Langgam.id - Kasus tragis “Polisi Tembak Polisi” di Solok Selatan (Solsel) bukan sekadar insiden kriminal biasa. Peristiwa yang menggemparkan ini menjadi cermin ketidakadilan dalam penegakan hukum, terutama terkait tambang ilegal yang telah berlangsung puluhan tahun di Sumatera Barat (Sumbar). Kasus ini pun menggugah seorang tokoh masyarakat asal Solsel untuk menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden RI, Ketua DPR RI, Kompolnas, dan Kepolisian RI.
Dalam surat terbuka itu, disebutkan bahwa penambangan ilegal di Solsel adalah “puncak gunung es” dari masalah sistemik yang mengakar selama dua dekade terakhir. Kegiatan tambang ilegal—termasuk tambang emas dan galian C—telah menghancurkan lingkungan hidup secara masif, mengakibatkan deforestasi akut, kerusakan aliran sungai, dan degradasi hutan lindung. Mirisnya, para pelaku utama dan aktor intelektual di balik tambang-tambang ilegal ini seolah kebal hukum.
Disampaikan, masyarakat Solsel menyaksikan sendiri bagaimana oknum pejabat publik memanfaatkan puluhan alat berat untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara ilegal. Dua lokasi tambang besar tanpa izin—di Bukit Gadang, Kecamatan Sangir Balai Janggo, dan di dekat kantor penegak hukum di Jorong Sei Padi, Nagari Lubuk Gadang—menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum belum menyentuh pelaku besar.
Sementara itu, tambang rakyat di aliran sungai seperti Batang Bangko dan Batang Suliti lebih sering menjadi sasaran tindakan hukum. Padahal, tambang kecil ini memiliki dua sisi manfaat: membantu ekonomi masyarakat yang terpuruk dan mengurangi sedimentasi sungai yang berpotensi memicu banjir di daerah sekitar Muara Labuh.
“Jika tambang rakyat ini dikelola dengan izin resmi, masyarakat tidak lagi hidup dalam bayang-bayang pelanggaran hukum. Justru ini bisa menjadi solusi untuk mendukung keberlanjutan lingkungan,” ujar tokoh masyarakat dalam surat terbukanya.
Investigasi Mendalam untuk Keadilan
Kasus penembakan Kasat Reskrim Polres Solsel, AKP Ulil Ryanto Anshar, oleh Kabag Ops Polres Solsel, AKP Dadang Iskandar, diduga terkait dengan upaya penegakan hukum terhadap tambang ilegal. Namun, tokoh masyarakat meminta agar investigasi tidak berhenti pada kasus penembakan semata.
“Ada dugaan kuat praktik ‘uang payung’ senilai Rp35 juta per alat berat per bulan yang telah berlangsung selama lebih dari 10 tahun. Jika ini tidak diungkap secara menyeluruh, hukum hanya menjadi alat untuk menindas yang kecil dan melindungi yang besar,” bunyi surat tersebut.
Nurfirmanwansyah, anggota DPRD Sumbar dari Fraksi PKS, turut bersuara. Ia berharap kasus ini menjadi momentum untuk membersihkan Solsel dari tambang ilegal. “Masyarakat harus diberi kesempatan untuk melegalkan aktivitas tambangnya, sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang dan sesuai aturan,” tegasnya.
Revisi UU Minerba: Kunci Pengawasan Tambang
Ahli geologi dan vulkanologi Sumbar, Ade Edwar, menyoroti kelemahan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang mengambil alih kewenangan pengelolaan tambang dari pemerintah daerah. “UU ini justru memperburuk pengawasan tambang ilegal. Provinsi hanya memiliki kewenangan mengawasi tambang berizin, sementara tambang ilegal tidak tersentuh,” ujarnya.
Ade menegaskan pentingnya revisi UU Minerba agar pengawasan, pembinaan, dan pengendalian tambang dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup.
Hal ini juga diamini oleh seorang pejabat Dinas ESDM Sumbar. “Kami tidak punya kewenangan untuk mengawasi tambang ilegal. Tanpa kewenangan, tidak ada anggaran untuk pengawasan tambang yang marak,” jelasnya.
Harapan untuk Masa Depan yang Adil
Peristiwa tragis di Solsel adalah panggilan bagi seluruh pihak untuk menegakkan hukum dengan adil dan jujur. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih; pelaku besar harus diadili setegas pelaku kecil. Revisi UU Minerba menjadi langkah krusial untuk mengembalikan kewenangan pengawasan kepada daerah, memastikan tambang ilegal bisa dikelola dengan bijak, dan menyelamatkan lingkungan yang sudah di ambang kehancuran.
Adapun harapan pamungkas dalam surat terbuka ini; Pak Presiden, hentikan mafia tambang sekarang juga! Jangan biarkan hukum menjadi panggung ketidakadilan. Warga Solok Selatan dan Sumatra Barat menunggu tindakan nyata. (*/Yh)