Langgam.id - Penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) kembali menghangat. Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sumatra Barat (Sumbar) menggelar aksi demontrasi di halaman kantor DPRD Sumbar, Selasa (23/7/2019).
Dari pantauan langgam.id, aksi demontrasi diawali dengan melakukan longmarch dari Simpang Presiden Jalan Khatib Sulaiman. Mahasiswa lantas terus berjalan kaki hingga memutari kantor wakil rakyat itu. Setelah itu, para pendemo lalu berkumpul di depan kantor DPRD.
Beragam spanduk pun digotong mahasiswa. Ada yang bertuliskan 'Revisi RUU PKS', ada pula 'RUU PKS Punya Siapa'. Sebagian juga menuliskan 'Tolak RUU PKS, dan 'Indonesia Darurat kekerasan' di ikat kepala.
Secara bergantian, mahasiswa ini berorasi di depan kantor DPRD. Mereka mengaku masyarakat resah atas RUU PKS yang mengandung banyak pasal multitafsir.
Mereka menyebut, RUU PKS tidak menjadi solusi bagi masyarakat Indonesia. Sebab, RUU ini tidak akan menjamin kekerasan seksual hilang di negara ini. "Indonesia tidak bisa disamakan dengan HAM internasional," teriak para pendemo.
Tak lama berselang, mahasiswa ini lantas diajak berdiskusi ke dalam ruangan kantor DPRD Sumbar. Mereka disambut Wakil Ketua DPRD Sumbar Arkadius Dt Intan Bano.
Koordinator aksi Ismail Zainuddin mengatakan, pihaknya menolak RUU-PKS, terutama pasal karet yang tidak sesuai dengan norma di Indonesia, terutama di Sumbar. "Banyak kata multitafsir. Seperti kata pemaksaan, banyak tafsiran yang berbeda-beda," katanya.
Ia khawatir, jika RUU-PKS ini disahkan, seorang anak kelak bisa mempidanakan orang tuanya, jika suatu waktu mereka dipaksa menikah atau hal lainnya. Menurutnya, RUU-PKS ini menghilangkan menghilangkan peran keluarga untuk mengarahkan dan mendidik anaknya ke arah lebih baik.
"Ada juga aborsi yang dibolehkan, itu yang kita permasalahkan," katanya.
Menurutnya, beberapa pasal di RUU-PKS dapat menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. Bahkan, lahir pula anggapan RUU itu melegalkan LGBT dan zina.
"Pasal karet itu harus diubah, bukan dihilangkan secara keseluruhan. Intinya, kita ingin RUU direvisi. Sebab, beberapa pasalnya menimbulkan polemik dan perpecahan di tengah masyarakat," ujarnya.
Menanggapi hal itu, Wakil ketua DPRD Sumbar Akardius Dt Intan Bano mengatakan, pihaknya telah menyiapkan banyak peraturan daerah (Perda) untuk menghindari kondisi, jika nantinya RUU-PKS disahkan.
Diantaranya, Perda anti maksiat, ketahanan keluarga, pemberdayaan pemuda, keolahragaannya dan sebagainya. "Kalau kemiskinan mengarah kepada kekufuran, kami juga menyiapkan kesejahteraan sosial," katanya.
Menurutnya, sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, DPRD Sumbar juga menentang kondisi yang dikeluhkan mahasiswa itu. Menurutnya, memang terdapat beberapa pasal yang bertentangan dengan nilai agama Islam dan adat di Minangkabau khususnya.
"Sudah kami sampaikan. Kami berbagi kewenangan dengan pusat. Kami hanya bisa sampaikan. Tapi mengatasi kekhawatiran itu, kami siapkan berbagai Perda," ujarnya.
Memang, lanjut Arkadius, pemerintah yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan pemerintah yang lebih tinggi. Namun, sejauh itu kearifan lokal, bisa dilakukan. Hingga saat ini, Perda yang dibuat oleh DPRD Sumbar terbukti tidak ada yang dibatalkan.
"Kita tidak menyalahkan RUU ini, tapi pasal karet yang dikhawatirkan itu memang menjadi masalah. Kami minta pemerintah pusat dan DPR RI untuk memperhatikan itu," katanya. (Rahmadi/RC)