Langgam.id - Sidang kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru, khususnya Taman Kehati digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Kamis (21/7/2022) hingga larut malam sekitar pukul 21.50 WIB.
Pada persidangan kali kini menghadirkan beberapa saksi ahli, di antaranya Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Unand Prof Yulia Mirwati, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/KBPN 2016-2018 M Noor Marzuki.
Lalu Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dr Eva Achjani Zulfa, Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Kementerian ATR/KBPN Tri Wibisono, dan Auditor Independen Suswinarno, Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/KBPN Kintot Eko Baskoro serta Erfan Susanto.
Menurut Ahli M Noor Marzuki dalam keterangannya saat sidang mengatakan, Undang-undang Omnibus Law atau Cipta Kerja Tahun 2021 yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia beserta turunannya mengatur tentang perlindungan aparat pertanahan.
Di sana, kata Marzuki, diatur bahwa apabila ada indikasi tindak pidana korupsi dan penyimpangan wewenang yang dilakukan oleh aparat pertanahan, maka harus mendahulukan asas administrasi.
Sementara, asas pidana merupakan pintu terakhir jika Lembaga Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) telah melakukan penilaian-penilaian dan tidak ada itikad mengembalikan kerugian keuangan negara maka penilaian ini diserahkan ke aparat penegak hukum.
"Yang pasti kalau ditemukan masalah, asas administrasi didahulukan. Kalau ada aparat pertanahan melakukan indikasi tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara, maka segera dikembalikan kerugian tersebut sebelum APIP melakukan penilaian, dan menyerahkannya ke aparat penegak hukum," ujarnya.
Berlakunya aturan ini, kata Marzuki, untuk melindungi aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dari Presiden, guna mensukseskan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sesuai Inpres Nomor 2 tahun 2018.
"Kementerian ATR/BPN memiliki tugas berat dari Presiden menjalankan Program PTSL, karena harus menerbitkan sertifikat tanah dengan cepat. Bayangkan dalam satu bulan, BPN harus menerbitkan 1000 sertifikat, sehingga prinsip kehatiahatian dalam menetapkan kepemilikan tanah sedikit," jelasnya.
"Sehingga aparat pertanahan perlu dilindungi dalam menjalankan tugas. Maka lahirlah aturan ini dalam UU Omnibus Law dan turunannya," sambung Eks Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang ini.
Lebih lanjut M Noor Marzuki mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2012, ada empat tahapan dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Keempatnya adalah perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil. Keempat tahapan itu tidak bisa dipisahkan dan jelas pihak-pihak yang bertanggung jawab, waktu pelaksanaan maupun output yang dihasilkan.
Dijabarkan, untuk tahapan perencanaan merupakan tanggung jawab instansi yang membutuhkan. Dalam tahap ini, outputnya dokumen perencanaan yang berisi gambaran umum siapa pemilik tanah, kajian studi kelayakan, amdal, studi tata ruang dan studi ekonominya.
Dalam tahap persiapan, penanggung jawab adalah gubernur sebagai Ketua Panitia Persiapan Pengadaan Tanah. Outputnya adalah dikeluarkan penetapan lokasi (penlok). Penlok ini diumumkan 14 hari ke publik.
Jika ada keberatan dari berbagai pihak, maka dibuat kajian oleh Tim Sekretariat Daerah (Sekda) Provinsi. Gubernur membuat data awal berdasarkan dari data perencanaan. Guna memperkuat data perencanaanya, gubernur membuat konsultatif publik 30 hari untuk kesepakatan. Sahnya penlok ini berdasarkan kesepakatan antara pemilik tanah yang diputuskan oleh pengadilan.