Langgam.id - Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) se-Sumatra Barat menyatakan sikap terkait Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Para dosen yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar HTN dan HAN dari berbagai fakultas hukum di kampus-kampus Sumbar tersebut tegas menyebut, UU Omnibus Law cacat prosedur.
"Pembahasannya dilakukan tanpa pelibatan partisipasi warga bangsa (pemangku kepentingan). Ini seperti “sekelompok pencuri yang mengendap di tengah gelap malam”. Karenanya dapat dikategorikan sebagai cacat secara prosedural," sebut pernyataan sikap itu pada Selasa (13/10/2020).
Atas nama organisasi, pernyataan sikap itu ditandatangani Otong Rosadi,
Sanidjar Pebrihariati R, Syofiarti, Wendra Yunaldi dan Charles Simabura. Mereka adalah para dosen dari fakultas hukum Universitas Eka Sakti (Unes), Universitas Bung Hatta (UBH), Universitas Taman Siswa, Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat (UMSB) dan Universitas Andalas (Unand).
Para pendidik itu juga menyebut bersedia menyiapkan kajian "Uji Materi terhadap UU Cipta Kerja" untuk melakukan uji konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Para dosen yang mengajar ilmu hukum kepada ribuan mahasiswa Fakultas Hukum di Sumbar itu menyebut, pernyataan sikap disampaikan sebagai tanggung jawab dan moral akademis sebagai pengajar.
Berikut pernyataan sikap tersebut selengkapnya:
.
Kami yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara se Sumatera Barat. Menyampaikan sikap bersama terkait Proses Penyusunan, Persetujuan DPR RI dan Penanganan Unjuk Rasa atas Penolakan RUU Cipta Kerja.
1. Bahwa penyusunan RUU Cipta Kerja yang dilakukan di tengah Covid-19, cacat prosedur. Hal ini disebabkan Substansi dalam RUU Cipta Kerja ini mencakup 78 UU dengan dampaknya yang luar biasa bagi hajat hidup bangsa. Pembahasannya dilakukan tanpa pelibatan partisipasi warga bangsa (pemangku kepentingan). Ini seperti “sekelompok pencuri yang mengendap di tengah gelap malam”. Karenanya dapat dikategorikan sebagai “Cacat Secara Prosedural”.
2. Bahwa, eksistensi model Omnibus dalam RUU Cipta Kerja, dalam Sistem Perundang-undangan Indonesia, tidak ditemukan bentuk penyusunan perundang-undangan. Sebagaimana yang diatur dalam Lampiran UU Nomor 12 Tahun 2011 jo UU Nomor 15 Tahun 2019. Model omnibus law sebagaimana yang dimuat dalam RUU Cipta Kerja, tidak termasuk dalam bentuk Perubahan atau Pergantian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu, pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sesuai dengan Persyaratan Secara Formil dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
3. Bahwa, terkait dengan substansi pengaturan, Kami Pengajar HTN-HAN Sumatera Barat, bersama-sama dengan semua warga negara, yang mempunyai legal standing untuk melakukan Uji Konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi, maka Kami bersedia menyiapkan kajian "Uji Materi terhadap UU Cipta Kerja."
4. Bahwa, adanya tindakan represif kepada anak bangsa di pelbagai daerah yang menyampaikan penolakan, terhadap RUU Cipta Kerja, dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum Aparatur Penegak Hukum. Kami meminta Kapolda di wilayah hukum masing-masing melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan pelaku dengan transparansi.
5. Khusus adanya tindakan penganiayaan yang dilakukan terhadap salah seorang Sejawat Kami, Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar, Kami meminta agar Polda Sulawesi Selatan segera melakukan investigasi dan menindak oknum yang telah melakukan tindak penganiayaan dengan kekerasan.
Demikian sikap bersama ini disampaikan, sebagai bagian tanggung jawab dan moral akademis dari Kami Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi di Sumatera Barat. (*/SS)