InfoLanggam - Wakil Ketua DPRD Sumbar, Muhammad Iqra Chissa bersama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumbar, Syefdinon melakukan kunjungan ke Pertamina Patra Niaga Sumbar untuk membahas kerja sama terkait penggunaan BBM subsidi di Sumatra Barat.
Kunjungan ini disambut langsung oleh Sales Area Manager Pertamina Patra Niaga Sumbar, Narotama Aulia Fazri.
Kunjungan ini secara khusus mendiskusikan usulan pembatasan penggunaan BBM subsidi hanya untuk kendaraan dengan nomor polisi Sumbar (plat BA). Dan melalui kebijakan ini, kendaraan berplat nomor luar Sumbar hanya dapat membeli BBM non-subsidi di wilayah Sumatra Barat.
“Kita menginisiasi kebijakan ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus menjaga stabilitas distribusi BBM subsidi bagi masyarakat Sumbar. Seperti yang kita ketahui bahwasanya 48% PAD Sumbar berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Biaya Balik Nama, tentu naiknya PAD ini nanti akan berdampak poitif bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat Sumbar,” ujar Muhammad Iqra Chissa.
Ia menambahkan, usulan ini mengacu pada kebijakan serupa yang telah diterapkan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Surat Edaran Gubernur Nomor: 541/259/IV. Di Bangka Belitung, kendaraan yang ingin menggunakan solar subsidi harus memiliki plat nomor setempat, telah melunasi pajak, dan mendapat verifikasi dari Samsat.
"Ada sekitar 15-20% pengguna BBM subsidi di Sumbar berasal dari luar daerah, termasuk kendaraan travel dan perusahaan besar. Hal ini mengurangi kuota BBM subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat Sumbar," ucap Iqra.
Iqra juga sampaikan bahwa Pertamina dapat mendukung Pemprov dalam meningkatkan PAD. “Kami berharap teman-teman Pertamina dapat membantu Sumbar dalam meningkatkan PAD, dan kami juga siap bekerja sama untuk mendukung Pertamina dalam meningkatkan keuntungannya,” bebernya.
Kepala Bapenda Sumbar, Syefdinon menyatakan kesiapan Pemprov Sumbar untuk mendukung kebijakan ini dengan melakukan sosialisasi besar-besaran pada bulan pertama setelah regulasi ini diterbitkan.
"Selain itu, kami berupaya mengintegrasikan sistem e-Samsat dengan mekanisme pengawasan subsidi Pertamina,” tuturnya.
Sales Area Manager Pertamina Patra Niaga Sumbar, Narotama Aulia Fazri, menjelaskan bahwa pihaknya siap melaksanakan usulan ini selama Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi ke-legalan hal ini dengan surat edaran Gubernur atau peraturan lainnya, dan juga dapat memastikan adanya integrasi e-samsat dengan sistem pembelian BBM Subsidi menggunakan QR Code milik Pertamina.
“Kami siap melaksanakan usulan ini selama ada peraturan yang melandasinya, karena operator harus tunduk dengan peraturan regulator negara,” ujarnya.
Narotama menambahkan bahwa pihaknya telah mendata pengguna BBM subsidi sejak 2022. Data tahun 2024 menunjukkan adanya peningkatan penyaluran Bio Solar sebesar 0,02%. Sementara penyaluran Pertalite mengalami penurunan sejak diberlakukannya pembelian menggunakan QR Code.
“Jika kebijakan ini diterapkan, beberapa dampak positif yaitu peningkatan penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). Baik jika penggguna kendaraan berplat nomor non sumbar membalik namakan kendaraannya, ataupun kendaraan berplat nomor non Sumbar tersebut hanya boleh membeli BBM Non Subsidi,” terang Narotama.
Narotama juga jelaskan ada kekhawatiran mengenai praktik penyalahgunaan BBM subsidi oleh oknum pelangsir yang menjualnya ke perusahaan-perusahaan besar dengan harga lebih murah.
Narotama mengusulkan agar vendor yang menagih biaya transportasi diwajibkan melampirkan nota pembelian Dexlite agar dapat diverifikasi.
Menanggapi hal ini, Kepala Bapenda Sumbar, Syefdinon, menyatakan akan membahas lebih lanjut dengan pihak terkait. “Untuk saat ini, fokus utama kami adalah memastikan kebijakan pembatasan BBM subsidi ini dapat diterapkan dengan baik,” tegasnya.
Tentang kebijakan ini, ada sedikit keraguan mengenai perluasan pembatasan diberlakukan juga untuk bahan bakar Pertalite. Tim Pertamina menjelaskan bahwa pada dasarnya masalahnya ada di regulasi.
"Apakah kebijakan ini hanya berlaku untuk Bio Solar atau bisa diperluas ke Pertalite. Tim Pertamina perlu mengkaji lebih lanjut oleh tim hukum. Masalahnya ada pada regulasi, tetapi pada dasarnya baik Bio Solar maupun Pertalite sama-sama memiliki unsur subsidi dari negara,” kata Dimas, perwakilan dari Pertamina. (*)