Upacara Bendera Lagi

Upacara Bendera Lagi

Miko Kamal, SH, LLM, PhD

SETELAH lebih kurang 34 tahun, saya ikut upacara bendera lagi. Dulu sebagai peserta atau komandan regu. Sekarang jadi pembina upacara.

Saya sudah lama absen bukan karena memendam prinsip anti-upacara. Kesempatan saja yang tidak ada. Saya bukan pegawai negeri. Bukan pula pejabat pemerintahan. Jadi, tidak ada kerja saya yang bersentuhan langsung dengan upacara-upacaraan.

Atas undangan kepala sekolah SMA Negeri 7 Padang Dra Enny Sasmita, MP.d, saya jadi pembina upacara di pagi Senin 27/2/2023 yang cerah itu. Saya diundang dalam kapasitas selaku ketua alumni.

Pukul 7 kurang saya sudah sampai di sekolah. Lebih dari 1.000 siswa sudah berbaris rapih ketika saya tiba di pinggir lapangan upacara. Agak grogi juga saya. Maklum tidak terbiasa.

Upacara dimulai. Pembawa acara mempersilakan saya memasuki lapangan upacara. Tepatnya menaiki mimbar pembina upacara yang ditinggikan dua atau tiga anak tangga. Setelah petugas pengerek bendera menggayutkan bendera di tiangnya, saya diminta memberikan amanat.

Dua hal saya sampaikan. Pertama, terkait konsep pembangunan jiwa. Saya mulai dengan sejarah kapan diksi pembangunan jiwa mulai diperkenalkan. Kata saya, "Diksi pembangunan jiwa untuk pertama kali diperkenalkan pada tanggal 28 Oktober 1928, bertepatan dengan dikumandangkannya lagu kebangsaan Indonesia Raya pada penutupan Kongres Pemuda ke 2. Lagu Indonesia Raya diciptakan Wage Rudolf Soepratman. Yang didapuk menyanyikannya waktu itu adalah Doli Salim, anak tertua H Agus Salim".

"… Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya", begitu bunyi salah satu penggalan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Lalu saya uraikan sedikit diksi bangun jiwa itu. Kata saya, "Perhatikan urutan diksi bangun jiwa dan bangun badan. Diksi bangun jiwa disebut lebih dahulu, baru diikuti dengan diksi bangun badan. Saya jelaskan tafsir saya tentang ini. Tafsir pertama, diksi bangun jiwa disebut terlebih dahulu karena membangun jiwa itu lebih penting. Dalam praktik kehidupan, yang penting biasanya didahulukan atau diberi kesempatan lebih dahulu. Begitu saya memberi contoh.

Tafsir kedua, membangun jiwa adalah kerja berat. Jauh lebih berat daripada membangun badan. Membangun badan yang kemudian juga diterjemahkan sebagai membangun fisik itu tergantung uang. Ada uang, apapun bisa dibangun. Sebutlah jembatan panjang ataupun gedung menjulang. Karena berat, diksi ini disebut lebih dulu. Tujuannya, agar segenap warga dan penyelenggara negara awas sedari awal dan bersungguh-sungguh melakukannya.

"Membangun jiwa sebagai kerja berat itu sudah terbukti. Sudah hampir 78 tahun kita merdeka, sampah masih berserakan di mana-mana. Jalan raya kita masih sangat amburadul, dan lain sebagainya. Itu fakta negara kita belum lagi dihuni oleh orang-orang yang terbangun jiwanya", saya menjelaskan.

Kedua, saya menyuntikkan motivasi, terutama motivasi kepada siswa-siswa kelas XII yang sebentar lagi menanggalkan seragam putih abu-abu. Kata saya, bagi Allah semuanya mudah. Tugas kalian adalah berikhtiar dan berdo’a di ujungnya. “Dulu, ketika masih di Sekolah Menengah Pertama, saya ‘divonis’ hanya punya IQ yang cukup untuk tamat Sekolah Menengah Atas. ‘Vonis’itu saya jadikan cambuk. Saya berikhtiar terus melakukan hal terbaik dalam bidang Pendidikan saya. Ikhtiar yang diikuti doa. Alhamdulillah, Allah izinkan saya menyelesaikan Pendidikan sampai pada jenjang yang paling tinggi atau Strata 3”, begitu saya memotivasi.

Saya juga memotivasi mereka dengan ceritera terkait hampir gagalnya beberapa murid-murid kelas XII yang memenuhi syarat (eligible) mengikuti Sistem Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) atau jalur mahasiswa undangan. "Dalam lebih kurang 5 hari, saya berusaha keras menggunakan koneksi yang ada untuk meyakinkan pemegang kewenangan agar aplikasi pendaftaran SNBP kembali dibuka. Secara bersamaan saya juga meminta para orang tua anak-anak yang eligible untuk membantu dengan doa. Atas izin Allah, aplikasi dibuka dan 162 anak-anak yang memenuhi syarat itu menggunakan hak mereka", begitu kata saya.

Bagi saya, ikut upacara bendera lagi sangat menyenangkan. Momen itu saya manfaatkan sebagai ajang saling berbagi dan/atau menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Ikut upacara bendera lagi ini juga bentuk partisipasi saya dalam ikhtiar membangun jiwa. Padang, 8/3/2023 (*)

Miko Kamal adalah pengamat tata kelola kota, Ketua DPC Peradi Padang, Ketum IKBA SMAN 7 Padang.

Baca Juga

KPU Berisik, Gibran Akan Tetap Berlalu
KPU Berisik, Gibran Akan Tetap Berlalu
Gosip Online
Gosip Online
Jokowi Sumbar, pengamat,
Dinamisnya Pencalonan Presiden
Peluang Perti dalam RPJPN 2025-2045
Peluang Perti dalam RPJPN 2025-2045
Medsos, Reuni dan Perceraian
Medsos, Reuni dan Perceraian
Menyoal Seleksi Pejabat Eselon Pemerintah Daerah
Menyoal Seleksi Pejabat Eselon Pemerintah Daerah