Makna Adat Nan Tak Lakang Dek Paneh di Kehidupan Masyarakat Minang Modern

Langgam.id-Makna Adat Minangkabau

Yus Datuk Parpatiah menyampaikan berpidato dalam rapat paripurna di gedung DPRD Sumbar untuk memperingati Hari Jadi Sumbar ke-76. [foto: Rahmadi/langgam.id]

Langgam.id - Budayawan Indonesia asal Minangkabau Yus Datuk Parpatiah menjelaskan makna istilah Minang soal "adat nan tak lakang dek paneh, nan tak lapuk dek hujan" dalam kepribadian masyarakat Minangkabau modern.

Ia menyampaikan itu saat berpidato dalam rapat paripurna di gedung DPRD Sumbar untuk memperingati Hari Jadi Sumbar ke-76, Jumat (1/10/2021).

""Adat nan tak lakang dek paneh, nan tak lapuk dek hujan maknanya adalah sesuatu yang abadi yang hidupnya berkelanjutan terus-menerus, itulah adat Minangkabau" katanya.

Dia mengatakan, batang kayu adalah sesuatu yang tidak bisa hancur oleh panas dan hujan. Biarpun hujan dan musim kemarau, batang kayu tidak akan lapuk.

"Paling dia berlumut, kecuali kalau batang kayu itu sudah menjadi tunggul. Artinya sesuatu yang tak lakang dek paneh, nan tak lapuk dek hujan adalah sesuatu yang hidup," ujarnya.

Begitu juga adat Minang, bahwa dia hidup dan akan terus berproses dan menghadapi berbagai perubahannya.

"Jadi adat Minangkabau nan tak lakang dek paneh, nan tak lapuk dek hujan adalah kalau adat itu sendiri dipakai dan diamalkan oleh masyarakat Minangkabau," katanya.

Ia menambahkan, kalau adat itu tidak lagi hidup dan tidak lagi diamalkan oleh masyarakat Minangkabau, maka dia akan lakang oleh paneh dan lapuak dek hujan.

Dia akan sirna habis sama sekali, sehingga adat itu harus hidup dengan cara mengamalkannya.

Dia mengatakan, baju jika dipakai, maka dia akan usang, sementara adat yang dipakai akan terus baru. Artinya adat akan awet terus menerus dan berkembang sesuai perkembangan zaman.

"Hendaklah adat itu dihidupkan dengan mengamalkannya, kalau tidak dia akan terasing dan menjadi bangkai budaya yang tidak ada lagi manfaatnya," katanya.

Dijelaskan Yus, adat adalah ajaran yang tak tertulis yang wajib ditaati oleh suatu komunitas. Bagi siapa yang melanggar maka akan mendapatkan sanksi moral dan sosial.

Baca juga: Peringatan Hari Jadi Sumbar ke-76, Pejabat dan Anggota DPRD Kenakan Baju Adat di Paripurna 

Akan tetapi dalam perjalanan panjang adat itu sendiri, dia bisa menerima ajaran lain yang tertulis. Dia bisa beradaptasi dengan yang lain dan tetap bermanfaat kepada dirinya sendiri.

"Demikian seperti batang kayu dia akan berubah secara alamiah, kulit batangnya akan terkelupas, daunnya kering akan berguguran. Tapi semuanya bukan menandakan supaya menjadi suatu kekuatan baru baginya, menjadi kuat dengan itu," katanya.

Ia mengungkapkan, ternyata dengan masuknya Islam ke Minangkabau, suatu ajaran tertulis alquran dan sunnah maka hal itu memperkuat adat itu sendiri. Jadi adat tidak tertulis sementara Islam tertulis, maka dia diterima dan berbaur.

"Dia menjadi roh dalam kelangsungan adat itu sendiri. Nilai itu kemudian menjadi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kemudian juga dipertegas dengan syarak mangato adat mamakai," bebernya.

"Jadi itu tentang pengertian adat yang tak lakang dek paneh, nan tak lapuk dek hujan," ujarnya.

Baca Juga

Laga Perdana Semen Padang FC, Eduardo Almeida Pede Hadapi Persib Bandung
Laga Perdana Semen Padang FC, Eduardo Almeida Pede Hadapi Persib Bandung
Resmi! Semen Padang FC Rilis Daftar Nomor Punggung Pemain Musim Baru
Resmi! Semen Padang FC Rilis Daftar Nomor Punggung Pemain Musim Baru
Anggota DPRD Sumbar Muhayatul yang kembali ditunjuk menjadi Sekretaris DPW PAN Sumbar
Profil Muhayatul, Tokoh Muda Muhammadiyah yang Kembali Jadi Sekretaris PAN Sumbar
BPBD Sumbar Sebut Modifikasi Cuaca Berhasil Padamkan Karhutla
BPBD Sumbar Sebut Modifikasi Cuaca Berhasil Padamkan Karhutla
BPS mencatat angka kemiskinan di Sumatera Barat turun dalam sembilan tahun terakhir
Survei BPS : Angka Kemiskinan Sumbar Turun dalam Sembilan Tahun Terakhir
Ranah Minang, Rumah Damai yang Tak Retak
Ranah Minang, Rumah Damai yang Tak Retak