Jelang Putusan PK Bupati Pessel, Pengamat: Jangan Abaikan Legitimasi Sosial

eksekusi bupati pessel

Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar. [foto: Debi/langgam.id]

Langgam.id - Kasus hukum yang menjerat Bupati Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Rusma Yul Anwar kembali mencuat saat proses Peninjauan Kembali (PK) masih berlangsung. Selain legitimasi yuridis, legitimasi sosial diharapkan jadi pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dalam menetapkan putusan PK ke depan.

"Kita harus berbicara tentang dua legitimasi, legitimasi yuridis, berdasarkan aturan perundang-undangan, dan legitimasi sosial atau masyarakat," kata pengamat sosial dari Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra, Senin (27/9/2021).

Menurutnya, dua aspek tersebut harus seimbang dalam memutus perkara Rusma Yul Anwar. Hanya saja melihat hasil putusan di pengadilan sebelumnya aspek yuridis lebih menonjol ketimbang sosial. Pada proses hukum luar biasa sekarang, lanjutnya, disarankan MA mempertimbangkan dan membaca aspek sosial dibalik kasus Rusma Yul Anwar.

Direktur Revolt Institue itu meyakini ruang salah dari keputusan sebelumnya terlihat jika memandang aspek-aspek lain. Dicontohkan pada aspek sosial, politik hingga administrasi dari kasus tersebut.

"Jika kesalahannya administratif, tidak tertutup kemungkinan hasil PK nanti dikembalikan pada pelanggaran administratif," hematnya.

Sebaliknya, jika memang putusan pidana, kasus Rusma Yul Anwar dapat menjadi pelajaran bersama. Siapapun subjek hukumnya, sekecil apapun pelanggarannya, bisa mengantarkan seseorang ke ranah hukum.

Ditegaskan pula, kondisi sosial, juga tidak bisa sepenuhnya menjadi sandaran menetapkan hukum. "Kondisi saat ini, kita dipertontonkan pada pertaruhan legitimasi hukum dan upaya mewujudkan keadilan sosial," pungkas Eka.
Pengajar Sosiologi Hukum di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Muhammad Taufik pun angkat bicara.

"Boleh disebut, ini kecelakaan akibat kekosongan hukum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilukada," kata Muhammad Taufik saat dimintai tanggapan.

Menurutnya, kendati seseorang diizinkan mencalon saat tengah menjalani proses hukum, tidak ada jaminan bagi negara untuknya dapat berbakti. Sebab setelah menang, seperti posisi Rusma Yul Anwar, dirinya rentan dijadikan bulan-bulanan oleh kepentingan lawan politiknya.

"Di satu sisi undang-undang membolehkan maju. Di lain sisi, tidak ada jaminan negara agar mereka bisa menunaikan tugas setelah terpilih. Nah, di sinilah kekosongan hukum itu terjadi," jelas Muhammad Taufik.

Kekosongan hukum secara tidak langsung mengangkangi konstitusi negara. Keputusan politik rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negara demokrasi menjadi terabaikan. Keputusan politiknya-pun tergerus begitu saja.
Muhammad Taufik menilai pertarungan dalam kasus Rusma Yul Anwar tidak hanya upaya penegakan hukum semata.

Ditelisik lebih jauh, kasus hukum yang menjerat Rusma Yul Anwar hanya masalah perizinan. Prosesnya-pun terkesan dipaksakan dan kental dengan muatan politik. Kondisi ini secara otomatis akan berdampak pada kinerja pembangunan, juga terjadi sentimen politik antar pendukung di tengah masyarakat.

Segala bentuk perdebatan bisa berujung pada konflik horizontal. Lebih jauh, tidak tertutup kemungkinan berujung pada huru-hara. Hal itu pernah terjadi di Pesisir Selatan saat Pilkada 2005.

"Hendaknya negara tidak mengabaikan masa depan masyarakat di daerah. Biarkan mereka berdaulat dengan apa yang telah mereka putuskan, sesuai prinsip yang dianut negara kita," ujarnya.

"Negara harus hadir mengisi kekosongan hukum tersebut. Mesti ada solusi terbaik demi terwujudnya demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga pembangunan bisa berjalan sesuai target yang ditetapkan," harapnya.

Jika tidak, lanjut Muhammad Taufik, persoalan-persoalan seperti ini akan terus terjadi. Azas demokrasi di Indonesia hanya akan menjadi retorika belaka. Tidak ada lagi penjaminan terhadap hak politik warga negara. Daerah menjadi rawan konflik horizontal.

Padahal, Presiden Joko Widodo melalui salah satu Nawacitanya menegaskan membangun mulai dari pinggir. Presiden sangat menyadari, di tengah kemajemukan bangsa, kedaulatan negara bergantung pada kekuatan daerah.
"Kebhinekaan sejatinya memang harus dirawat melalui pembangunan yang lebih merata di tiap daerah," ujarnya.

Ke depan, dirinya menyarankan UU Pilkada harus segera direvisi sebagai antisipasi berulangnya kejadian serupa. Jangan sampai berbenturan dengan produk hukum lainnya. Sebagai regulasi pelaksanaan demokrasi, undang-undang harus mampu menjamin keputusan politik rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi.

Diketahui, setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) pada 24 Februari 2021, Rusma Yul Anwar kini melakukan upaya hukum luar biasa, yakni PK. Proses pencarian keadilan itu kini tengah berproses di MA. (debi virnando)

Baca Juga

Bupati Pesisir Selatan Berikan Diskon 50% Tagihan Air Bagi Korban Bencana Banjir dan Tanah Longsor
Bupati Pesisir Selatan Berikan Diskon 50% Tagihan Air Bagi Korban Bencana Banjir dan Tanah Longsor
Pemprov Janji Dukung BNN dalam Penanggulangan Narkoba di Sumbar
Pemprov Janji Dukung BNN dalam Penanggulangan Narkoba di Sumbar
Puskesmas di Pesisir Selatan Diminta Siaga Menjelang Libur Panjang Idul Fitri
Puskesmas di Pesisir Selatan Diminta Siaga Menjelang Libur Panjang Idul Fitri
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim Randang Lokan Pesisir Selatan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
Randang Lokan Pesisir Selatan Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Semen Padang FC akan menghadapi PSPS Riau di laga kedua Liga 2 2022/2023 pada Senin. Laga tandang perdana Semen Padang FC pada musim
Manajemen Semen Padang FC Kantongi 3 Calon Pelatih, Ada dari Sumbar
Mayoritas penduduk Sumatra Barat (Sumbar) adalah beragama Islam. Oleh karena itu, hampir di semua kabupaten/kota di Sumbar ditemukan banyak
Berikut 10 Kabupaten/Kota dengan Jumlah Masjid Terbanyak di Sumbar