Langgam.id - Badan Keahlian DPR RI mengunjungi Sumatra Barat (Sumbar), Kamis (25/3/2021). Kunjungan dalam rangka mensosialisasikan ke pemerintah daerah terkait naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Sumbar.
Ketua Tim Kerja Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Sumbar Mardisontori mengatakan, pihaknya mendapat penugasan dari Komisi II DPR RI. RUU Provinsi Sumbar adalah salah satu dari 12 RUU Provinsi yang saat ini sedang disusun.
"Dasar dari penyusunan itu untuk melakukan penyesuaian terhadap dasar hukum UU lama yang tidak sesuai dengan perkembangan hukum yang ada sekarang ini," katanya.
Pasalnya terang Mardisontori, Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tk. I Sumatra Barat, Jambi dan Riau dinilai sangat ketinggalan zaman, seperti muatan materinya perlu penyesuaian-penyesuaian.
Baca juga: Wacana Sumbar Jadi DIM, Ini Beda Daerah Istimewa dan Khusus
Selain itu ungkapnya, juga akan disesuaikan dengan konsep otonomi daerah yang sudah berkembang jauh. Penyusunan itu tidak mengarah kepada konsep asimetris, artinya tidak mengarah pada daerah istimewa dan tidak mengarah pada daerah khusus.
"Hal ini menjadi arahan dari Komisi II, namun demikian kami sangat memperhatikan kekhasan dan keunikan yang ada di masing-masing provinsi," katanya.
Misalnya untuk di Sumbar tentang adat istiadat, filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dan juga tentang nagari. Selain itu juga mempertimbangkan aspek-aspek bangunan yang menjadi prioritas bagi Sumbar juga dimuat dalam UU ini.
Ia mengatakan, dalam pertemuan itu, masukan cukup bervariasi, baik dari teknis penyusunan peraturan perundang-undangan dan juga dari sisi substansi secara umum. Stakeholder yang ada dari LKAAM, kemudian dari perguruan tinggi khususnya FH dan FISIP Unand, BP2DIM juga memberi saran masukan.
Ia mengungkapkan, saran dan masukan itu akan diolah dan didiskusikan lagi untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Akan tetapi perbaikan itu akan diputuskan tim sesuai kesepakatan selama masukan yang diberikan relevan dan kuat.
"Itu akan kami akomodir," terang Mardisontori.
Baca juga: Tanggapan Gubernur Sumbar Soal Daerah Istimewa Minangkabau
Terkait wacana Daerah Istimewa Minangkabau, ia menyatakan, Provinsi Sumbar sampai sekarang tetap diberi nama Provinsi Sumatera Barat. Hal-hal yang diharapkan oleh sebagian stakeholder tentang perubahan nama menjadi Daerah Istimewa Minangkabau, Mardisontori mengatakan, sebenarnya ada hal-hal yang sudah diatur secara substansi di dalamnya.
Menurutnya, tidak mesti nama seperti itu karena pasti menimbulkan pro dan kontra yang lebih luas nantinya. Dikhawatirkan nanti bisa memicu hal yang sama.
"Hal itu karena bisa memicu daerah lain untuk meminta hal yang sama. Namun yang jelas, tentang sistem matrilineal budaya Minangkabau, dan pemerintahan nagari diakui, yang cukup diakui tentang kekhasan dan keunikan Minangkabau," ujarnya.
Sementara itu, Asisten I Pemprov Sumbar Devi Kurnia mengatakan, dari pertemuan telah diberikan banyak masukan. Terutama terhadap konteks pemerintahan nagari dan adat istiadat Minangkabau.
Baca juga: Anggota DPR Dukung Perubahan Nama Sumbar Menjadi Daerah Istimewa Minangkabau
"Kita memberikan masukan tentang konteks nagari dan adat istiadat, banyak hal yang disesuaikan dengan Sumbar, intinya seperti itu, ada beberapa pasal yang krusial," katanya.
Menurutnya, selama ini ada kesalahpahaman tentang nagari dan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Hal ini yang perlu diluruskan. Selain itu juga ada masukan tentang DIM yang disampaikan. Diharapkan masukan itu dapat menjadi bagian dari RUU yang dibahas.
"Kalau untuk berubah nama itu kewenangan mereka, kalau sekarang kita belum bisa berandai-andai, setiap penamaan pasti akan disamakan seluruh Indonesia," katanya.
RUU ini mengatur tentang pemerintahan yang ada, kondisi sosial, adat dan budayanya. Hal ini tentu berbeda-beda setiap Provinsi di Indonesia. Kalau untuk penamaan menurutnya akan tetap sama, karena daerah khusus hanya ada 4 di Indonesia. (Rahmadi/yki)