Langgam.id - Salah seorang dosen di Universitas Negeri Padang (UNP) resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukannya terhadap mahasiswinya sendiri.
Sebelumnya, penetapan tersangka ini setelah dilakukan gelar perkara yang dilakukan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar. Namun pihak kepolisian belum melakukan penahanan terhadap tersangka.
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan atas perbuatannya tersangka terancam lima tahu penjara. Tersangka dijerat pasal tindak pidana pencabulan.
"Tersangka dijerat pasal 289 dan pasal 294 KUHP dengan ancaman pidana penjara di atas 5 tahun," ujar Satake Bayu kepada langgam.id, Jumat (21/2/2020).
Pasal 289 KUHP berbunyi, "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.”
Sementara itu, Pasal 294 KUHP terdiri atas 2 ayat. Pertama ayat 1 pasal 294 KUHP berbunyi, "Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan orang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung, dididik untuk dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun."
Dengan hukuman yang serupa, pada ayat 2 pasal 294 KUHP dijelaskan bahwa pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan kepadanya untuk dijaga. Atau, pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ.
Sementara itu, Plt Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Center Rahmi Merry Yenti mengungkapkan pihaknya telah membawa korban ke psikiater untuk pemulihan korban.
"Psikiater menyarankan korban untuk tidak kuliah dulu. Biarkan dia menjadi nyaman dengan lingkungannya. Terus disarankan engga kuliah. Kini masih pemulihan psikologis dan psikososial korban," kata Merry.
Merry mengakui korban sejak kejadian tidak pernah masuk kuliah. Karena merasa tidak nyaman, apalagi kasus ini sampai ke ranah hukum.
"Semenjak kejadian, engga ada ke kampus. Mana tahu dengan penetapan tersangka dan pelaku ditangkap korban akan menjadi nyaman kembali," ujarnya.
Pihak kampus telah memberikan dukungan bagi korban untuk dapat kembali kuliah. Bahkan ancaman pemberhentian bagi korban juga telah dicabut.
"Kampus sudah mendukung untuk kembali kuliah. Kita berharap apabila dosen itu tidak ada lagi, tentu akan membuat dia berani kembali ke kampus. Tidak jadi terancam diberhentikan," tuturnya. (Irwanda/ICA)