Langgam.id- Kebijakan pemerintah merupakan realisasi dari perintah Al-quran. Termasuk perintah Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang didukung dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal ini disampaikan Ketua Umum Yayasan Thawalib Abrar, dalam tausiyahnya live streaming program Ceramah Ramadan yang digelar langgam.id dan PT Paragon Technology and Innovation, Selasa (28/4/2020). Dengan judul Fleksebilitas Hukum Islam dalam Masa Wabah Covid-19.
"Pada hakikatnya apa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan fatwa MUI merupakan realisasi apa yang ada dalam Alquran," ujar Abrar yang juga Dosen Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol Padang.
Ia menjelaskan bahwa ada lima hal yang harus dijaga dalam Islam yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta. Dalam rangka memelihara ke lima hal tersebut Allah memberikan kemudahan.
Bahkan Allah akan membolehkan melakukan hal yang dilarang asal tidak melampaui batas untuk melindungi lima hal tersebut. Contoh saja babi diharamkan, tetapi dalam kondisi darurat diberikan kesempatan untuk memakannya.
Allah memang mewajibkan salat Jumat, tetapi allah tidak memberikan kesulitan yaitu sesuatu yang memberatkan bagi umatnya. Dalam konteks tersebutlah adanya fleksibilitas dalam hukum Allah.
Fleksibilitas dapat dipahami yaitu lentur dan tidak kaku.banyak alternatif yang diberikan dan bisa dilakukan oleh umatnya. Contoh zakat fitrah awalnya adalah beras, gandum, dan lainnya. Tetapi saat ini bisa dibayarkan dengan uang.
"Hukum bisa mengalami perubahan jika ada faktor kesulitan, allah berikan bentuk hukum yang lebih lapang dan mudah," katanya.
PSBB saat ini merupakan praktek dari perubahan hukum tersebut. Hukum itu berlaku di kondisi normal, sementara saat ini tidak normal karena ada Covid-19. Pelaksanaan salat bisa mengancam nyawa.
"Kalau sekarang biasanya di mesjid sekarang bisa di rumah, itu namanya ruksah yaitu keringanan bagi umat Islam," katanya.
Allah menyuruh menjaga jiwa, berarti menjaga sesuatu yang berdampak pada nyawa harus dilaksanakan. Saat ini angka korban covid-19 juga sudah melewati angka 100 orang. Hal itu berbahaya bagi umat Islam.
Banyak kaedah dalam hukum fiqih yang dapat diterapkan. Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan. Kemudian memelihara kepentingan umum harus didahulukan dibandingkan kepentingan pribadi.
"Memutus rantai penyebaran Covid-19 tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga melindungi orang lain," katanya. (Rahmadi)