KPK menangkap tangan lagi. Tangkapan kali ini tidak main-main: seorang hakim agung, beberapa orang pegawai dan panitera pengganti di Mahkamah Agung (MA). Juga 2 orang advokat berinisial YP dan ES, yang ditangkap dalam waktu hampir bersamaan.
YP mengakui perbuatannya. Tapi, dia sedikit membela diri. Dia dan rekannya merasa menjadi korban dari sistem yang buruk. Maksudnya sistem peradilan. Kata YP, di pengadilan, dari bawah sampai ke atas memerlukan uang. Itu disampaikannya ke beberapa media. Kira-kira, YP mau bilang begini: di pengadilan, ada uang perkara bisa menang. Menang melalui tangan mafia.
Meskipun tidak mutlak, yang disampaikan YP ada benarnya. Praktik sistem peradilan kita belum berubah benar. Perubahan ada. Tapi belum menyeluruh, dan tidak dilakukan sungguh-sungguh. Kawanan mafia yang selama ini wara wiri di ruang dan lorong pengadilan belum terbunuh habis.
Saya sudah menjalankan profesi advokat (termasuk sebagai pengacara praktek) sejak akhir tahun 1996. Sudah hampir 26 tahun lamanya. Sebab itu, saya agak hapal polah mafia di jajaran MA. Terutama di pengadilan negeri atau setingkatnya.
Berdasarkan pengalaman, pintu masuk praktik mafia di pengadilan banyak. Ini beberapa diantaranya.
Pintu pertama, penundaan sidang dengan alasan yang dibuat-buat dan tidak masuk akal. Sidang yang ditunda-tunda adalah kode khusus. Pihak-pihak yang berperkara biasanya sudah maklum. "Sesuatu" harus dilakukan agar proses persidangan berjalan sesuai yang diinginkan.
Pintu kedua, menahan dan menangguhkan penahanan terdakwa. Dalam perkara pidana, penahanan dan penangguhan penahanan terdakwa adalah momen yang ditunggu-tunggu. Inilah masa bagi para mafia meraup uang haram dari terdakwa dan/atau keluarganya.
Pintu ketiga, menunda-nunda pembacaan putusan. Penundaan pembacaan putusan yang dilakukan beberapa kali juga adalah kode khusus dan keras. Itu artinya, hakim sedang menunggu untuk ditemui. Tujuannya, agar mereka disuapi uang haram agar putusan sesuai kemauan. Praktiknya, uang suap bisa langsung diberikan ke hakimnya atau melalui pihak-pihak lainnya seperti panitera, panitera pengganti atau pegawai pengadilan.
Pintu keempat, memain-mainkan eksekusi. Mengeksekusi perkara yang sudah punya kekuatan hukum tetap (inkracht) sebenarnya urusan sederhana. Tapi dibuat rumit dengan alasan macam-macam. Ujung-ujungnya adalah pembayaran lebih oleh pemohon. Atau, hal sebaliknya juga bisa terjadi: pihak pengadilan bermain mata dengan termohon agar eksekusi tertunda-tunda. Terkait eksekusi, lakon utama mafianya biasanya juru sita pengadilan.
Terkait praktik mafia di gedung MA, saya tidak punya banyak pengalaman langsung. Tapi ada satu hal yang selalu saya tandai: penundaan pemberitahuan putusan di tingkat MA. Saya punya pengalaman. Putusan perkara yang saya tangani baru dikeluarkan lebih kurang setahun setelah dibacakan. Biasanya, penundaan pemberitahuan putusan ataupun pemberitahuan tepat waktu ada uangnya.
Semua praktik mafia peradilan dapat terjadi melalui tangan advokat. Ada yang terjadi karena desakan klien. Ada pula atas inisiatif advokat sendiri. Menurut saya, faktor desakan klien lebih dominan. Dua-duanya (desakan klien dan inisiatif advokat) terjadi karena esksisnya “hukum pasar” perkara di lembaga peradilan kita: barang yang dijual ada, dan penjual serta pembelinya pun ada.
Sebagian besar klien yang dibela menginginkan perkaranya menang. Apapun minta dilakukan untuk menang. Pada umumnya begitu. Sementara orang-orang jahat di lingkar pengadilan menawar-nawarkan jualan haramnya kepada para advokat. Jadinya, posisi advokat mirip-mirip kue bika yang di atas dan bawahnya api: desakan agar menyuap dari klien kuat, sementara yang minta disuap juga bergerak agresif.
Advokat terkepung. Bisa jadi inilah yang dimaksud advokat YP sebagai moralitas mereka sangat rendah dalam menangani perkara tersebut. Pilihannya hanya dua: ikut masuk dalam barisan gerombolan mafia sebagai advokat jahat atau tetap berada di luar barisan sebagai advokat baik dengan segala macam risiko, termasuk risiko ekonomi.
Baca juga: Memahami Gagal Paham Miko Kamal
Memilih jadi advokat jahat atau baik sebenarnya tidak sulit dan rumit. Memilih suami atau isteri jauh lebih sulit dan rumit. Hanya saja, seringkali menjadi advokat jahat itu memang pilihan sadar tanpa tekanan dari advokat itu sendiri. Saya tidak tahu persis apakah tindakan advokat YP dan ES yang berujung di tangan KPK itu merupakan pilihan sadar dari mereka atau tidak.
_
Miko Kamal
Ketua DPC Peradi Padang