InfoLanggam - Komisi II DPRD Sumatra Barat (Sumbar) melakukan studi komparatif ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten. Hadir juga dalam kegiatan tersebut yaitu Kadis DKP Sumbar, Reti Wafda.
Kemudian juga ada Sekretaris Komisi II DPRD Sumbar, Varel Oriano dan anggota Komisi II, Nurna Eva Karmila, Ade Putra, Yogi Pratama, Asril, Agus Syahdeman, Ridwan Dt Tumbijo dan Wirman Dt Pangeran Nan Putiah.
Studi Komparatif ini bertujuan untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai Pemprov Banten. Di antara yang ingin diketahui yaitu upaya Pemprov Banten dalam memaksimalkan perikanan tangkap dan budidaya sebagai peluang bagi pertumbuhan industri pengolahan produk hasil perikanan.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumbar, H Ilson Cong SE, MM Dt Mongguang mengatakan bahwa Provinsi Banten sebagai penerima penghargaan dari pemerintah pusat sebagai salah satu ekspor produksi ikan terbesar secara nasional, selain Sumatra Utara dan DKI Jakarta.
“Kita perlu belajar dari Banten dimana kemajuan pengelolaan usaha dan industri perikanan sudah jauh berkembang lebih baik dari kita. Mereka memang diuntungkan dengan tiga kawasan perairan laut, Selat Sunda, Laut Jawa dan Samudra Hindia," ujar Ilson saat pertemuan audensi dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, Kamis (17/10/2024).
Selain itu terang Ilson, daerah Banten juga berdekatan dengan DKI Jakarta pusat ekspor dan Pasundan Jawa Barat.
"Namun tentunya upaya-upaya mengembangkan pengelolaan kelautan dan perikanan Sumatra Barat perlu kita tingkat dengan segala kekurangan dan potensi yang ada,” ucap Ilson Cong.
Ilson Cong juga mengatakan, pihaknya menyadari potensi keluatan dan perikanan Sumbar juga cukup besar, termasuk perikanan darat.
Selain bertani, masyarakat Sumbar juga mengelola perikanan darat walaupun belum terkelola secara profesional dan belum mendapatkan pendapat yang mensejahterakan nelayan.
“Tangkap ikan perairan laut nelayan kita selain peralatan yang masih belum memadai dan banyak yang bersifat tradisional, belum begitu banyak usaha kelompok nelayan yang memiliki peralatan yang modern, sehingga hasilnya juga belum meningkat secara senigfikan,” bebernya.
Ilson Cong juga mengatakan nelayan di Sumbar mengalami permasalahan beberapa faktor yang menyebabkan kalangan nelayan tidak berkembang pesat.
Di antaranya, keterbatasan modal, keterbatasan keterampilan, tekanan dari pemilik modal, sistem perdagangan ikan yang tidak transparan, keterbatasan teknologi penangkapan, ketergantungan terhadap musim, wilayah tangkapan yang terbatas dan permainan harga jual ikan.
“Segala persoalan dan peluang yang ada dalam memajukan usaha perikanan di Sumatra Barat mestilah kita persamakan, sehingga kebangkitan usaha perikanan dan pengelolaan perairan laut Sumatra Barat dapat berkembang secara cepat, baik dan maksimal, sesuai dengan regulasi dan dukungan pemerintah pusat, demi kesejahteraan masyarakat Sumatra Barat,” harapnya.
Ia juga mendukung upaya Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi se-Indonesia, Reti dan Elly Susayanti sebagai Kadis yang nyinyir terhadap program nasional pembatasan kuota pengelolaan tangkap ikan laut dalam area 0-12 mil merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
Dimana nantinya akan ada pungutan yang dilakukan pihak Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola di provinsi.
"Dimana yang mendapat hanyalah pemerintahan kabupaten/kota dan pemerintah pusat, sementara provinsi tidak mendapat apa-apa, agar kebijakan ini ditinjau ulang dalam kegiatan tersebut," ujarnya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikana Banten, Eli Susayanti menyampaikan ada empat Prioritas Pembangunan Provinsi Banten Tahun 2023 (Pergub No 15 Tahun 2023 tentang Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2023).
Dimana Dinas Kelautan Perikanan Banten berada pada prioritas pertama, meningkatkan pemerataan perkembangan dan kualitas pertumbuhan ekonomi.
“ roduksi Perikanan Tangkap Provinsi Banten tahun 2023, 71.846,90 ton, produksi Perikanan budidaya 113.336,63 ton dan total produksi usaha perikanan Provinsi Banten 187.309,43 ton. Ada kenaikan 3,25 % dari tahun sebelumnya. Provinsi Banten juga memiliki 18 pelabuhan yang berada di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang,” ujar Eli Susayanti.
Eli Susayanti juga mengatakan, peluang sektor proses bisnis perikanan tangkap, ada empat. Pertama sarana docking kapal perikanan, dimana jumlah kapal perikanan di Banten 13.282 unit dengan mayoritas 80 persen menggunakan bahan kayu sehingg rutin memerlukan perbaikan.
Kedua, SPBU Nelayan, dimana jumlah SPBU-N 9 unit, masih terkendala akses jauh mendapatkan BBM. Ketiga Pabrik Es, jumlah pelabuhan perikanan provinsi Banten yang memiliki pabrik es hanya ada dua pelabuhan perikanan yaitu PPN Karangantu dan PP Binuangeun dari 17 pelabuhan perikanan.
"Keempat, Pengembangan Wisata Bahari, salah satu fungsi pelabuhan perikanan sebagai wisata bahari seperti pelabuhan perikanan nusantara Karangantu yang lebih dikenal pantai Gope,” ungkapnya.
Sementara itu peluang sektor proses bisnis perikanan budidaya Provinsi Banten, kata Eli Susayanti, ada empat kegiatan. Pertama produksi pakan mandiri, dimana kelompok pembudidaya ikan dengan jumlah pembudidayaan 39.361 orang mayoritas mengunakan pakan ikan pabrikan.
Kedua penyediaan benih berkualitas, dimana terbatasnya persediaan benih ikan di Provinsi Banten baik komuditas air tawar maupun air payau dan laut, sehingga banyak pembenih membeli benih diluar provinsi Banten.
Kemudian ketiga, penyediaan obat ikan, dimana pembudidayaan di sekitar daerah pesisir mayoritas terkendala dalam akses pemenuhan obat dan bahan kimia yang teregister resmi oleh Kementerian Kelautan Perikanan.
Keempat teknologi penunjang pembudidayaan perikanan penyediaan alat pemberikan pakan otomatis, alat control kualitas air budidaya untuk menunjang system budidaya ikan intensif.
“Kita juga ada industri pengolahan produk perikan, dimana banyak olahan produk perikanan yang diminati oleh masyarakat menjadi peluang dalam investasi. Seperti pengolahan udang, rumput laut dan lain-lain," ujarnya.
Ia mengatakan, ekspor hasil perikanan Banten memiliki banyak produk perikanan yang berpotensi untuk menjadi komuditi eksport seperti halnya rajuangan udang vaname maupun yellofin tuna. (*)