Restoran Padang dan Tradisi Makan Nasi

Restoran Padang dan Tradisi Makan Nasi

Donny Syofyan, S.S., Dippl. PA., M.HRM., M.A. (Foto: Dok. Pribadi)

Restoran atau rumah makan Padang ditemukan hampir di mana-mana di Tanah Air. Rumah makan ini dikenal dengan kebiasaannya memberikan porsi nasi yang banyak. Untuk dibawa pulang, penjualnya bahkan menyajikan dua sendok besar.

"Tambuah ciek" (satu porsi lagi) adalah ungkapan bahasa Minang yang paling populer, yang diteriakkan oleh para pelanggan dari semua kelompok etnis kepada para pelayan, bahkan seringkali sebelum mereka menghabiskan nasi di piring di atas meja.

Anda tidak bisa menikmati hidangan Padang yang lezat dan pedas seperti gulai, rendang dan dendeng balado tanpa nasi. Semakin pedas hidangan, semakin banyak nasi yang Anda butuhkan

. Restoran Padang mungkin bertalian dengan fakta mengapa orang Indonesia menjadi pengecualian terhadap aturan di antara negara-negara Asia; meningkatnya kemakmuran berarti menurunnya konsumsi nasi. Ketika Indonesia bergabung dengan kelompok negara-negara berpenghasilan menengah, kita mengonsumsi lebih banyak nasi.

Sejak 2014, Presiden Jokowi menggelontorkan banyak uang untuk memperbaiki dan membangun reservoir dan jaringan irigasi, membersihkan lahan untuk budidaya padi baru di luar Jawa dan memberikan bantuan kepada petani. Beliau ingin Indonesia mencapai swasembada beras pada 2017.

Bahkan beliau dengan nada serius menegaskan akan memecat Menteri Pertanian Amran Sulaiman jika tujuannya tidak terpenuhi. Namun upaya ini baru tercapai pada 2022 ketika Direktur Jenderal IRRI Jean Balie menyerahkan penghargaan International Rice Research Institute (IRRI) atas keberhasilan sistem ketahanan pangan Indonesia dalam hal swasembada beras pada 14 Agustus 2022.

Pada 1980-an, Presiden Soeharto berusaha sekuat tenaga untuk mengubah Indonesia, yang selama bertahun-tahun sebagai pembeli terbesar di pasar beras dunia, untuk menjadi mandiri, swasembada beras.

Pada tahun 1985, ia memperoleh penghargaan PBB yang bergengsi untuk pencapaian ini. Namun, beberapa tahun kemudian, Indonesia menoleh ke pasar beras global untuk menebus luasnya kesenjangan kebutuhan beras di Tanah Air.

Tanpa perubahan kebiasaan makan, peningkatan populasi Indonesia berarti bahwa kita harus menghasilkan lebih banyak beras untuk memenuhi permintaan dalam negeri.

Meningkatnya pendapatan juga berarti konsumsi beras per kapita menjadi lebih tinggi. Ini berbeda dengan Jepang, Korea dan Cina yang berhasil mempelbagaikan kebiasaan diet warganya. Menurut International Rice Research Institute (IRRI) yang berbasis di Manila, pada tahun 2004 rata-orang rata Indonesia mengonsumsi 124 kilogram beras, dan angka itu meningkat menjadi 127 kg pada tahun 2009.

Dibandingkan negara-negara Asia Tenggara yang lebih miskin seperti Myanmar dan Kamboja, konsumsi beras Indonesia berada di peringkat lebih tinggi di Asia. Rata-rata masyarakat Malaysia, Jepang, Korea dan Cina mengonsumsi nasi masing-masing 74 kg, 54 kg, 81 kg dan 76 kg pada tahun 2009.

Hanya orang Thailand dan Vietnam yang makan lebih banyak nasi daripada orang Indonesia, dengan konsumsi per kapita 133 dan 141 kg pada tahun 2009. Mereka kemudian menjadi eksportir besar dan Indonesia biasanya membeli beras dari mereka.

Mengingat kecilnya volume beras yang diperdagangkan di pasar dunia karena dipasok oleh segelintir eksportir, ketergantungan impor membuat Indonesia rentan terhadap gejolak harga. Ketika banyak negara-negara Afrika mengonsumsi dan mengimpor beras, Indonesia menghadapi tantangan ketahanan pangan yang serius.

Karenanya, kebijakan Presiden Jokowi untuk memacu swasembada pangan (beras, jagung dan kedelai) sangat tepat. Bagian dari solusi buat menjaga tantangan swasembada beras ke depan adalah mengubah kebiasaan makan, khususnya dari kalangan kelas menengah yang jumlahnya terus bertambah. Kebanyakan mereka mengonsumsi nasi lebih banyak seiring dengan peningkatan pendapatan mereka.

Bagaimana Anda bisa menolak nasi goreng untuk sarapan? Bagaimana Anda bisa menjauh dari berbagai makanan ringan berbahan beras seperti lemper dan arem-arem? Dan bagaimana Anda bisa mengatakan tidak pada 'nasi tambuah' yang dihidangkan di restoran Padang?

Bukan hal aneh banyak di antara kita yang begitu sampai di rumah makan nasi lagi setelah sebelumnya menyantap steak atau burger di restoran Barat. "Tidak ada nasi, belum makan" menjadi pameo klasik bagi banyak orang Indonesia.

Sugesti ini menjadikan persoalan makan ditentukan oleh pikiran daripada kebutuhan perut. Tidak heran mengapa hari ini kita menemukan semakin banyak pria Indonesia (usia muda maupun usia pertengahan) dengan perut yang membuncit, ini karena ‘nasi’ bukan karena ‘bir.’

Mereka mengonsumsi lebih banyak asupan karbohidrat daripada yang bisa dibakar tubuh. Sebagian besar karena porsi nasi yang dimakan.

Jokowi memang tidak terlihat seperti kebanyakan pria di Tanah Air. Ia sering menyifati dirinya sendiri sebagai sosok kurus yang 'ndeso.' Sosoknya membuatnya sebagai ikon yang cocok untuk kampanye pemerintah dalam mengubah kebiasaan diet masyarakat agar mengonsumsi sedikit nasi, khususnya kelas menengah yang sedang naik daun dan terus saja makan nasi tiga kali sehari.

Apa sih rahasia Presiden untuk tetap langsing? Mungkin beliau berkenan untuk membaginya dengan masyarakat. Tidak diragukan lagi banyak yang akan mengikutinya. Toh, kita punya presiden sebagai 'trend setter' buat gaya hidup, termasuk bagaimana melakoni hidup sederhana.

Bagaimana dengan mengganti nasi dengan lebih banyak ikan, apalagi setelah Jokowi melarang nelayan negara tetangga mencuri di perairan kita? Bukankah ini sebagai bagian dari negara maritim yang kita cita-citakan?

Mengganti karbohidrat dengan protein dalam diet harian kita akan menjadi cara terbaik dan sehat untuk melakukan diversifikasi karbohidat. Apakah ini berarti kita harus meninggalkan restoran Padang? Sama sekali tidak, bahkan restoran Padang bisa menjadi bagian dari solusi. Caranya bagaimana? Pertama, restoran Padang bisa menawarkan penyajian porsi nasi yang lebih kecil, tentu dengan harga yang lebih murah.

Untuk take-away cukup satu sendok besar saja, bukan dua seperti yang lazim selama ini. Kedua, restoran Padang mulai meragamkan pilihan karbohidatnya, seperti jagung atau ketela pohon pada hari-hari tertentu.

Ketiga, restoran Padang dapat memperbanyak variasi hidangan ikan. Keempat, restoran Padang bisa membuat hidangan tidak terlalu pedas sehingga bisa mengurangi godaan untuk 'tambuah ciek.'

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Baca Juga

Festival Kuliner Multi Etnis, Kenali Keberagaman Lewat Makanan
Festival Kuliner Multi Etnis, Kenali Keberagaman Lewat Makanan
Sumbar cukup dikenal sebagai daerah di Indonesia yang memiliki makanan yang enak dan menggugah selera. Seperti nasi padang dengan beragam
4 Minuman Khas Sumbar yang Patut Dicoba Saat ke Ranah Minang
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Mengawal Rumah Makan Padang
Mengawal Rumah Makan Padang
Saiyo Sakato, Nasi Padang dan Poligami
Saiyo Sakato, Nasi Padang dan Poligami
Aroma Nasi Kapau Autentik Menguar di Jakarta Selatan
Aroma Nasi Kapau Autentik Menguar di Jakarta Selatan