Rencana Pembangunan PLTP di Pandai Sikek Tuai Penolakan

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tandikek-Singgalang di Nagari Pandai Sikek, Tanah Datar, menuai penolakan

Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tandikek-Singgalang di Nagari Pandai Sikek, Tanah Datar, menuai penolakan

LANGGAM.ID – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Tandikek-Singgalang di Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, menuai penolakan keras karena akan berdampak pada sumber daya air, lahan pertanian produktif.

Pada 17 Februari 2024, Kerapatan Adat Nagari (KAN) Pandai Sikek telah mengeluarkan keputusan resmi menolak rencana eksplorasi panas bumi di Jorong Pagu-pagu. Keputusan ini didasarkan pada keterbatasan lahan pertanian masyarakat yang menjadi sumber utama penghidupan, lokasi wellpad PLTP yang berada di lahan pertanian produktif, serta potensi konflik sosial jika proyek dipaksakan. 

"Berdasarkan musyawarah adat, KAN menegaskan bahwa masyarakat Pandai Sikek tidak memberikan persetujuan terhadap pembangunan PLTP tersebut," ujar Direktur WALHI Sumbar Wengki Purwanto.

Wengki menyebutkan pembangunan panas bumi harus mematuhi prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), yakni persetujuan bebas, didahulukan, dan berdasarkan informasi yang lengkap tanpa paksaan. "Jika masyarakat menolak secara sadar dan tanpa paksaan, maka itu sah secara hukum maupun moral," ujarnya.

WALHI juga mengingatkan bahwa pembangunan PLTP memiliki dampak serius, antara lain peningkatan aktivitas seismik atau gempa, risiko tanah longsor di kawasan rawan bencana, persaingan sumber daya air yang berpotensi menyebabkan kekeringan, pencemaran tanah dan udara yang mengancam kesehatan masyarakat, hilangnya keanekaragaman hayati, lepasan gas beracun yang dapat menimbulkan korban jiwa, serta tambahan emisi gas rumah kaca dari siklus operasional PLTP.

Sementara itu, Kepala Divisi Kampanye LBH Padang Calvin Nanda Permana menilai proses perizinan yang diberikan oleh kementerian ESDM kepada perusahaan tidak melibatkan masyarakat secara bermakna. Hingga kini, masyarakat tidak pernah dilibatkan secara penuh, mulai dari proses perencanaan hingga ke tahapan-tahapan selanjutnya. 

"Partisipasi yang dilakukan hanya formalitas, tanpa memberikan ruang bagi warga untuk menentukan sikap secara bebas, sadar, dan mendapat informasi yang cukup (meaningful participation) pada saat dikeluarkannya izin perusahaan," katanya. 

Selain itu, ia menambahkan, jika dilihat dari portal ESDM, izin yang dimiliki oleh perusahaan adalah WPSPE - Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan Eksplorasi yang dikeluarkan pada tahun 2013, yang artinya menurut UU 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Permen ESDM No. 17 Tahun 2012 tentang Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi, izin eksplorasi dari perusahaan sudah tidak lagi berlaku dan tahapan-tahapan yang dilakukan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. 

Lebih jauh, UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi Pasal 8 ayat (1) menegaskan bahwa pembangunan PLTP hanya bisa dilakukan pada Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), bukan sekadar WPSPE. Sampai hari ini, tidak pernah ada penetapan WKP untuk proyek PLTP Tandikek–Singgalang. 

"Fakta ini menunjukkan bahwa upaya perusahaan untuk melanjutkan pembangunan PLTP di Nagari Pandai Sikek tidak hanya mengabaikan aspirasi masyarakat, tetapi juga tidak memiliki dasar hukum yang sah," katanya.

Menurut Calvin, praktik di berbagai daerah menunjukkan bahwa operasional PLTP memicu konflik sosial, seperti kasus PT Geo Dipa Energi vs masyarakat Wae Sano di Manggarai Barat tahun 2016, PT Hitay Daya Energy vs masyarakat Gunung Talang di Solok tahun 2018, PT Ormat Geothermal vs masyarakat Wapsalit di Maluku tahun 2022, hingga PLN vs masyarakat Poco Leok di Manggarai tahun 2023. 

"Pandai Sikek tidak ingin masuk dalam daftar panjang konflik geothermal akibat pengabaian hak ulayat, lingkungan dan wilayah kelola rakyat," katanya.

Penolakan masyarakat Pandai Sikek memiliki landasan kuat dalam konstitusi. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sementara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 119/PUU-XXIII/2025 menegaskan pentingnya perlindungan lingkungan hidup dalam setiap kebijakan pembangunan. 

Ia mengatakan, pembangunan energi terbarukan memang penting, namun tidak boleh mengorbankan hak masyarakat adat, tanah ulayat, dan keberlanjutan pertanian. Pandai Sikek menegaskan bahwa masa depan energi hijau seharusnya tidak menambah beban baru berupa konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan ancaman pangan. (fx)

Baca Juga

Tangkapan layar Wakil Bupati Padang Pariaman di Nagari Kapalo Hilalang
Warga Usir Wakil Bupati Padang Pariaman di Kapalo Hilalang: Konflik Lahan yang Tak Kunjung Usai
BPBD Kabupaten Agam membagikan air bersih untuk 200 kk yang terdampak kekeringan di Nagari Biaro Gadang, Kecamatan Ampek Angkek.
Kekeringan Melanda Sejumlah Daerah Sumbar, BMKG: Akibat Kemarau Panjang
Penyerang Semen Padang FC, Ronaldo Kwateh saat sesi latihan. Foto: @ronaldokwateh7
Starting XI Semen Padang FC Lawan PSBS Biak, Menanti Debut Ronaldo
HUT ke-24, Partai Demokrat Sumbar Teguhkan Komitmen Berjuang Bersama Rakyat
HUT ke-24, Partai Demokrat Sumbar Teguhkan Komitmen Berjuang Bersama Rakyat
Mantan pemain PSP Padang sekaligus mantan pelatih Semen Padang, H. Oyong Liza bin Batlis,
Legenda Semen Padang FC  Oyong Liza Tutup Usia
Dua orang meninggal dalam kecelakaan tunggal bus pariwisata di pintu keluar Jalan Tol Padang Sicincin pada Minggu malam 7 September 2025
Kecelakaan Bus Pariwisata di Pintu Tol Sicincin, Dua Orang Meninggal