Langgam.id - Lima orang penulis menjadi yang terbaik dalam lomba esai PDRI oleh Dinas Kebudayaan Sumatra Barat (Sumbar) tahun 2022. Dewan juri menilai, karya terbaik menyuguhkan kebaruan dari sejarah pemerintahan darurat.
Prestasi tersebut diumumkan oleh sastrawan Heru Joni Putra selaku dewan juri, saat penutupan Festival PDRI 2022 di Agamjua Payakumbuh.
Kelima penulis itu, yakni Ighfirli Saputra dengan judul tulisan: Soejono dan Siasatnya Nan Tajam untuk Eksistensi PDRI, Putu Prima Cahyadi dengan tulisan berjudul Berjuang di Tengah Keterbatasan - Kisah Susanto Tirtoprojo Bergerilya Mempertahankan Kemerdekaan Bangsa.
Lalu Hardiansyah dengan Kisah Menteri Perhubungan PDRI - Indera Tjaja dan Potret Hidupnya (1906-1961)-nya dan Kiki Nofalia yang mengangkat judul Ali Sjafruddin - Sang Komandan Lintau Buo dan Yose Hendra dengan judul Tamimi dan Yacoeb, Penjaga Suar Eksistensi Republik (PDRI).
Selain Heru, ada dua orang juri lainnya dalam perlombaan ini. Mereka adalah Fikrul Hanif (Sejarawan) dan Hendra Makmur (Jurnalis). Ketiga dewan juri melakukan kurasi pada 178 artikel yang masuk dari 178 orang peserta.
Fikrul Hanif mengatakan, animo masyarakat dalam menulis tokoh PDRI sangat tinggi. Biasanya, kata sejarawan itu, lomba esai berhenti di 40-50 peserta.
"Kita terkejut artikel yang masuk bisa membuncah. Banyak penulis itu dari kalangan belia seperti pelajar dan mahasiswa," kata Fikrul.
Namun, dari kebanyakan tulisan masuk, 30 artikel lebih menulis soal sosok Sjafruddin Prawiranegara. Dosen Prodi Sejarah STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh itu menjelaskan, dari perlombaan tersebut, mereka ingin memunculkan cerita atau tokoh baru dalam penulisan sejarah PDRI.
"Kita sebenarnya ingin memunculkan cerita tokoh-tokoh lokal yang tidak tercover oleh buku-buku soal PDRI," kata Fikrul. Ia menyebutkan, seperti tokoh seperti A.A Maramis, Sutan Muhammad Rasyid, Tengku Muhammad Hasan, Syech Abdullah Abbas Padang Jopang.
"Itu yang sebenarnya kita harapkan lebih banyak muncul. Tapi dari draf yang kami jurikan, hanya sekitar 5% yang mengangkat tokoh-tokoh ini," kata Fikrul.
Sedangkan untuk poin penilaian, karena yang diminta oleh Disnas Kebudayaan Sumbar adalah ketokohan, faktor utama yang menjadi titik tolak adalah latar belakang tokoh.
"Ia dilahirkan kapan, bagaimana perjalanannya, dan apa yang mendorong dia di masa kemerdekaan itu tiba-tiba bisa muncul sebagai tokoh," kata penulis buku "Menuju Lentera Merah" saat dihubungi Langgam.id via telepon.
Satu lagi, ujarnya, kita menginginkan ada sisi humanis tokoh-tokoh PDRI itu yang keluar. Misalnya, bagaimana Sjafruddin berjumpa dengan orang-orang kecil. "Itu yang kita lihat luput dari para penulis esai," kata Fikrul.
Dari 30 lebih artikel yang menulis Sjafruddin Prawiranegara, para juri kurang melihat ada sisi lain Sjafruddin yang dikeluarkan. Sedangkan untuk lima terbaik, kata Fikrul ada sesuatu baru yang dibawa. Misal tulisan Yose Hendra yang menceritakan kisah Tamimi dan Yacoeb sang penjaga Mercusuar.
Baca Juga: Lomba Menulis Esai PDRI Tingkat Nasional, Dorong Minat Bakat Generasi Muda Tentang Sejarah
Tulisan-tulisan terbaik di atas nantinya mereka harapkan dapat membawa warna lain, dari apa yang telah ditulis oleh para sejarawan. (Dharma Harisa)