Berita Padang - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Jualan di bawah Jembatan Siti Nurbaya sepi pembeli, lokasi juga tak sanggup menampung 38 pedagang.
Langgam.id - Sebanyak 38 Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menempati Jembatan Siti Nurbaya telah sirna. Mereka diminta menempati ruang yang ada di bawah jembatan, tapi lokasi itu tak mampu menampung mereka semua.
Hingga hari ke-12 "pengusiran" yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang terhadap puluhan PKL itu, Jembatan Siti Nurbaya sudah terlihat bersih.
Pantauan Langgam.id di lokasi, Rabu (2/2/2022), hanya terlihat sejumlah personel Satpol PP yang berjaga-jaga di lokasi.
Pasukan penegak perda itu akan mengawasi setiap sudut jembatan Siti Nurbaya agar tidak ada lagi pedagang yang berjualan.
Kepala Lurah Batang Arau, Barma Heri mengatakan, pedagang yang digusur Satpol PP itu jumlahnya 38 orang, mereka merupakan pedagang jagung bakar.
Setelah digusur, kata Heri, pemerintah memberikan ruang atau merelokasi para pedagang ke bawah Jembatan Siti Nurbaya.
Menurut Heri, Pemrintah Kota (Pemko) Padang juga berjanji akan merevitalisasi tempat relokasi para pedagang tersebut. Namun, belum tahu entah kapan.
"Rencananya akan dibangun tempat berjualan permanen di bawah jembatan, diberi kanopi, tapi realisiasinya kapan? Kita tidak tahu. Wacana itu memang ada," ujar Heri kepada Langgam.id, Rabu (2/2/2022).
Dikatakan Heri, pasca-digusur, hampir setengah pedagang memilih untuk tidak berjualan lagi.
"Lokasi di bawah jembatan ini tidak memadai untuk menampung jumlah pedagang yang direlokasi itu," ungkapnya.
Perekonomian Para Pedagang Turun Drastis
Memilih lokasi jualan di bawah jembatan, mau tak mau harus dilakoni para pedagang, meski sepi pembeli, tapi mereka telah menggantung hidup dari jualan jagung bakar itu.
Cerita seorang pedagang, Epi (49). Ia mengaku telah jualan jagung bakar di Jembatan Siti Nurbaya sejak 20 tahun silam.
Namun, kata Epi, baru kali ini digusur. "Sejak jembatan ini dibangun, saya sudah jual jagung, tapi baru kali ini kena gusur dan tidak tahu harus berjualan di mana," ujar Epi kepada Langgam.id, Rabu (2/2/2022).
Ia mengaku keberatan digusur. Bukan tanpa sebab, kata Epi, setalah digusur, banyak pedagang yang tak lagi memili tempat untuk berjualan atau menggelar lapak.
Selama ini, lanjut Epi, perekonomian keluarganya bergantung dari jualan jagung di Jembatan Siti Nurbaya.
"Ini sudah 12 hari sejak digusur. Sudah dicoba jualan di bawah jembatan, semiggu hanya 10 jagung yang laku," ucapnya.
Jualan di Jembatan Siti Nurbaya, jelas Epi, sehari bisa menjual 20 jagung. "Waktu di jembatan itu, Alhamdulillah bisa laku 20 hagung sehari," paparnya.
Pedagang lain, Imelda (33) mengatakan, sejak digusur, ia tidak bisa lagi berjualan jagung bakar. Sebab, ia tak kebagian lokasi di bawah jembatan.
"Tidak ada lagi tempat. Ada pun, orang (pembeli-red) tak akan singgah," ujarnya.
Imelda menilai, pemerintah tidak tanggap dan tidak memikirkan nasib pedagang yang digusur. "Kalau mau dipindahkan, fasilitasnya tidak diberi. Kan ini menyengsarakan kita," sebutnya.
Lalu, kata Imelda, ia juga pernah mencoba membuka lapak di depan rumahnya. Namun, juga dilarang Satpol PP, karena berdagang di atas trotoar.
Dikatakan Imelda, tidakan yang dilakukan pemerintah tidak bijaksana. "Namun apa boleh buat, ke mana hendak mengadu, masyarakat juga yang tetap disalahkan," ujarnya.
Selama ini, lanjut Imelda, pengunjung yang datang ke Jembatan Siti Nurbaya itu ingin makan jagung sembari menikmati pemandangan Muara Batang Arau.
"Kini sudah agak sepi yang datang," ucapnya.
Kemudian, Ketua kelompok Penjual Jagung Bakar di Jembatan Siti Nurbaya, Sofino Anafi mengatakan, seharusnya pemerintah memberi kelonggaran bagi pedagang untuk berjualan di jembatan.
"Kalau bisa waktu berjualan dipersempit, biasanya buka jam lima, kalau ada aturan bukan jam tujuh, akan kita patuhi," ujarnya.
Sofino mengaku sudah beberapa kali bertemu dengan Satpol PP, termasuk pihak kelurahan untuk membicarakan hal itu. Tapi, tak ada solusi yang kongkrit.
Dikatakan Sofino, ia bukan membangkang terhadap penggusuran itu. Tapi, seharusnya pemerintah juga memikirkan periuk nasi rumah tangga pedagang yang digusur, dan kini tidak bisa berdagang seperti sedia kala.
Apalagi, kata Sofino, ini di tengah kondisi Covid-19 dan menuju Bulan Ramadan, pedagang yang terdampak penertiban di Jembatan Siti Nurbaya juga harap-harap cemas.
"Ini mau puasa, perekonomian kita morat-marit," katanya.
Sementara di bawah Jembatan Siti Nurbaya, hanya terlihat lima pedagang yang berjualan, pengunjung juga tidak begitu ramai.
Fatriani, seorang pedagang yang masih bertahan di lokasi itu mengatakan, selama berjualan di bawah jembatan, dagangannya tak terlalu laku.
"Biasanya ada yang jualan (di bawah jembatan) ini. Tapi, karena tidak laku, makanya hanya ini yang bertahan," ujarnya.
Selama jualan di bawah jembatan, kata Fatriani, jagungnya hanya laku 3-5 buah.
Baca juga: Usai “Usir” Para PKL di Jembatan Siti Nurbaya, Satpol PP Minta OPD Carikan Solusi
"Sudah seminggu jualan di sini (bawah jembatan). Kadang laku tiga, kadang lima. Lima itu sudah paling banyak," katanya.
—