Hegemoni Partai Politik dan Krisis Media di Era Mediatisasi Politik

Hegemoni Partai Politik dan Krisis Media di Era Mediatisasi Politik

Muhammad Thaufan Arifuddin, MA (Foto: Dok. pribadi)

Pemilu Presiden 2024 semakin mencuat di media massa dan media sosial. Partai politik tampaknya tengah berlomba-lomba mempersiapkan calon presiden yang diharapkan dapat meningkatkan elektabilitas partai dan memenangkan Pemilu. Dalam suasana ini, pengamat politik semakin gencar membahas hasil survei, strategi koalisi partai, dan isu-isu terkait calon presiden di media massa dan media sosial.

Media telah berubah menjadi panggung politik yang mengabaikan peran demokratisnya sebagai pengawas kekuasaan. Relasi antara politik dan media yang saling terkait ini menciptakan kompleksitas dalam mediatisasi politik (Stromback, 2008).

Secara akademik, partai politik berperan sebagai sarana untuk memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan (Katz & Crotty, 2006). Partai politik memiliki peran strategis dalam sistem politik suatu negara. Pertama, sebagai wadah komunikasi politik, partai politik menyampaikan ideologi, visi, dan misi mereka kepada masyarakat.

Kedua, partai politik berperan sebagai lembaga sosialisasi politik, membantu mengedukasi masyarakat tentang proses politik dan pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan politik. Ketiga, partai politik berperan dalam rekrutmen politik, yaitu mencari, mengajukan, dan mendukung calon pemimpin politik yang kompeten dan berintegritas.

Keempat, partai politik dapat berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam menyelesaikan konflik antara kelompok masyarakat yang memiliki pandangan politik yang berbeda (Budiardjo, 2008). Sebaliknya, media seharusnya berfungsi sebagai bagian dari masyarakat sipil yang mengawal demokratisasi.

Namun, peran ideal partai politik dan media sering kali terhambat oleh kepentingan segelintir elit penguasa yang disebut oleh Hadiz, Robison, dan Winters sebagai kekuatan oligarki. Di Indonesia, kekuatan oligarki ini menguasai partai politik dan media, menjadi tantangan serius yang mempengaruhi kualitas demokrasi pascareformasi (Tapsell, 2017; Winters, 2011).

Konsekuensinya, partai politik sering menjadi alat hegemoni elit dan media hanya berperan sebagai corong elit yang cenderung mempertontonkan isu-isu dangkal yang tidak relevan dengan kebutuhan rakyat. Hegemoni partai politik semakin meningkat, sementara media mengalami krisis peran.

Di tengah hegemoni partai politik untuk memenuhi kepentingan elit menjelang Pemilu 2024, masyarakat sipil harus menjadi kritis dalam menilai kinerja partai politik dan memilih partai politik dan kader-kadernya yang berintegritas dan berkomitmen serius dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selanjutnya, masyarakat sipil harus mendorong reformasi partai politik di Indonesia dan mengurangi praktik patronase-klientelisme yang mendorong politik uang (Aspinall dan Berenschot, 2019). Diperlukan ideologisasi dan penguatan akuntabilitas partai politik untuk mendukung demokratisasi dan membangun kembali kepercayaan publik terhadap sistem dan partai politik di negara ini.

Mendorong partai politik untuk lebih akuntabel, fokus pada isu-isu struktural, dan berorientasi pada generasi berikutnya bukan hanya akan memperkuat demokratisasi, tetapi juga meningkatkan daya tarik dan dukungan dari pemilih, terutama dari kalangan generasi milenial dan Z (Zillenial) yang cenderung apatis terhadap partai politik.

Di tengah krisis peran media menjelang Pemilu 2024, masyarakat sipil harus mendorong media massa untuk menjaga kredibilitas dan independensinya serta berperan strategis sebagai kekuatan demokrasi yang mengutamakan kebenaran, verifikasi, dan kepentingan masyarakat (Kovach dan Rosenstiel, 2014).

Hal ini diperlukan agar media berani menyoroti permasalahan utama dalam demokratisasi kita, seperti kualitas pemikiran elit politik dan lemahnya visi ideologis partai politik dalam mendorong agenda politik yang bersifat struktural dan berorientasi pada keadilan sosial.

Tidak berbeda dengan partai politik dan media massa, media sosial juga terancam kehilangan orientasinya dan menjadi alat buzzer politik yang tunduk pada kepentingan elit dan partai politik. Fenomena propaganda politik oleh buzzer di media sosial dapat merusak demokrasi secara serius (Sastramidjaja dan Wijayanto, 2022).

Era digital membawa pengaruh besar pada cara masyarakat memperoleh informasi politik, terutama melalui media sosial. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat sipil untuk menggunakan media sosial secara bijaksana, memilah informasi yang benar dan terpercaya, serta tidak mudah terpengaruh oleh propaganda dan hegemoni partai politik dan elitnya yang impulsif.

Bahkan, seharusnya media sosial menjadi senjata demokrasi warga negara untuk melancarkan agenda politik yang lebih struktural.

Proses mediatisasi politik menjelang Pemilu 2024 di Indonesia semakin meningkat dan memiliki dampak signifikan terhadap literasi politik masyarakat sipil dan kualitas demokratisasi politik. Partai politik, media massa, dan media sosial dalam kenyataannya menjadi alat hegemoni elit, tetapi ketiganya juga memiliki potensi untuk menjadi alat mencapai demokrasi yang sejati.

Hegemoni elit politik tidak hanya melahirkan berbagai macam distopia politik di tubuh partai politik dan media, tetapi juga mengakibatkan hilangnya politik alternatif yang bersifat kerakyatan, kehilangan gagasan perubahan struktural yang membela kaum mustadh’afin, dan semakin jauhnya keadilan sosial di negeri ini.

Mengembalikan partai politik dan media sebagai kekuatan utama dalam demokrasi dan perubahan akan memerlukan kerja keras dari aliansi masyarakat sipil untuk mengatasi kekuatan oligarki dan secara perlahan mendorong perbaikan di tubuh partai politik dan institusi media. Perbaikan partai politik dan media mencakup penguatan regulasi partai politik dan media untuk mencegah penyimpangan partai politik dan media sebagai alat kepentingan elit politik semata.

Paling tidak, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah memberikan landasan untuk penguatan sistem kelembagaan partai politik, demokratisasi internal partai politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan partai politik serta perlunya pendidikan politik.

Demikian pula, Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 telah memberikan ruang untuk memperjuangkan reformasi dan demokratisasi media, memproteksi kerja media dan kepentingan masyarakat sipil.

Walhasil, pendidikan politik dapat membantu masyarakat sipil dalam mengenali propaganda licik elit oloigarki dan hegemoni partai politik. Selain itu, literasi media dapat membantu mengidentifikasi berita pesanan elit, buzzer hoaks, dan manipulasi informasi dari tim sukses di era mediatisasi politik saat ini.

Partai politik harus mampu mengartikulasikan kembali visi dan misi struktural-ideologis mereka dengan lebih jelas dan meyakinkan, serta berkolaborasi secara strategis dengan institusi media untuk mendorong demokrasi yang lebih berkualitas. Sejatinya, partai politik bersama kekuatan media dapat menjadi senjata untuk mewujudkan demokrasi yang lebih inklusif dan adil di Indonesia.

*Pengamat Media dan Demokrasi, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Baca Juga

Kredibilitas Media dalam Menyambut Pemilu 2024
Kredibilitas Media dalam Menyambut Pemilu 2024
Songsong Pemilu 2024, Dosen Ilmu Politik Unand Literasi Kader Partai Buruh
Songsong Pemilu 2024, Dosen Ilmu Politik Unand Literasi Kader Partai Buruh
Pakar Hukum: Pencatutan Identitas Orang Lain Oleh Parpol Bisa Dipidana
Pakar Hukum: Pencatutan Identitas Orang Lain Oleh Parpol Bisa Dipidana
Langgam.id - Warga Kota Pariaman yang dicatut nama oleh Parpol dipersilakan melapor ke KPU Bawaslu hingga 4 November 2022.
Nama Dicatut Parpol, Warga Pariaman Dipersilakan Lapor KPU dan Bawaslu hingga 4 November 2022
Langgam.id - Bupati Tanah Datar, Eka Putra mengucapkan terima kasih kepada Partai Politik (Parpol) atas konsolidasi membangun Luhak Nan Tuo.
Eka Putra Ungkap Peran Partai Politik Membangun Tanah Datar
Langgam.id - Sebanyak 12 Parpol di Pasaman Barat (Pasbar) mendapatkan dana hibah dari Pemerintah Daerah (Pemkab) senilai Rp1,63 miliar.
Parpol di Pasbar Dapat Dana Hibah Rp1,63 Miliar dari Pemkab