Saiyo Sakato, Nasi Padang dan Poligami

Saiyo Sakato, Nasi Padang dan Poligami

Donny Syofyan, S.S., Dippl. PA., M.HRM., M.A. (Foto: Dok. Pribadi)

Resensi Film

Serial Saiyo Sakato beberapa waktu lalu menjadi trending di Netflix Indonesia.  Serial drama Saiyo Sakato ini merupakan seri web Indonesia yang dirilis pada tahun 2020 dan disutradarai oleh Gina S. Noer.

Serial drama ini pertama kali ditayangkan di Goplay dan kini sudah dapat ditonton secara umum melalui layanan streaming Netflix. Dalam serial ini, Saiyo Sakato adalah nama restoran Padang, lebih dikenal sebagai Ruman Makan Padang.

Mengunjungi rumah makan dalam budaya Minangkabau merupakan salah cara untuk menyelesaikan konflik. Yang menjadi premis dalam drama keluarga sepuluh episode ini adalah sebuah pertanyaan sederhana: Apa yang akan terjadi jika koki restoran, yang diam-diam memiliki istri kedua, meninggal?

Pada awal episode pertama, Mardiana (Cut Mini) ditampilkan sebagai sosok ibu yang tengah berkabung setelah suaminya ditemukan meninggal karena serangan jantung. Saat ia larut belajar menciptakan kembali resep-resep terkenal suaminya dan mencoba memutuskan siapa di antara anak-anaknya yang layak memimpin restoran, seorang wanita muda mampir ke dalam hidupnya, Nita (Nirina Zubir).

Nita mengakui bahwa ia juga istri dari almarhum suami Mardiana, Uda Zul (Lukman Sardi). Bersama putranya yang masih sekolah, ia menyatakan minatnya untuk bergabung dengan keluarga besar, seperti tertera dalam surat wasiat Uda Zul. Karena kaget, Mardiana melarang Nita bergabung dengan rumah makannya.

Lalu Nita menyewa sebuah bangunan kosong di depan rumah makan Saiyo Sakato untuk membuka restorannya sendiri, menggunakan nama yang sama dan menggunakan resep Uda Zul. Serial ini mengeksplorasi bagaimana kedua rumah makan ini bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling otentik dan yang paling berhak, termasuk dari pendapatan mereka setiap bulan, pengikut Instagram masing-masing dan bahkan penampilan di acara TV lokal.

Siapa yang menjadi pemenang kemudian dapat menggunakan Saiyo Sakato sebagai nama rumah makan.

Sungguh pun serial ini seputar rumah makan Padang, nasi Padang secara khusus atau makanan secara umum bukanlah menjadi pusat cerita, berbeda misalnya dengan Aruna & Lidahnya (2018) dan Tabula Rasa (2014). Kisah utama serial ini adalah poligami dan dampaknya. Dan tidak seperti kebanyakan film Indonesia tentang poligami, Saiyo Sakato tidak menampilkan lembaga patriarki di layar kaca.

Berbagi Suami besutan Nia Dinata (2006) and Athirah yang disutradarai oleh Riri Riza (2016) menghadirkan pria pelaku poligami sebagai antagonis cerita. Sementara dalam Ayat-Ayat Cinta (2008) yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo, laki-laki yang menjalankan poligami menjadi protagonis, bahwa poligami tidak serta-merta berdasarkan hasrat seksual.

Tetapi Saiyo Sakato menunjukkan hal yang berbeda. Dengan membuang jauh-jauh lembaga dan kuasa patriarki, Saiyo Sakato ini menjadikan serial ini lebih terfokus pada bagaimana kedua istri berinteraksi setelah wafatnya Uda Zul.

Di sinilah unsur makanan memperkuat jalannya cerita. Ia digunakan sebagai metafora obsesi. Mardiana maupun Nita sama-sama terobsesi untuk membuktikan masing-masing satu-satunya istri yang sah dan berhak mendapatkan warisan Uda Zul.

Sebagai sutradara dan penulis naskah, Gina S. Noer berhasil memperlihatkan bagaimana ketiadaan pria yang berpoligami dapat melanggengkan ketegangan di antara kedua istrinya. Sosok Uda Zul memang tidak hadir lagi secara fisik, tetapi ia adalah sentral pembicaraan istri-istrinya. Ironi itu kian kuat dilihat dari bagaimana seorang pria yang tidak ada lagi dapat menimbulkan kerusakan pada orang yang dicintainya.

Dengan sentuhan halus, Gina menyoroti kekuatan patriarki, bahkan di atas karakter wanita yang kuat yang dipelihara dalam masyarakat matriarkal.

Persaingan antara kedua istri juga memicu dinamika yang tidak diduga. Melalui serangkaian kompetisi, mereka akhirnya mengenal satu sama lain dengan lebih baik. Nita, misalnya, menemukan bahwa almarhum Uda Zul memiliki utang jutaan rupiah, dan Mardiana mengetahui bahwa Nita bersedia membayar hutang ini.

Sutradara dan penulis skenario Gina memang tidak asing dengan film-film bertemakan keluarga. Di Keluarga Cemara (2019), Abah (Ringgo Agus Rahman) ingin membuat keluarganya bahagia karena situasi keuangan mereka memburuk. Dalam Posesif (2017), Gina mengeksplorasi bagaimana orang tua tunggal berdampak pada anaknya (Lala menjadi kompetitif dan Yudhis berlaku kasar).

Sedangkan di Dua Garis Biru (2019) Gina menceritakan kisah tentang bagaimana dua keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda mungkin memiliki kesamaan atas pendidikan seks. Di Saiyo Sakato, Gina hendak menguji seberapa jauh Nita dan Mardiana mampu menjunjung tinggi kehormatan keluarga mereka.

Serial ini agaknya tampak serius, tetapi juga ringan dan menghibur dengan penggambaran kompetisi yang tidak sehat, persaingan saudara dan cinta terlarang yang klasik. Beberapa karakter akan membuat Anda tertawa, dan konflik sehari-hari yang mereka temui adalah ihwal nyata yang Anda temukan dalam kehidupan nyata.

*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Baca Juga

kota padang
Restoran Minang Akan Hadir di Madinah
Pabaruak, Film Terpilih Fesbul Bertemakan Kearifan Lokal Minangkabau Diputar di Kota Padang
Pabaruak, Film Terpilih Fesbul Bertemakan Kearifan Lokal Minangkabau Diputar di Kota Padang
Soenting Melajoe: Film Perdana tentang Roehana Koeddoes, Pahlawan Nasional dan Wartawati Pertama Indonesia
Soenting Melajoe: Film Perdana tentang Roehana Koeddoes, Pahlawan Nasional dan Wartawati Pertama Indonesia
Salah satu daerah di Sumbar terpilih menjadi lokasi syuting film Palm's Oil Love yang akan diproduksi oleh Yayasan Bentang Merah Putih.
Libatkan Aktor 2 Negara, Agam Akan Jadi Lokasi Syuting Film Palm's Oil Love
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Mengawal Rumah Makan Padang
Mengawal Rumah Makan Padang