Kisah Pilu Seorang Tunagrahita di Solok; Dirudapaksa di Dekat Kuburan dan Asa Menghidupkan Rasa Keadilan

Ilustrasi kekerasan seksual

Ilustrasi Pelecehan dan kekerasan seksual (Ridho)

Langgam.id - Wangi-bukan nama sebenarnya, seorang perempuan penyandang disabilitas (tuna grahita) berusia 25 tahun, bergelut dengan kepiluan beberapa tahun terakhir. Ia korban rudapaksa di Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), yang diduga dilakukan oleh sanak saudaranya. Rumah korban dan pelaku saling berdekatan, sekitar 15 langkah orang dewasa.   

Ia diperkosa berulang kali, dimana salah satunya sewaktu bulan Ramadan tahun 2022. Pelecehan yang dialami korban terjadi di rumah pelaku  dengan meraba-raba tubuh korban pada siang hari. Aksi lebih bejat dialaminya, dimana pelaku menyetubuhi 3 kali berturut-turut di dekat kuburan  pada malam hari.  

“Pertama saya dilecehkan, kemudian  saya diperkosa 3 kali di dekat kuburan,” katanya lirih.

Meskipun kekerasan seksual itu sudah lama terjadi, ingatan korban akan kejadian pilu itu masih membekas. Korban dengan runut menceritakan kekerasan seksual yang dialaminya ketika ditemui langgam.id dikediamannya di Kabupaten Solok, Selasa, (14/11/2023) siang. Dalam wawancara ini, ia didampingi ibunya.

Pelecehan yang dialami korban terjadi di rumah pelaku pada siang hari, disaat istri dan anak pelaku sedang tidak berada di rumah. Wangi yang juga dibantu ibunya dalam mengisahkan peristiwa itu, mengungkapkan, pelecehan itu bermula ketika pelaku ingin membeli rokok ke warung, dan saat bersamaan korban sedang menuju ke rumah tetangganya di dekat warung.

Lalu, pelaku melihat korban dan tiba-tiba menarik Wangi dengan paksa menuju rumah pelaku. Di sana pelaku meraba tubuh korban.

“Ketika di rumah dia (dia-pelaku), istrinya tidak ada,” tuturnya yang memiliki keterbatasan  mengingat hari dengan jelas,

Ia mengatakan, setelah dilecehkan, pada keesokan harinya, persis di malam hari, pelaku melakukan pemerkosaan di dekat kuburan. Pada saat itu, pelaku menakut-nakuti Wangi, bahwa mamak pelaku seorang polisi. Hal ini bertujuan agar Wangi tak melawan.

Dengan segala keterbatasanya, korban menuruti apa yang dikatakan pelaku. Di bawah ancaman dan diliputi ketakutan, pelaku memperkosa Wangi tanpa perlawanan.

“Kejadiannya malam di dekat kuburan, ketika orang sedang salat tarawih. Dia (dia-pelaku) bilang mamak adalah seorang polisi, sehingga jangan dikasih tau kepada saiapapun. Takut dengan polisi, jadi tidak dikasih tahu,” ujarnya ia yang duduk duduk bersimpuh.  

Ia melanjutkan, setelah kejadian kekerasan seksual tersebut, tubuhnya sering terasa sakit.

“Setelah kejadian itu saya sering sakit perut,” sebutnya.    

Ibu korban, Mita-bukan nama sebenarnya mengatakan, awalnya ia tidak mengetahui kekerasan seksual yang menimpa anaknya. Kejadian itu diketahuinya setelah ia mendapatkan informasi dari tetangganya.

Ia melanjutkan, kejadian tersebut diketahui bermula pada saat anaknya bercerita kepada tetangganya yang sering menghabiskan kesehariannya di rumah itu. Posisi rumah tetangganya juga bersebelahan dengan rumahnya dan rumah pelaku.

Alhasil, pada ruas jalan yang sempit menuju rumah pelaku, sang tetangga ingin membantu mengangkat barang yang dibawa oleh pelaku. Wangi yang melihat hal itu, lekas mendekati sang tetangga, dan melarangnya menolong membawakan barang pelaku.

Sehingga uni- sapaan tetangganya itu, tidak jadi membantu membawakan barang pelaku.

"Pada malam harinya uni itu bertanya kepada anak saya dan anak saya menceritakan apa yang dilakukan pelaku,” tutur Mita.

Ia menambahkan, keesokan harinya, uni tersebut menceritakan apa yang diceritakan korban kepadanya. Usai dapat penceritaan itu, ia kemudian membawa Wangi langsung ke bidan untuk pemeriksaan

“Dari keterangannya (korban) kejadian pemerkosaan itu terjadi pada malam hari,” kata Mita yang duduk dekat Wangi.

Mita mengatakan, setelah kejadian itu, keseharian korban berbeda dari pada hari-hari sebelumnya, begitu juga dengan kesehatan korban yang juga kian menurun.

“Dia sering melamun dekat pintu dan kursi, dan sering deman, sering mengeluh kedinginan,” sebutnya.

Ia melanjutkan, korban merupakan anaknya yang pertama dari empat bersaudara, dengan keterbatasan mental.

“Anak saya memang ada kekuarangan dari anak-anak pada umumnya,” tuturnya.  

Ia mengatakan, setelah kabar tersebut menyebar di lingkungan tetangganya, istri pelaku mendatangi rumahnya, dan melontarkan pertayaan kepada  korban, serta berdalih suaminya tidak melakukan kekerasan seksual tersebut.

“Jika tidak terbukti suami saya bersalah, saya tidak segan-segan  memasukkan kamu ke penjara, tapi jika terbukti bersalah saya siap jadi janda dan mengantarkan dia ke penjara. Itu yang dikatakan istri pelaku waktu itu kepada anak saya,” tuturnya.

Hingga kini, pihak keluarga menuntut keadilan untuk anaknya dan melaporkan kasus tersebut kepada kepolisian. Pihak korban didampingi LBH Padang, WCC Nurani Perempuan Sumatera Barat dengan harapan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

“Dengan adanya laporan ini kami berharap tidak ada lagi kejadian seruapa terjadi kepada anak kami dan juga anak-anak yang lainnya,” harapnya.

Memulihkan Trauma Korban Sembari Menuntut Keadilan

Pendamping korban dari WCC Nurani Perempuan Feni Mardian mengatakan, pihaknya saat ini fokus pada pemulihan dan pemberdayaan kepada korban.

"Korban berumur 25 tahun, korban disabilitas tunagrahita. Hal itu berdasarkan pemeriksaan kami dengan psikolog  sebelum melapor ke polisi," tuturnya, Senin, (20/11/2022).

Ia mengatakan, sebelum melapor ke polisi Nurani Perempuan sudah melakukan visum terhadap korban dan memang ditemukan tanda-tanda kekerasan seksual. Namun bagian forensik merasa kebingunggan apakah kejadian tersebut benar kejadian yang dilakukan oleh pelaku.

"Meskipun umurnya 25 tahun, namun Intelligence Quotient (IQ)  sama dengan anak-anak. Namun dia ragu dengan warna baju dan hari," kata Feni.

Ia melanjutkan, sejauh ini kami melihat korban merasa takut dengan pelaku. Ia sering bicara meminta tolong kepada orang-orang yang dia rasa dapat dipercaya untuk selalu mengawasi keluarganya agar tidak mendapat kejadian serupa .

"Saat ini korban jarang keluar rumah. Kami ingin keadilan untuk korban dan sejauh ini korban juga mendapatkan intimidasi dari keluarga pelaku," jelasnya.

Dian mengatakan, apabila tidak terbukti bersalah keluarga pelaku mengancam untuk melaporkan balik. Dan hal itu membuat ketidaknyamanan kepada keluarga korban.

Menurut Feni, keterangan dari korban hingga komunikasi terakhir dengan WCC Nurani Perempuan beberapa waktu lalu terkait kekerasan seksual yang dialaminya tidak ada yang berubah.

"Korban dilecehkan satu kali dirumah pelaku, diperkosa sebanyak 3 kali di dekat kuburan," ujarnya.

Ia mengatakan, polisi sebenarnya meminta saksi pada waktu kejadian atau yang melihat korban pergi dengan pelaku. Namun itu tidak ada, karena yang ada hanyalah saksi yang pertama kali mendengar cerita korban.

"Kita juga sudah menggambarkan kepada polisi, bahwa tidak mungkin ada orang yang melihat pada saat kejadian tersebut. Kata polisi, kita tidak mungkin mengatakan bahwa korban itu masih usia anak, itu yang pertama,” terang Feni.

Terkait dengan penerapan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 polisi juga tidak membahas hal itu. Ia mengatakan, kendala yang dihadapi saat ini adalah visum psiatrikum (keterangan dokter spesialis kedokteran jiwa yang berbentuk surat sebagai hasil pemeriksaan kesehatan jiwa pada seseorang di fasilitas pelayanan kesehatan untuk kepentingan penegakan hukum).

Akan tetapi visum ini ada alurnya dan penyindik membuat surat dinas kepada dinas pemberdayaan anak di Solok dan kemudian diteruskan kepada dinas di provinsi agar tidak membayar.

Selanjutnya, visum yang digunakan untuk kepentingan peradilan ini ada dua, yang pertama itu Visum et repertum dan itu tidak membayar.

"Visum ini nantinya akan dilakukan pada 21 November 2023," terangnya.

Ia melanjutkan, perlindungan terhadap korban yang satu dengan korban yang lainnya baik tidak disabilitas ataupun disabilitas itu berbeda tergantung bagaimana kondisi korban ketika datang menemui WCC Nurani Perempuan.

"Kalau disabilitas lihat kondisinya seperti apa. Perlindungan yang diberikan tergantung kondisi korban," tukasnya.

LBH Padang, Kami Ingin Keadilan untuk Korban

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengatakan, kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan oleh di Polres Solok. Selain LBH, korban juga didampingi oleh WCC Nurani Perempuan untuk mendapatkan keadilan.

"Korban penyandang disabilitas tunagrahita,” tuturnya kepada langgam.id, Rabu, (15/11/2023).

Ia melanjutkan, ketika menangani kasus perempuan yang diperkosa dengan umur dewasa dan dia penyandang disabilitas tunagrahita sering kali mendapatkan hambatan di tingkat kepolisian, seperti stigma polisi yang menganggap bahwa korban sudah dewasa dan kenapa korban tidak mampu melindungi dirinya.

Kemudian hambatan selanjutnya, terjadi pada situasi dimana kekerasan seksual terhadap korban bukan kejadian pertama yang mereka alami.   

Lampiran Gambar
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani. Foto: Ist

“Kalau polisinya punya perspektif terhadap teman-teman disabilitas tunagrahita maka bisa mereka bersimpati dan berempati kepada korban,” tutur Indira.  

Indira mengatakan, LBH gigih memperjuangkan kasus tersebut, karena tidak ingin orang-orang disabilitas menjadi target oleh predator seksual dan ia berharap polisi serius dalam menangani kasus tersebut mengunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Nomor 12 tahun 2022 serta UU Penyandang Disabilitas 8 tahun 2018.   

Ia mengatakan, di dalam UU TPKS Nomor 12 tahun 2022, kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas akan diberikan pemberatan atau ditambah 1/3 dari ancaman hukum sesuai pasal 15 ayat 1 huruf h.

Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika dilakukan terhadap penyandang disabilita:- begitulah bunyi pasal UU TPKS Nomor 12 tahun 2022 pasal 15 ayat 1 huruf h.

Terkait pasal pelindung disabilitas yang berhadapan dengan hukum tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Bagian Kedua tentang Keadilan dan Perlindungan Hukum pasal 28, 29 ayat 1 huruf a,b serta c. Berikut bunyi pasal tersebut:

Pasal 28: Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin dan melindungi hak Penyandang Disabilitas sebagai subjek hukum untuk melakukan tindakan hukum yang sama dengan lainnya.

Pasal 29: Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan bantuan hukum kepada Penyandang Disabilitas dalam setiap pemeriksaan pada setiap lembaga penegak hukum. dalam hal keperdataan dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 30:

(1) Penegak hukum sebelum memeriksa Penyandang Disabilitas wajib meminta pertimbangan atau saran dari:

a. dokter atau tenaga kesehatan lainnya mengenai kondisi kesehatan;

b. psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan; dan/atau

c. pekerja sosial mengenai kondisi psikososial.

“Kita ingin keadilan pada korban dan kita mau polisi memproses kasus ini secara adil, ini bukan kasus pertama yang kami dampingi dalam konteks korban penyandang disabilitas,” ujarnya.

Keterangan dari Disabilitas Dapat Dipercaya, Tergantung Pemeriksaan yang Dilakukan

Neny Andriani, psikolog yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia (UPI) mengatakan, disabilitas tunagrahita atau disabilitas intelektual adalah  orang yang memiliki kemampuan intekektual di bawah rata, mulai dari ringan, sedang hingga berat. Kategori ringan berada pada 60-69, sedang 50-59, serta berat 50 ke bawah.

“Bukan berarti kemampuan intektual di bawah rata-rata keteranggan yang didapat dari mereka tidak bisa dipercaya, itu salah. Intinya tergantung  bagaimana instrumen dan pendekatan yang digunakan terhadap pemeriksaan mereka,” tuturnya Sabtu, (18/11/2023).

Ia melanjutkan, terkait ketahanan ingatan pada disabilitas tunagrahita tidak bisa dikaitkan dengan kemampuan intelektual mereka. Dijelaskan Neny, ingatan itu berhubungan dengan kemampuan kognitif. Pada tunangrahita, kemampuan intelektual dan kemammpuan kognitif itu berbeda. Kognitif ini memori termasuk jangka panjang dan jangka pendek.

“Apabila tungrahita ini mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, maka secara tidak langsung otak atau kognitifnya berkenan mempertahankan kejadian itu dan akhirmya menjadi memori jangka panjang. Kejadian itu pada disabilitas tunagrahita juga menimbulkan trauma,” jelasnya.

Lampiran Gambar
Psikolog yang juga Dosen Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia (UPI), Neny Andriani. Foto: Ist

Neny melanjutkan, orang-orang dengan disabilitas tunagrahita memaparkan trauma dengan sikap dan perilaku mereka. Dan bisa juga dengan perubahan seperti, tempramen, agresif  serta emosional dan ada juga yang mengalami depresi.

“Kejadian yang terjadi pada disabilitas tunagrahita juga dapat berdampak baik pada diri mereka, namun hal itu butuh dukungan dari lingkungan tempat tinggal dan orang-orang disekitarnya,” katanya.

Ia mengatakan, ketika ditemukan penyandang disabilitas tunagrahita, ada yang lebih mudah bercerita apa yang mereka alami kepada siapapun. Hal itu dipengaruh karena intelektual serta kepribadian mereka.

“Dari beberapa pemeriksaan yang Ibuk lakukan, hampir selalu bertemu penyandang disabilitas tunagrahita yang mudah bercerita tentang apa yang mereka alami kepada orang lain, bahkan orang yang tidak kenalnya,” tuturnya.

Ia melanjutkan, kemampuan intelektual di bawah rata-rata kurang memahami informasi yang mereka sampaikan kepada orang lain, apakah akan berpengaruh kepada dirinya atau tidak. “Mereka tidak bisa menelaah, apakah informasi yang mereka sampaikan itu baik atau berpengaruh buruk terhadap dirinya, ataupun bagi orang yang menerima informasi yang mereka sampaikan,” jelasnya.

Pelaku Terancam 12 Tahun Bui

Kasat Reskrim Polres Solok, Iptu Hedi Permana Putra mengatakan, kasus tersebut sejauh ini masih dalam tahap penyidikan dan pemeriksaan saksi.

"Saksi yang kitaperiksa sudah 5 orang. Selain saksi, kita juga telah memeriksa korban,"  ujarnya, Senin, (21/11/2023).

Ia melanjutkan, terkait dengan pemeriksaan kepada terduga pelaku, pihaknya belum bisa memberikan kepastian.

"Kalau sudah kuat alat bukti baru kita periksa pelaku. Kalau sekarang kita periksa nanti terduga pelaku berkilah-kilah," tuturnya.

Lampiran Gambar
Siatuasi Kantor Satuan Resese Kriminal (Sat Reskrim) Polres Solok pada Selasa, (14/11/2023). Foto: Lisa Septri Melina

Pasal yang disangkakan terhadap pelaku itu Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun,"  bunyi Pasal 285 KUHP.

Hedi menyampaikan, kasus tersebut mungkin saja diterapkan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022.

"Mungkin saja bisa diterapkan," lanjutnya.

Ia mengatakan, saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan dinas sosial dan psikiater untuk dilakukan pemeriksaaan terhadap kondisi korban.

"Kalau sekarang proses hukumnya masih sama seperti orang biasanya, karena dia sudah dikategorikan dewasa berumur 25 tahun," tuturnya.  

Ia melanjutkan, kendalanya dalam kasus ini sebenarnya ada pada korban, waktu itu pada saat mau diperiksa dan divisum yang bersangkutan tidak hadir sampai dua bulan setelahnya baru bisa hadir dan memenuhi panggilan polisi.

"Kita sudah menghubungi namun tidak bisa. Dua bulan kemudian baru korban bisa hadir memenuhi panggilan polisi," pungkasnya.

Editor: Yose Hendra

Baca Juga

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan 17 bandara udara di Indonesia berstatus bandara internasional. Sebelumnya ada 34 bandara
Kemenhub Tetapkan 17 Bandara Internasional, Salah Satunya BIM
Pameran Foto dan Seni Rupa Di Bawah Kuasa Naga, Sebuah Kritikan pada Kebijakan Pariwisata
Pameran Foto dan Seni Rupa Di Bawah Kuasa Naga, Sebuah Kritikan pada Kebijakan Pariwisata
Kandaskan Korea Selatan Lewat Adu Tos-tosan, Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U-23
Kandaskan Korea Selatan Lewat Adu Tos-tosan, Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U-23
99 Tahun Gedung De Javasche Bank Padang (1)
99 Tahun Gedung De Javasche Bank Padang (1)
Seorang operator excavator yang melakukan pengerukan material lahar dingin di Kelok Hantu Aie Angek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat (Sumbar),
Seorang Pekerja Normalisasi Sungai di Kelok Hantu Meninggal akibat Terseret Arus Sungai Berhulu Gunung Marapi
Tiga dari empat orang warga Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat berhasil kabur dari apartemen di Malaysia setelah menjadi korban TPPO.
4 Warga Sumbar Dijadikan PSK di Malaysia: Dipaksa Kirim Foto Pakai Bra, Berhasil Kabur dari Apartemen