Pusako: UU Ciptaker Harus Diperbaiki Pascaputusan MK, Bukan Diterapkan

Pusako: UU Ciptaker Harus Diperbaiki Pascaputusan MK, Bukan Diterapkan

Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: mkri.id)

Langgam.id - Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (25/11/2021) memutuskan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) bertentangan dengan UUD 1945. UU ini, menurut MK, harus diperbaiki dalam rentang paling lama dua tahun.

Bila tak diperbaiki dalam tenggat itu, maka menurut MK, UU ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. "Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka... menjadi inkonstitusional secara permanen," tulis Majelis MK dalam putusannya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari mengatakan, putusan MK tersebut dapat dimaknai, UU Ciptaker harus diperbaiki pascaputusan MK, bukan untuk diterapkan.

"Pembatalan UU ini akan berlangsung dua tahun pascaputusan. Model ini, sudah pernah beberapa kali digunakan oleh MK," katanya

Feri mengatakan, putusan MK tersebut harus dilihat dari pendekatan yang berbeda. "Yaitu, kalau sebuah UU sudah diketahui melanggar prosedur pembentukan, apa sebabnya harus ditunda dua tahun, untuk dinyatakan batal."

Pilihan tersebut, menurut Feri, menjadi janggal. "Karena, jangan sampai pembentuk undang-undang memaknainya, bahwa dua tahun UU ini bisa dipakai. Tidak begitu memahaminya," ujar Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unand itu.

Inti putusan tersebut, menurutnya, dua tahun semenjak keputusan MK ini, dilakukan perbaikan. "Tidak dilakukan penerapan. Ini yang harus dipahami oleh pembentuk undang-undang, baik DPR maupun pemerintah," tuturnya.

Feri mengatakan, penting kiranya agar putusan ini bisa dijalankan dengan baik agar evaluasi mahkamah terhadap pembentukan UU bisa dijalankan secara benar oleh pembentuk UU. "Jadi, tenggat dua tahun maknanya diperbaiki, bukan diterapkan," kata Feri.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim konstitusi juga meminta pemerintah menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

"Tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," tulis majelis MK.

Putusan MK itu merupakan hasil rapat permusyawaratan 9 hakim MK, yakni Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, kemudian Aswanto, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan M.P. Sitompul dan Daniel Yusmic P. Foekh. (*/HM)

Baca Juga

Kuasa Hukum pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Pasaman nomor urut 02, Mara Ondak dan Desrizal menilai kemenangan pasangan
Sidang Sengketa Pilkada Pasaman di MK, Kuasa Hukum Paslon 02: Wakil Bupati Terpilih Tak Sah
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Barat (Sumbar) menyampaikan bahwa hingga hari terakhir 11 Desember 2024 batasan pengajuan gugatan hasil pemilihan serentak 2024,
13 Paslon di Sumbar Ajukan Gugatan ke MK Soal Pilkada
Sebanyak 11 kepala daerah mengajukan judicial review terhadap ketentuan Pasal 201 Ayat (7), (8) dan (9) Undang-Undang Pilkada Mahkamah
KPU Sumbar Ingatkan Batas Waktu Pengajuan Gugatan ke MK untuk Pasangan Calon Kepala Daerah
KPU sudah mengumumkan 16 Daftar Calon Tetap (DCT) dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Anggota DPD tahun 2024 daerah pemilihan (dapil)
Perludem: Putusan MK Hari Ini Berdampak Langsung pada Pilkada 2024
Sebanyak 11 kepala daerah mengajukan judicial review terhadap ketentuan Pasal 201 Ayat (7), (8) dan (9) Undang-Undang Pilkada Mahkamah
Putusan MK Soal Persyaratan di Pilkada, Pengamat: Kocok Ulang Calon di Pilgub Sumbar Sulit Terjadi
Calon anggota DPD terpilih daerah pemilihan (Dapil) Sumatra Barat, Jelita Donal, turut menanggapi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Putusan MK Soal Pemilihan Ulang Anggota DPD Sumbar, Jelita Donal: Kita Merasa Terzalimi