Boleh Memukul Orang Tua

Nuzul Iskandar : Boleh Memukul Orang Tua

Nuzul Iskandar

“Nabi membolehkan kita tidak Salat Jum’at saat hujan lebat, tapi tidak dalam situasi wabah corona”, tulis seorang warganet. Karena itu, menurutnya, Salat Jum’at dalam situasi pandemi ini mesti tetap digelar. Alasannya, kita harus mengikuti perintah Nabi secara akurat, harus pakai dalil, jangan ditambah-tambah atau dikurang-kurangi.

Sepintas lalu, komentar warganet tadi benar, karena memang tidak ditemukan ayat atau hadis yang secara gamblang memberikan dispenisasi tidak Salat Jum’at saat wabah corona. Sementara, untuk siuasi hujan lebat, jalan becek, atau cuaca ekstrem, terdapat beberapa hadis yang memberi kelonggaran.

Salah satunya, riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi memerintahkan sahabat agar mengganti lafaz azan “hayya alash Shalah” (marilah shalat) dengan “shallu fi buyutikum” (salatlah di rumahmu). Peristiwa itu terjadi di hari Jum’at saat hujan lebat. Artinya, hujan lebat dapat menggugurkan kewajiban Salat Jum’at (diganti Zuhur). Tentunya, tiada penjelasan tentang virus corona dalam hadis itu.

Namun demikian, memahami titah Allah dan Rasul tidak cukup dengan cara “sepintas lalu” seperti itu, tapi mesti dengan metodologi yang tepat. Jika cara serampangan seperti itu dipakai, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa zakat fitrah itu tidak wajib bagi orang Indonesia, karena Nabi dulu berzakat dengan makanan pokok berupa gandum dan kurma, sedangkan makanan pokok orang Indonesia adalah nasi (beras). Hadis tentang zakat fitrah itu (H.R. Bukhari dan Muslim), tidak memuat kata “nasi” atau “beras”.

Juga, jika mengikuti cara berpikir seperti itu, kita akan tergiring pada kesimpulan bahwa memukul orangtua itu boleh-boleh saja, karena yang dilarang oleh Alquran hanya mengatakan “uff” (umpatan). Sedangkan larangan memukul orangtua, tidak dinyatakan secara gamblang oleh Alquran.

Silakan perhatikan Surat al-Isra’ [17]: ayat 23. Ada pada potongan ayat “wala taqul lahuma uffin wala tanhar huma” (janganlah kamu katakan pada kedua orang tuamu “ah” dan jangan pula kamu membentak keduanya). Tidak ada kalimat “janganlah kamu memukul keduanya” dalam ayat itu. Apakah lantas kita akan mengambil kesimpulan bahwa: Alquran memang melarang setiap anak memaki dan menghardik orang tuanya, tapi membolehkannya memukul orangtuanya? Begitukah?

Dalam kajian ushul fiqh, ada metode penetapan hukum yang disebut “qiyas”, yakni menjelaskan status hukum suatu masalah yang tidak disebutkan dalam nash (Alquran dan Hadis) dengan jalan mencari persamaan atau pembandingnya berupa masalah serupa yang terdapat dalam nash. Singkatnya, qiyas adalah mencari persamaan hukum atau analogi.

Beras, makanan pokok orang Indonesia, tidak disebutkan dalam Alquran dan Hadis. Hadis tentang zakat fitrah hanya menyebut kurma dan gandum. Namun, karena fungsinya sama-sama sebagai makanan pokok atau makanan yang mengenyangi, maka beras kemudian disamakan dengan gandum dan kurma. Karena itu, zakat fitrah boleh dibayarkan pakai beras oleh orang Indonesia. Atas pertimbangan ini juga, padi menjadi salah satu tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya jika hasilnya mencapai nishab (batasan wajib). Singkatnya, kurma dan gandum di Arab, sama fungsinya dengan padi atau beras di Indonesia.

Larangan memukul orangtua memang tidak dicantumkan secara gamblang dalam Alquran. Dalam Alquran hanya termuat larangan memaki dan menghardik orangtua. Namun, kalau diukur pakai akal sehat, bobot kedurhakaan memukul jauh lebih besar dibanding memaki dan menghardik. Karena itu, jika memaki dan menghardik saja sudah diharamkan oleh Alquran, maka sudah barang tentu memukul lebih diharamkan lagi.

Dalam perkara memukul orangtua ini, lebih rinci diistilahkan dengan “qiyas aulawi”, yakni sebuah pembandingan yang bobot pembandingnya lebih ringan dari sesuatu yang dibandingkan. Jika dinarasikan, keputusan hukum yang menggunakan metode qiyas aulawi biasanya menggunakan diksi “sedangkan” dan “apalagi”. Sedangkan memaki orangtua saja dilarang, apalagi memukulnya. Begitulah.

Lampiran Gambar

Uzur untuk meniadakan Salat Jum’at di situasi pandemi corona ini, sebagaimana telah difatwakan MUI dan beberapa ormas Islam, juga menganut prinsip qiyas aulawi. Memang Hadis Nabi tidak memuat pandemi corona sebagai alasan menggugurkan Salat Jum’at, tapi tingkat mudarat pandemi ini jelas melebih hujan lebat dan jalan becek. Karena itu: sedangkan hujan lebat dan jalan becek saja bisa menjadi uzur untuk tidak Salat Jum’at, apalagi pandemi. Begitulah pembandingannya.

Karena itu pula, orang yang mengatakan bahwa meniadakan Salat Jum’at di situasi corona ini tidak ada dalilnya, seolah juga sedang berkata bahwa memukul orang tua itu boleh, karena tidak ada dalil yang melarang. Ia seolah juga berkata bahwa zakat fitrah pakai beras itu tidak sah, karena praktik Nabi menggunakan gandum dan kurma.

Ada lagi sebagian orang yang memaksakan diri tetap menggelar Salat Jum’at, dengan alasan bahwa virus corona itu tidak berbahaya. Orang macam ini sebenarnya tak butuh penjelasan dalil sampai ke metode qiyas aulawi. Ini pertanda bahwa literasi kita memang sangat bermasalah. “Itu tandonyo kawan ndak mambaco koran cabiak” (itu tandanya anda tak membaca koran sobek), tulis seorang warganet. “Koran cabiak” adalah idiom ejekan untuk orang gagap informasi.

Akan halnya qiyas aulawi ini, orang Minang punya ungkapan serupa yang sering terlontar dengan nada berseloroh: sadang kunun lai kunun, kununlah kunun kok kunun. Polanya sama, menggunakan diksi “sadang” (sedangkan) dan “kununlah” (bermakna: apalagi).

“Sadang sakampuang hati lai rindu, kunun lah adiak jauah di mato”, dendang Beniqno dalam lagu “Tanjuang Katuang”. Bait lagu ini, selain menggunakan pola mirip qiyas aulawi, juga mewakili perasaan pasangan yang terpisah jarak karena PSBB. Hehe.

Bait berikutnya juga:
“Darai badarai si bungo lado
jatuah dilendo si buruang bondo
Carai sahari raso tabedo
kunun bapisah yo salamanyo”. 

Ondeh tuan... Semoga wabah ini segera berlalu. Wallahu a’lam. Wallahu musta’an.[]


Nuzul Iskandar, Dosen Hukum Islam IAIN Kerinci

Baca Juga

Zakat fitrah merupakan zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadan, sebelum
Kapan Waktu Terbaik Melaksanakan Zakat Fitrah?
Bulan Ramadan 1445 Hijriah akan memasuki 10 malam yang terakhir. Oleh karena itu dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dengan berdzikir,
4 Amalan Agar Dapat Meraih Kemuliaan Lailatul Qadar
Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah selama bulan Ramadan. Salah satu ibadah sunnah yang biasa dilakukan yaitu salat tarawih.
Begini Sejarah Awal Mula Penamaan Salat Tarawih
Sebanyak delapan warung makan ditertibkan oleh personel Satpol PP karena memfasilitasi makan siang di tempat. Penertiban itu dilakukan
Buka Siang Hari Ramadan, 8 Warung Makan di Padang Ditertibkan
Sahur merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin melaksanakan ibadah puasa. Saat sahur menjadi salah satu momen yang
Apakah Masih Boleh Makan Sahur di Waktu Imsak? Begini Penjelasannya
Bulan puasa identik dengan pasar Ramadan atau orang Minangkabau menyebutnya pasar pabukoan. Pasar pabukoan menjual berbagai macam takjil
Dekat dengan Kampus Unand, Pasar Pabukoan Kapalo Koto Tawarkan Ragam Menu Berbuka