hak Asasi Manusia (HAM) masa lampau yang nyatanya tidak jadi terselesaikan. Begitu juga dengan lemahnya komitmen memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ada beberapa statement-statement
dari orang-orang sekeliling Pak Jokowi yang mengganggap KPK sebagai gangguan. Kalau yang lain-lainnya, banyaknya kepolisian represif terhadap atau untuk kritikan pemerintahan,” katanya.
Belum lagi soal ujaran kebencian yang kemudian menjadi dasar membungkam kritikan kepada pemerintah. Meskipun, tindak penegakan hukum yang lain tergolong standar. Namun yang menjadi bagian penting melihat kebebaskan terkait HAM.
"Salah satu indikatornya kebebasan menyampaikan pendapat, pesan korupsi, pelindung HAM dan ditambah dengan kasus pengurusan terkait penggandaan lahan yang juga belum terselesaikan sampai hari ini,” bebernya.
Begitu banyak persoalan penegakkan hukum atau HAM yang belum selesai di era kepemimpinan Jokowi. Termasuk, kasus tentang pengusuran terkait pembangunan pabrik Semen Indonesia. Konflik lahan yang hari ini masih terjadi dan kebakaran hutan kemarin baru terjadi juga.
Charles mengungkapkan, hal ini menunjukkan memang bahwa para pelaku pelanggaran hukum tidak takut, karena pemerintah tidak serius dalam penegakkan hukum. Padahal, ini berkaitan langsung dengan keamanan masyarakat, dan HAM.
“Kasus yang lebih spesifik seperti kasus novel, tapi ini salah satu saja yang lain juga ada. Termasuk kekerasan terhadap teman-teman media, teror-teror terhadap aktivis HAM. Jadi stigma-stigma yang dibangun terhadap kelompok kritik, radikal-lah, komunislah dan segala macam,” cetusnya.
Jokowi Menghindar dari Persoalan Hukum
Menurut Charles, Jokowi seperti menghindar dari persolan penegakkan hukum di Indonesia. Hal ini, katanya, dari pidato kenegaraan saat pelantikan yang disampaikannya tidak terlalu spesifik dan menyingung tentang persolan penegakkan hukum.
Malah, pidato kenegaraan Jokowi lebih fokus ke pengelolaan sumber daya manusia, infrastruktur dan investasi sebagai ikonnya dalam memimpin Indonesia lima tahun kedepan. "Jadi akhirnya memang sangat varientasi ekonominya masih tinggi, mungkin beliau berfikir kalau ekonomi bagus masyarakat akan sejahtera," katanya.
Tapi persoalannya investasi yang kebablasan harus berhati-hati karena potensial konflik dengan masyarakat terutama di daerah-daerah tempat investasi terjadi. Jokowi bisa belajar dari kasus-kasus lalu seperti investasi lahan. Ketika lahan milik masyarakat kemudian terjadi konflik dan itu terjadi.
"Memang masih jargon Jokowi investasi, birokrasi yang melayani. Melayani dalam, dalam artian ya kemudahan investasi," tuturnya.
Begitupun untuk tidak adanya dalam pidato Jokowi menyinggung pemberantasan korupsi. Charles berpendapat, hak ini akan menjadi tantangan besar dalam pemerintahan lima tahun Jokowi ke depan.
"Ketika beliau (Jokowi) menarik investasi di mana-mana dari dulu orang mau apabila birokrasinya bersih, jika perizinan lebih dari suap, jika penegakan hukumnya tidak diskriminatif dan tidak pandang bulu terhadap perilaku-perilaku menyimpang," katanya.
Kenyamanan terhadap investasi itu harus diikuti dengan penegakan hukum dan supermasi hukum, kalau tidak dengan tanda petik investasi terjadi "ala preman".
"Ketika ada investasi apabila ada menghalangi pasti akan dibabat habis, ini tidak boleh sebenarnya," sambungnya.
Charles mengatakan, akan menjadi aneh jika Pemerintahan Jokowi menarik investasi tapi kemudian dari segi penegakkan hukum tidak dibenahi. Padahal selama ini, membaiknya investasi di Indonesia berbarengan dengan membaiknya tim penegakan hukum. Jika tidak dilakukan, tidak akan mungkin.
"Orang (investor) akan berpikir potensial, bukan perosoalan kita bercerita ke luar negeri bahwa kita bagus, tapi bukti dalam negeri. Ketika orang itu datang dari dalam negeri mereka merasa aman tidak ada pungli segala macam dan tidak ada perilaku suap, jika mereka mengurus izin, kepastian hukum dan segala macam ini yang diharapkan," katanya.
"Jadi agak aneh juga jargon Jokowi seolah-olah menutup mata investasi soal ekonomi. Tapi tidak. Investasi sangat tergantung juga penegakan hukum, sosial masyarakat, kondisi politik, stabilitas keamanan. Jika tidak mengiringi, orang tidak akan berinvestasi ke Indonesia," sambung Charles.
Jokowi Tidak Bisa Lengah
Meskipun Pemerintahan Jokowi periode pertama tentang perosoalan penegakkan hukum tidak terlalu fokus, Charles tetap berpikir positif thinking. Ia berharap, Jokowi tidak lengah tentang perosoalan tersebut.
Karena, menurutnya, persoalan hukum merupakan urat nadi sebuah negara. Dan Jokowi, tidak akan bisa menghindar dari pentingnya penegakan hukum. "Karena beliau panglima penegakan hukum. Beliau membawahi kepolisian dan kejaksaan lainnya. Apabila tidak bisa dikomandoi dengan baik akan justru blunder dan merugikan beliau," jelasnya.
"Jadi beliau mengabaikan dan menutup mata terkait persolan hokum. Dia pasti tidak menjadi presiden yang sebenarnya. Sulit dan tidak mungkin beliau menghindar dari itu (persoalan hukum). Jadi bagaimana beliau tidak memperhatikan publik akan tetap menangih janji tanggungjawab beliau soal penegakan hukum," pungkasnya. (Irwanda/RC)