Langgam.id - Peserta Pemilu yang melakukan pelanggaraan dalam hal Alat Peraga Kampanye (APK) harus ditindak tegas. Pasalnya, sepanjang Pemilu April 2019 lalu, pelanggaran APK mendominasi kesalahan yang dilakukan peserta Pemilu.
Hal ini dikatakan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatra Barat (Sumbar) Vifner saat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) Fasilitasi Kampanye Pemilu 2019 yang digelar KPU Sumbar di Padang, Kamis (22/8/2019).
Terkadang, lanjut Vifner, aturan mempersempit ruang gerak partai. Kondisi ini membuat peserta pemilu terus mencari celah yang menyebabkan adanya pelanggaran. Ke depan, ia berharap aturan disederhanakan aturannya. Sehingga proses penegakan hukuman lebih mudah.
“Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran APK tidak tegas. Ini domainnya pembuat undang-undang. Selama ini, sanksi hanya administrative berupa penurunan. Kita tertibkan hari ini, besok muncul lagi. Kesannya adu kekuatan antara penyelenggara pemilu dan peserta pemilu,” katanya.
Untuk pemilu ke depan, lanjutnya, selain sanksi administratif, pelanggar APK hendaknya diberikan sanksi lainnya. Misalnya, jika melanggar sebanyak tiga kali, peserta pemilu bisa didiskualifikasi.
“Kalau diancam seperti itu pasti takut. Sanksinya harus jelas, idealnya harus dicantumkan dulu di Undang-undang,” ujarnya.
Senada dengan itu, pengamat politik Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra mengatakan, memang harus ada sanksi tegas untuk pelanggaran APK. Namun ada persoalan terhadap zonasi pemasangan APK yang diberikan oleh penyelenggara.
“Salah satu penyimpangan itu terus terjadi karena tidak ada penegakan hukuman yang tegas,” katanya.
Menurutnya, peserta pemilu memang ingin memanfaatkan seluruh ruang untuk dikenal dan terpilih. Namun di sisi lain, KPU tidak menjelaskan zonasi itu seperti apa. Sehingga, masing-masing daerah menterjemahkan zonasi secara berbeda.
“Makanya itu perlu diatur, pemerataan agar adanya keadilan. Keadilan antar peserta itu hanya bisa dapat saat aturan itu bisa diterapkan,” tuturnya. (Rahmadi/RC)