Langgam.id - Kondisi di Wamena semakin normal, terutama di tengah kota. Hal ini dilaporkan Syofiardi Bachyul Jb dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Jumat (5/10/2019) melalui laman Facebook resminya.
Syofiardi mengira, Jumat itu, materi kutbah khatib akan menyinggung isu kerusuhan sepuluh hari lalu. Ternyata tidak, materi kutbah bersifat umum.
"Saya sangat nyaman mendengarnya. Saya membayangkan, mungkin di beberapa masjid di luar Papua khatibnya sedang mengangkat isu kerusuhan Wamena. Bisa saja dengan nada membakar emosi jamaah dengan informasi yang ia serap dari pihak ketiga, media pers dan media sosial. Saya berdoa, mudah-mudahan ceramah seperti itu tidak ada," harapnya.
Sebagai jurnalis, Syofiardi telah mewawancarai sejumlah orang dari berbagai latar, termasuk saksi mata. Namun, ia belum berani menyimpulkan apa penyebab kerusuhan yang menelan korban jiwa itu.
Naif sekali rasanya, lanjut Syofiardi, orang-orang yang tidak pernah menggali informasi langsung ke Wamena, lalu berani menyimpulkan apa yang terjadi. Terlebih merespon peristiwa ini dengan isu etnis dan agama.
"Jadi, jika anda bertanya apa penyebabnya, sabarlah menunggu. Mari kita berdoa agar para korban meninggal mendapatkan sorga-Nya dan korban luka-luka segera sembuh. Kemudian masyarakat di Wamena kembali menjalani hari-hari damai seperti biasanya. Hari-hari damai yang telah mereka hirup bertahun-tahun. Bukan kita yang jauh nun di sana," katanya.
Berbagai hal menarik menyita mata jurnalis senior ini ketika beribadah Jumat di Masjid Nurul Hidayah yang berjarak sekitar 350 meter dari Bandara Wamena itu. Ia melihat bagian belakang angkutan kota (angkot) bercat putih A2 bertuliskan bahasa Minang “Capek Pulang Yo Da” (Cepat pulang ya, Uda) dan di kanannya “Gali-Gali Sanang” (Geli-geli senang).
Tak kalah menarik lagi di samping masjid. Ada Jalan bernama Safri Darwin. Ia lantas bertanya kepada seorang pria 70-an asal Engrekang, Sulawesi Selatan yang sudah lama menetap di Wamena. Menurutnya, Safri Darwin berasal dari Sumatera Barat.
Panjang Jalan Safri Darwin sekitar 580 meter, dari Jalan Pramuka di Polres Jayawijaya hingga ke Jalan Patimura.
“Safri Darwin itu masih muda meninggal, baru tamat Akpol langsung ditugaskan di sini sebagai kapolsek dan meninggal waktu kerusuhan Wamena tahun 1977. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Wamena dan namanya dijadikan nama jalan,” kata pria tersebut.
Usai jumatan, Syofiardi pun menikmati makan siang di rumah makan padang yang tempatnya kecil. Rumah makan dan deretan rumah lain di jalan kecil tersebut tampak tidak terkena kerusuhan.
"Usai makan saya bertemu Pak Sudirman, ketua umum Ikatan Keluarga Minang (IKM) Kabupaten Jayawijaya. Beliau memperkenalkan istrinya orang Makassar," katanya.
Sudirman berasal dari Pesisir Selatan. Ia merantau ke Wamena sejak tahun 1983 mengikuti kakak laki-lakinya yang berjualan di Wamena. Setelah beberapa tahun berjualan, ia kemudian diterima sebagai staf di Kodim Jayawijaya hingga pensiun.
Lantas, Syofiardi pun menanyakan tentang Safri Darwin kepada Pak Sudirman. “Ia orang Bukittinggi, mungkin waktu itu umurnya baru 20-an ketika ke sini, baru tamat Akpol ditugaskan ke sini sebagai kapolsek, bukan Wamena tapi polsek di distrik pegunungan, ia baru bertugas sekitar setahun ketika ada kontak senjata dan meninggal," kata Sudirman kepada Syofiardi.
Sudirman menceritakan, ia yang membersihkan dan menyemen kuburuan Safri Darwin ketika melihat tak terawat di TMP.
"Saya merekam pesan Pak Sudirman kepada para perantau Minang di Wamena yang sudah mengungsi. Ia juga menyebutkan pengungsi Minang tidak ada lagi di Wamena," katanya.
Sudirman yakin tidak akan ada lagi kerusuhan di Wamena. Sebab, sudah ada pertemuan dengan tokoh-tokoh di Wamena untuk menjaga kedamaian.
Di Wamena ada istilah “Labewa” (Lahir dan Besar di Wamena). Anak-anak Sudirman termasuk Labewa. Di antaranya dua pria menjadi prajurit TNI. Wamena adalah kampung halamannya Labewa.
Setelah itu, Syofiardi bertemu Dominikus Sorabut, orang asli Papua di Wamena. Dominikus merupakan Ketua Dewan Adat Wilayah Lapago (Pegunungan Tengah Papua).
Lapago adalah wilayah adat masyarakat Papua yang mencakup beberapa kabupaten di Pegunungan Tengah Provinsi Papua, termasuk Kabupaten Jayawijaya.
“Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Sumatra Barat dan orang-orang Padang di sini, sungguh ini peristiwa yang di luar kendali kita,” katanya sebelum duduk di depannya.
Dominikus menceritakan banyak hal terkait peristiwa 23 September 2019 itu. Ia juga menceritakan menyelamatkan orang Padang dan orang dari daerah lain dari amukan massa dan membawa mereka ke gereja.
"Ia menyambut permintaan saya untuk merekam permohonan maaf dan jaminan keamanan para perantau di Wamena.
Kota Wamena terlihat semakin ramai. Sore membawa angin dingin yang menusuk tulang. Seperti pagi yang cepat datang di Wamena, malam pun tiba sekitar setengah enam. Semoga Wamena segera normal kembali. (Laporan Syofiardi Bachyul Jb dari Wamena/RC)