Langgam.id - LBH Padang menemukan indikasi modus-modus kecurangan dalam perizinan oleh PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) untuk memperoleh izin komitmen Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 20.706 ha di Pulau Sipora Kepulauan Mentawai
Direktur LBH Padang Diki Rafiqi mengatakan, kecurangan tersebut berupa manipulasi data penggunaan lahan dalam dokumen AMDAL, tidak adanya proses konsultasi publik yang sah dan partisipatif dengan masyarakat terdampak. "Kemudian tanda tangan persetujuan yang diduga diperoleh tanpa informasi yang utuh dan di luar prosedur yang berlaku," ujar Diki, Kamis (17/7/2025).
Menurut Diki, perizinan PT SPS di Sipora menunjukkan dugaan abainya prinsip partisipasi bermakna dan pengakuan terhadap hak ulayat. Hal ini terlihat dari temuan di lapangan bahwa warga tak diberi informasi utuh dan sistem tenurial adat diabaikan.
Ia menambahkan, beberapa warga dari desa-desa dalam wilayah konsesi mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dokumen lingkungan hidup, dan bahkan tidak mengetahui keberadaan proyek PT SPS.
"Juga ditemukan modus persetujuan pelepasan hak melalui permintaan tanda tangan dari perwakilan setiap desa, yang sudah dilakukan di 8 desa. Namun metode ini bertentangan dengan sistem tenurial beberapa kampung yang memakai sistem kepemilikan komunal kaum," ujarnya.
LBH Padang juga menemukan bahwa pemetaan batas wilayah adat tidak dijadikan rujukan utama dalam proses perizinan, sehingga ada tumpang tindih antara wilayah konsesi dan tanah ulayat masyarakat adat Mentawai.
Pemerintah didesak untuk mencabut izin komitmen PBPH PT SPS di Pulau Sipora tersebut. "Di pulau kecil seperti Sipora, hal ini bukan hanya memicu konflik agraria, tapi juga memperbesar risiko bencana ekologis,” jelasnya.
Sementara itu, Kuasa Direktur PT SPS Daud Sababalat menyatakan proses pengajuan PBPH telah mengikuti prosedur yang berlaku. "Kami sudah mengikuti ketentuan yang berlaku, kalau ada ditemukan yang salah, atau kritikan terkait izin atau AMDAL sampaikan ke kementerian yang akan menilai proses izin ini layak atau tidak diterima nantinya," pungkasnya. (*/Yh)