Langgam.id - Yudi Yulis Satria menempuh cara yang tak biasa dalam berkampanye jelang Pemilu 2019. Mahasiswa berusia 24 tahun, calon anggota DPR RI dari Partai Garuda ini, mengaku ingin mematahkan anggapan, bahwa politik selalu dikuasai orang kaya.
"Orang tidak mampu pun bisa bergabung ke dunia politik," katanya kepada Langgam.id, Sabtu (2/3/2019).
Keinginan tersebut telah ia pikirkan sejak Pemilihan Umum pada 2014 lalu. “Tapi saat itu umur saya belum cukup untuk mencaleg,” ujar putra asli Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan tersebut.
Yudi menyadari, untuk bergabung ke partai politik tentunya perlu biaya, jika tidak ia harus memiliki massa. “Untuk mendapatkan massa, salah satu caranya dengan mengumpulkan KTP,” katanya.
Dari 15 kabupaten kota, Yudi berhasil mengumpulkan 2.500 foto copy KTP masyarakat.
Pada 2017, Yudi sempat mendaftarkan diri sebagai bakal calon di DPD-RI. Namun gagal, karena input telah berubah. “Jika dulu, cukup dengan KTP yang telah dikumpulkan saja, dapat melakukan verifikasi faktual” ujarnya.
Putar haluan, Yudi pun bergabung ke Partai Garuda. Partai ternyata memberi kesempatan ia jadi untuk jadi calon anggota DPR RI di daerah pemilihan Sumbar I dan ditempatkan di nomor urut dua.
Sempat ada orang yang ingin menggantikan posisinya, dengan alasan Yudi masih terlalu muda. “Setelah saya pelajari, tidak ada yang bisa menggantikan saya kecuali tanggapan masyarakat dan mengundurkan diri atau meninggal,” cerita mahasiswa Universitas Nahdatul Ulama Sumatra Barat.
Memperjelas persoalan tersebut ke DPP , Yudi pergi ke Jakarta, dengan truk. Menempuh perjalanan selama lima hari, lima malam. “Tujuh kali sambung mobil baru saya sampai,” papar Yudi.
“Ternyata saya aman,” kata Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan itu.
Kembali ke Padang, teman-temannya menyarankan untuk membuat atribut dengan menggunakan sisa kain kafan. “Sempat ada kontra dari masyarakat, tapi saya tetap yakin,” katanya.
Saat orang meninggal, sisi potongan kain kafannya saya minta. “ Kebetulan saya juga aktif di masyarakat dalam penyelenggaraan jenazah, jadinya banyak masyarakat yang simpati” ujar Yudi.
Sejak 23 September, Yudi memanfaatkan sisa kain kafan sebagai benderanya. Kain kafan persegi dengan gambar burung garuda berwarna emas, dibawahnya tertulis nama Yudi Yulid Saatria.
Hingga saat ini ia mampu mengumpulkan kain kafan dan sudah jadi 50 bendera. “Kadang saya letakkan di suatu tempat, masyarakat kasihan digantinya pakai baliho,” papar Yudi.
Berpartisipasi masuk ke dunia politik sejak muda, baginya penuh tantangan dan banyak memberi pelajaran. (Miftahul Jannah/HM)