Langgam.id - Epidemiolog Universitas Andalas (Unand) Padang Defriman Jafri menilai tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 sebagai syarat perjalanan udara membingungkan masyarakat. Kebijakan ini dinilai juga tidak efektif.
"Pemerintah harusnya tegas menerapkan aturan, implementasi di lapangan juga beda-beda bahkan dari pengalaman perjalanan saya sendiri. Sehingga terjadi kebingungan di tengah masyarakat," katanya Senin (25/10/2021).
Dia menilai, sebenarnya yang paling penting adalah vaksinasi covid-19 bagi setiap penumpang. Itu dinilai cukup dibandingkan PCR tes atau rapid antigen. Kemudian selama perjalanan juga harus diterapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Tak Ada Jaminan Aman dari Covid-19
Dia menilai, kalau yang disyaratkan tes PCR maka perlu diketahui bahwa data itu tidak onset. Artinya data tes itu informasinya tidak update di saat penumpang akan memulai penerbangan.
Jadi terangnya, tidak ada jaminan penumpang aman dari covid-19 sekalipun hasil negatif PCR tes.
"Pemeriksaannya itu tidak di bandara, contohnya mau berangkat besok, dia PCR pagi ini dan hasilnya keluar nanti malam. Sementara dia sudah jalan ke berbagai tempat, lalu siapa yang menjamin pas berangkat tidak positif?, sementara pemeriksaan kemarin pagi?," ujarnya.
Menurutnya, waktu jeda itu mengakibatkan tidak ada jaminan aman dari tertular Covid-19. Berbeda kalau datanya onset yaitu diperiksa di bandara dengan waktu gerak yang lebih sempit. Masyarakat harusnya juga paham hal seperti ini.
Dirinya mengapresiasi bahwa ada rencana pemerintah untuk mempersingkat waktu pemeriksaan di bandara selama sekitar dua atau tiga jam, seperti direncanakan di Bandara Soekarno-Hatta. Namun alatnya tentu harus kuat atau metode baru pemeriksaan.
Kemudian soal tes rapid antigen ungkapnya, itu juga bukan tes standar untuk pemeriksaan covid-19.
Defrimn mengatakan, rapid tes antigen berbeda akurasinya dengan PCR sehingga hanya menjadi alternatif saja. Sama seperti tes G Nose. Memang lebih cepat cuman akurasinya tidak seperti PCR.
"Jadi saran saya jangan membuat masyarakat bingung. Kemudian masyarakat harus paham juga apa itu PCR apa itu rapid antigen dalam melakukan perjalanan meskipun tidak menjamin, setidaknya sadar bahwa pandemi belum berakhir," katanya.
Terapkan Protokol Kesehatan Ketat
Selain itu, yang paling penting menurutnya adalah penerapan protokol kesehatan yang ketat dalam perjalanan baik di udara maupun darat.
Jadi anggap saja semua orang ini seperti orang tanpa gejala (OTG) sehingga lebih mengutamakan protokol kesehatan.
"Jadi kalau orang tidak pakai masker maka kita saja pakai masker yang benar, itu lebih efektif, jadi tidak ada jaminan PCR atau rapid antigen bebas dari positif covid-19 karena pemeriksaannya tidak onset," katanya.
Idealnya ungkap Defriman, untuk perjalanan itu harus punya alat tes yang cepat di bandara dengan akurasi tinggi serta waktu jelang perjalanan yang sempit.
Baca juga: Penumpang Pesawat Masih Wajib PCR Meski Sudah Divaksin Covid-19
Sebab ada temuan saat naik negatif namun saat sampai di bandara berikutnya malah positif covid-19.
"Jadi ini membingungkan masyarakat, sebenarnya cukup dengan vaksin saja dan ketatkan protokol kesehatan," katanya.
Apalagi terangnya, ada kebijakan menerapkan tes PCR dan antigen berdasarkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di suatu daerah.
Hal Ini menurutnya, membingungkan karena tidak ada hubungannya kalau status suatu daerah menentukan alat tes apa yang dipakai.