"Ini sudah 12 hari sejak digusur. Sudah dicoba jualan di bawah jembatan, semiggu hanya 10 jagung yang laku," ucapnya.
Jualan di Jembatan Siti Nurbaya, jelas Epi, sehari bisa menjual 20 jagung. "Waktu di jembatan itu, Alhamdulillah bisa laku 20 hagung sehari," paparnya.
Pedagang lain, Imelda (33) mengatakan, sejak digusur, ia tidak bisa lagi berjualan jagung bakar. Sebab, ia tak kebagian lokasi di bawah jembatan.
"Tidak ada lagi tempat. Ada pun, orang (pembeli-red) tak akan singgah," ujarnya.
Imelda menilai, pemerintah tidak tanggap dan tidak memikirkan nasib pedagang yang digusur. "Kalau mau dipindahkan, fasilitasnya tidak diberi. Kan ini menyengsarakan kita," sebutnya.
Lalu, kata Imelda, ia juga pernah mencoba membuka lapak di depan rumahnya. Namun, juga dilarang Satpol PP, karena berdagang di atas trotoar.
Dikatakan Imelda, tidakan yang dilakukan pemerintah tidak bijaksana. "Namun apa boleh buat, ke mana hendak mengadu, masyarakat juga yang tetap disalahkan," ujarnya.
Selama ini, lanjut Imelda, pengunjung yang datang ke Jembatan Siti Nurbaya itu ingin makan jagung sembari menikmati pemandangan Muara Batang Arau.
"Kini sudah agak sepi yang datang," ucapnya.
Kemudian, Ketua kelompok Penjual Jagung Bakar di Jembatan Siti Nurbaya, Sofino Anafi mengatakan, seharusnya pemerintah memberi kelonggaran bagi pedagang untuk berjualan di jembatan.
"Kalau bisa waktu berjualan dipersempit, biasanya buka jam lima, kalau ada aturan bukan jam tujuh, akan kita patuhi," ujarnya.
Sofino mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan Satpol PP, termasuk pihak kelurahan untuk membicarakan hal itu. Tapi, tak ada solusi yang kongkrit.
Dikatakan Sofino, ia bukan membangkang terhadap penggusuran itu. Tapi, seharusnya pemerintah juga memikirkan periuk nasi rumah tangga pedagang yang digusur, dan kini tidak bisa berdagang seperti sedia kala.
Apalagi, kata Sofino, ini di tengah kondisi Covid-19 dan menuju Bulan Ramadan, pedagang yang terdampak penertiban di Jembatan Siti Nurbaya juga harap-harap cemas.
"Ini mau puasa, perekonomian kita morat-marit," katanya.
Sementara di bawah Jembatan Siti Nurbaya, hanya terlihat lima pedagang yang berjualan, pengunjung juga tidak begitu ramai.
Fatriani, seorang pedagang yang masih bertahan di lokasi itu mengatakan, selama berjualan di bawah jembatan, dagangannya tak terlalu laku.
"Biasanya ada yang jualan (di bawah jembatan) ini. Tapi, karena tidak laku, makanya hanya ini yang bertahan," ujarnya.
Selama jualan di bawah jembatan, kata Fatriani, jagungnya hanya laku 3-5 buah.
Baca juga: Usai “Usir” Para PKL di Jembatan Siti Nurbaya, Satpol PP Minta OPD Carikan Solusi
"Sudah seminggu jualan di sini (bawah jembatan). Kadang laku tiga, kadang lima. Lima itu sudah paling banyak," katanya.
—