In Memoriam Nazif Basir (1)

In Memoriam Nazif Basir (1)

Cover kaset Baralek Gadang (P’Rindu Record, NAC 770). Koleksi: Esha Tegar Putra

Langgam.id - Samar-samar, jika kita memerhatikan sampul piringan hitam dan kaset pita lagu-lagu Minang periode 70-90an, maka sesekali akan muncul nama Nazif Basir. Ia memang kerap bersanding, atau namanya dibuat garis miring, dengan musisi dan pencipta lagu Nuskan Syarif atau Zaenal Combo.

Biasanya Nazif berlaku sebagai penulis lirik dan musisi seperti Zaenal dan Nuskan sebagai penggubah irama. Tapi pada beberapa kaset musik instrumen atau paduan lagu yang disusun seperti opera (bercerita), maka Nazif muncul tunggal sebagai penulis naskah. Salah satunya kita dapat melihat pada keset pita cukup populer dan kerap diputar untuk mengiringi jalannya peristiwa baralek: Baralek Gadang (P’Rindu Record, NAC 770).

Pada kaset ini, Nazif menyusuan dengan saksama naskah musik pengiring suasana penjemputan marapulai oleh keluarga anak daro (mempelai wanita) dan suasana penjemputan marapulai di rumah keluarga anak daro (oleh keluarga marapulai), serta beragam susunan musik acara hiburan.

Pada kaset ini pula Nazif berkolaborasi untuk menyusun satu peristiwa baralek dalam musik diiringi musisi populer Minang, selain istrinya Elly Kasim: Band 4 Sapilin (Asbon, Yusaf Rachman, Suryaman, Aswin Hamir), Rustam Raschany, Elsa Mardian, Lenny Bahar, Fadian, Fachri, dll.

Penulisan naskah memang adalah bagian dari perjalanan hidup Nazif. Kelak, ia dikenal sebagai salah seorang kreator terbaik dalam dunia entertain yang berhubungan dengan tradisi Minang—salah satunya sebagaimana diingat pada pembukaan MTQ 1983, Nazif juga adalah orang belakang panggung atas kesuksesan acara tersebut. Tapi penulisan naskah, khususnya dunia teater, adalah pendidikan pokoknya.

Kedekatan Nazif dengan penulisan naskah dan teater sudah dimulai sebalum ia melanjutkan SMP di Bukittinggi dan SMA Budaya Yogyakarta (masuk tahun 1951 dan selesai 1954). Ia kerap menonton pertunjukan sandiwara (tonil) di kampungnya, Balingka, Agam, setiap Hari Raya Idul Fitri.

Pertunjukan tersebut, kata Nazif dalam sebuah catatan, dengan mengosongkan sekolah dan menyusun bangku-bangku rata sebagai pentas, kemudian dilengkapi dengan layar untuk membuka tutup panggung, para penonton berjejer duduk dikursi dalam ruang-ruang kelas yang lain yang telah dibuka dinding-dinding penyekatnya.

Pertunjukan tersebut biasa dipimpin oleh kakak beradik Rasyidin Rasyid dan Anis Rasyid yang pernah menempuh pendidikan jaman Jepang di INS Kayu Tanam di bawah pimpinan Engku Syafei. Pertunjukan Tonil di Balingka itu dilakukan dengan mempergunakan naskah yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Nazif sendiri ketika itu sudah ikut dibawa main untuk peran-peran pembantu.

Nazif mengenang, periode ini pertunjukan-pertunjukkan randai juga  sangat populer serta sering diadakan dihalaman-halaman rumah di kampung-kampung. Di Bukittinggi dikenal nama-nama Rasyid Manggis dan DT. Nurdin Ya’kub yang pernah menyutradarai pertunjukan-pertunjukan sandiwara.

Kemudian terdapat pula Kelompok SEMI (Seniman Muda Indonesia) dibawah pimpinan Zetka dan A.A. Navis pernah mempegelarkan Drama Modern “Bunga Rumah Makan” karya Utuy Tatang Sontani.

“Semua itu terjadi sebelum saya meneruskan sekolah ke Jogyakarta,” tulis Nazif

Pertunjukan Teater Modern di Padang

Sejak Nazif bersekolah di Yogya, tahun 1953, ia juga sudah mulai menjajal dunia karang-mengarang. Diawali dengan menulis cerita-cerita pendek yang dimuat oleh Majalah Minggu Pagi, Majalah Wanita, Majalah Bikini terbitan Yogjakarta, Majalah Cermin terbitan Surabaya, Majalah Waktu terbitan Medan, Majalah Lukisan Dunia (Parada Harahap) dan Majalah Aneka Terbitan Jakarta.

Selepas dari SMA Budaya Yogyakarta Nazif diterima masuk Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi). Di akademi inilah Nazif menjajal kemampuan berteater dan menulis naskah. Ia termasuk mahasiswa senior dan kedua berasal dari Sumatera setelah S.A. Karim (Aceh) dan lebih dahulu dari Kusno Sujarwadi, Hendra Cipta dan Iman Sutrisno.

Karena ia senior, ia selalu diberi peran-peran utama dalam naskah-naskah Sri Murtono (Direktur Asdrafi) yang dipagelarkan dalam berbagai kegiatan oleh Asdrafi. Di akademi ini WS Rendra pernah ikut sebentar, juga Steve Lim (Teguh Karya) yang kemudian pindah ke Jakarta karena telah dibukanya Akademi Teater  Nasional Indonesia (ATNI).

Di tahun ketiga Nazif di Asdrafi, ia pulang libur ke Bukittinggi (1956). Menurut Nazif, karena kawan-kawan-kawan dan guru-gurunya di Gajah Tongga, Bukittinggi, tahu ia kuliah di Asdrafi, mereka meminta Nazif menyutradarai dua pagelaran drama untuk dipertunjukkan di Gedung Nasional Bukittinggi dalam rangka Ulang Tahun Gerakan Pemuda Sosialis (GPS).

Naskah yang digarap Nazif adalah “Awal dan Mira” karya Ututy Tatang Sontani di mana ia merangkap sebagai sutradara dan memerankan tokok Awal. Kedua ia menyutradarai drama Minang “Sabai Nan Aluih” naskah Tulis Sutan Sati dengan pemain Ratna Mahyar, Syafri Segeh, Basri Segeh, dll.

Tahun 1961, setelah selesai kuliah dan bekerja di Jakarta dan pulihnya masa PRRI, Nazif pindah ke Padang dan langsung bekerja di Harian Res Publika. Ketika itu, menurut Nazif, kelompok seniman di Padang banyak bergabung dengan grup Kuntum Mekar yang dikelola Harian Panarangan di bawah pimpinan Rasyidin Bey yang kemudian hari dikenal sebagai aktivis komunis.

Harian Panarangan dan Res Publika tempat Nazif bekerja kerap berpolemik. Di Res Publika kegiatan kebudayaan dipimpin oleh Abdul Muis S. Bakry dengan nama samaran Ananda Madah Bangau. Koran ini beraliran “Nasionalis” di bawah pimpinan Kepala Japenprop Sumbar, Bapak Daranin, seorang tokoh PNI. Karena Nazif selain wartawan dikenal sebagai seniman, ia diminta untuk membentuk kelompok teater yang waktu itu diberinama “Teater Kota Padang”.

Nazif mengatakan, pada waktu itu Abdul Muis S. Bakry (waktu Kaharudin Dt Rangkayo Basa menjabat Gubernur Sumbar) duduk di DPRD dan mempunyai banyak relasi dan koneksi dikalangan pejabat di Padang.

Dan di ruangan sastra-budaya Res Publika banyak  tampil seniman-seniman dan sastrawan-sastrawan muda dengan menulis puisi serta eseis budaya yang yang bertendesi Anti Komunis (mereka menganut paham Humanisme Universal) seperti: Mursal Esten, MS. Sukmajata, Chairul Harun, Rusli Marzuki Saria, Leon Agusta, dll.

Para seniman dan penulis muda tersebut praktis menjadi pendukung pertama lahirnya “Teater Kota Padang”. Oktober 1961, ketika Palang Merah Indonesia mengadakan acara di Gedung Pancasila, melalui Abdul Muis S. Bakry mereka meminta Teater Kota Padang dapat menampilkan pertunjukan Drama.

Waktu itu dipentaskan naskah “Penggali Intan” karya Kirjomulyo dengan menampilkan pemain seperti Mira Darjis, Syafril Zein, Nurjani Musa. Nazif sendiri berlaku sebagai sutradara merangkap pemain.

Peristiwa ini kelak dianggap sebagai pertunjukan teater mdoern di Kota Padang dan barangkali yang pertama mengangkat naskah-naskah drama yang ditulis oleh sastrawan terkenal periode itu.

Suatu ketika Nazif mengenang bagian paling berkesan ketika ia berpreses dalam kegiatan drama dan teater di Padang, yaitu ketika pertunjukan naskah “Bung Besar”, yang ia tulis dan ikut memerankan. Pertunjukan ini diadakan bulan Februari 1966 di Aula Don Bosco, Padang, dalam rangka Hari Ulang Tahun PWI. “

Waktu itu kawan baik saya  Ridwan Isa fotografer terkenal di Padang, menyuruh saya melapisi perut dan dada dengan lempengan besi. Kuatir sedang main nanti ada tentara yang menembak saya dari jauh,” tulis Nazif.

Sebab mereka takut pengikut setia Bung Karno marah besar karena pertunjukan mereka adalah parodi terhadap Bung Karno.

Nasif mengenang, berturut-turut tiap tahun sesudah pagelaran pertama (1961) sampai runtuhnya Gedung Pancasila diterjang ombak, Teater Kota Padang menampilkan pertunjukan-pertunjukan drama dengan mengangkat naskah-naskah drama dunia terkenal, seperti: “Tanda Silang” oleh Eugene Oneil dan “Hanya Satu Kali” karya John Galworty.

Pada acara Dies Natalis Unand tahun 1963, Teater Kota Padang juga pernah menampilkan pergelaran naskah: “Penghuni-penghuni Gua”. Yang memegang peranan ketika itu selain Nazif juga diperani oleh Leon Agusta. Sedangkan Dekorasi ditangani oleh pelukis  Arby Samah.

Latihan-latihan naskah ini juga disaksikan oleh budayawan Umar Qayam dari Jogja.

Naskah “The Proposal” karya Anton Chekov pernah diadaptasi Zazif dalam “Kumidi Bagalau” dengan judul “Udin Pamalu” yang dipertunjukan dengan pelaku-pelaku Burhan Bur dan Lucian Idris serta Nazif sendiri melakonkan Udin Pamalu yang dipentaskan di bioskop Raya Padang.

Catatan: beberapa sumber disusun dari catatan pribadi Nazif Basir

Baca Juga

60 Perupa dari 5 Negara Bakal Pameran di Padang
60 Perupa dari 5 Negara Bakal Pameran di Padang
Hilangnya Kerbau Kita
Hilangnya Kerbau Kita
Ranahisasi Kesenian Minang
Ranahisasi Kesenian Minang
Usung Tema Inspirasi Rumah Gadang, Festival Pamenan Minangkabau Bakal Digelar November Ini
Usung Tema Inspirasi Rumah Gadang, Festival Pamenan Minangkabau Bakal Digelar November Ini
Usaha Menjaga Silat Tradisi, Dompet Dhuafa Gelar Serambi Budaya
Usaha Menjaga Silat Tradisi, Dompet Dhuafa Gelar Serambi Budaya
Gubernur : Kemah Seniman Sumbar, Obat Kerinduan untuk Silaturahmi dan Berkarya
Gubernur : Kemah Seniman Sumbar, Obat Kerinduan untuk Silaturahmi dan Berkarya