Langgam.id - Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra V mulai memasang puluhan hexapod yang disusun di belakang Monumen Merpati Perdamaian, Kota Padang.
Diketahui, Monumen Merpati Perdamaian yang diresmikan Presiden Joko Widodo, 12 April 2016 itu terancam roboh. Pasalnya, abrasi pantai sudah mengikis bagian belakang kawasan monumen tersebut.
Mengantisipasi hal itu, BWS Sumatra V, memasang hexapod di bagian belakang monumen. Hexapod merupakan batu beton terdiri atas enam sisi yang nantinya sebagai pemecah ombak. Direncanakan, penyusunan hexapod melintang sepanjang 20 meter dengan tinggi 2,5 meter yang ditargetkan rampung hingga satu bulan kedepan.
Pelaksana Teknis Operasi Perawatan II BWS Sumatra V, Riashel mengatakan, selain pemasangan hexapod, pihaknya juga bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut untuk gotong royong penyusunan karung-karung pasir. Karung pasir berbagai ukuran di susunan sebagai penahan terkahir di pondasi belakang monumen.
"Mudah-mudahan hari ini selesai gotong royong memasang karung untuk perkuat pondasi. Di belakang, disusun (karung), nanti di depan karung baru hexapod. Jadi nanti jaraknya tujuh meter dari titik pondasi belakang monumen," ujar Riashel kepada Langgam.id di Monumen Merpati, Kamis (31/10/2019).
Dikatakannya, abrasi yang terjadi hingga merusak bagian belakang Monumen Merpati Perdamaian telah berlangsung sejak Mei 2019. Namun, saat itu sudah ditangani dengan pemasangan karung-karung berukuran besar, tapi masih belum sanggup menahan abrasi.
"Agustus kembali dipasang, akhirnya ombak yang terlalu besar tidak sanggup menahan juga. Di bulan Oktober ini paling parah, karena kondisi ombak sangat besar," ungkapnya.
Parahnya abrasi yang melanda Monumen Merpati Perdamaian, kata Riashel diakibatkan penahan ombak (seawall) yang dibangun terlalu pendek dari bibir pantai.
Rencananya, BWS Sumatra V akan mengirim surat ke Kementerian PUPR untuk pembangunan ulang seawall secara permanen.
"Tahun 2020 akan kami surati Dirjen Kementerian PUPR untuk membuat permanen (seawall). Karena ini penanganan langsung dari kementerian, jadi akan kami surati. Kalau untuk penanganan darurat ini, setidaknya memakan dana Rp250 juta," jelasnya. (Irwanda/ZE)