Urgensi Pendidikan Politik bagi Perempuan Kader Partai

Urgensi Pendidikan Politik bagi Perempuan Kader Partai

Al Rafni. (Foto: Dok. pribadi)

KolomLanggam - Pendidikan dalam pengertiannya yang mendalam adalah sebuah aktivitas politik yang memiliki tugas untuk melakukan transformasi dan pengembangan kultur masyarakat dari generasi ke generasi sehingga terbentuk budaya politik yang sesuai dengan komunitas dan sistem politik yang ada. Dengan demikian pendidikan pada hakekatnya adalah proses menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang punya kepribadian dan kemampuan yang unggul termasuk di bidang politik.

Ciri utama dalam pendidikan politik adalah penekanannya yang tidak pada konsep ilmu, melainkan kepada daya manfaat riil yang pragmatis bagi manusia didiknya ke arah pembentukan pribadi-pribadi yang politically organized. Kriteria- kriteria psikologis dan didaktis pedagogis justru lebih menentukan. Pendidikan politik sama dengan usaha-usaha pendidikan dalam arti luas, tidak hanya terbatas kepada apa yang dinamakan pengajaran belaka akan tetapi sesuatu bentuk pendidikan dalam membentuk manusia yang seutuhnya (Sunatra, 2016).

Pendidikan politik bagi perempuan kader partai merupakan persoalan krusial mengingat dua hal yaitu : (1) masih rendahnya tingkat keterwakilan dan partisipasi perempuan dalam politik; dan (2) menyangkut persoalan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) perempuan kader partai. Pengalaman berbagai negara membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dengan kebijakan-kebijakan responsif gender yang dihasilkan.

Kaderisasi berkaitan dengan beberapa hal: (1) aktivitas dalam mempersiapkan kader partainya; (2) penetapan karir politik melalui sistem penjenjangan tertentu; (3) pelaksanaan pendidikan politik bagi kadernya; dan (4) penyiapan regenerasi dalam menjamin keberlanjutan visi dan misi partai. Fungsi kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon pemimpin, yang dilatih dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu sehingga memiliki kemampuan diatas rata-rata orang umum (Subiyanto, 2014).

Kaderisasi dalam partai politik akan berpengaruh pada kualitas sumberdaya manusia partai politik. Oleh karena itu sistem kaderisasi partai politik bergantung pada kemampuan partai politik mentransformasikan nilai-nilai kaderisasi ke dalam aturan internal mengenai penjenjangan kader. Aturan internal partai politik menjadi poin penting bagi keberlanjutan sistem kaderisasi dalam negara demokrasi. Belajar dari negara-negara lain misalnya di Korea Selatan, nilai yang ditanamkan dalam kaderisasi anggota partai politik adalah nilai budaya konfusionisme. Dalam kaitan ini, berpolitik di dalam partai politik menekankan pada perilaku moral yaitu adanya semangat antikorupsi di kalangan kader-kadernya (Park, 2009).

Di Filipina, mekanisme kaderisasi partai politik lebih cair dibandingkan Korea Selatan. Penerapan kaderisasi tidak terlepas dari sistem trapo, dengan penekanan nilai kaderisasi melalui prinsip winnability. Maksudnya adalah partai politik melakukan kaderisasi bukan untuk kualitas kader tapi hanya untuk meraih kemenangan dalam pemilu sebagai tujuan akhirnya. Dengan kata lain mekanisme kaderisasinya tak jelas dan semuanya tergantung oligarki partai.

Selanjutnya di Rumania, sistem kaderisasi relatif terukur, disiapkan dengan matang melalui jenjang karir dan dievaluasi secara terus menerus. Malah kualitas kader diuji oleh penilaian publik (European Parliament’s Committee on Constructional Affairs : 2009). Perempuan dalam politik praktis memberikan warna tersendiri, mengingat perempuan memiliki lingkungan, cara pandang, dan kebutuhan yang cenderung berbeda dengan laki-laki.

Terdapat banyak alasan mengapa perempuan penting terlibat dalam politik. Fuchs & Hoecker (2004) menjelaskan sebagai beikut : Pertama, keadilan (justice). Keadilan merujuk pada fakta bahwa demokrasi melibatkan setiap orang, baik perempuan maupun laki-laki dalam menentukan dan membuat kebijakan. Kesetaraan merujuk pada partisipasi politik sebagai kriteria penting untuk menilai, atau mengukur proses-proses politik dalam demokrasi yang tidak bias gender (gender democratic).

Kedua, argumen tentang “kepentingan perempuan” (women interest), yang khusus dipandang baik bila diperjuangkan oleh perempuan sebagai wakil sehingga punya kebijakan yang women friendly. Ketiga, emansipasi (emancipation) dan perubahan (change). Hal ini menyangkut perubahan yang dibuat oleh perempuan menjadi kekuatan baru (the new driving force) dalam masyarakat dan partisipasi politik perempuan tidak hanya dalam arti hak-hak perempuan (women right) tetapi juga dalam keniscayaan (necessity).

Selanjutnya argumen keempat, perempuan membuat “perbedaan” (women make different). Perempuan tidak hanya sekadar hadir dalam demokrasi tetapi engender democracy. Perempuan diharapkan “bring a different style and values to politic. Artinya perempuan membawa pandangan, perspektif dan bakat yang berbeda dalam politik formal. Hal tersebut berkenaan dengan : (1) memimpin dan mempromosikan upaya-upaya menentang kekerasan berbasis gender (gender-based violence); (2) mempromosikan dan memastikan isu-isu kehidupan lansia, pegasuhan anak, undang-undang/peraturan kesetaraan gender dan elektoral untuk memperkuat akses perempuan ke dalam proses legislasi parlemen; (3) tanggung jawab untuk merepresentasikan perempuan pada umumnya; (4) pentingnya advokasi bagi komunitas yang lebih luas ; dan (5) mempromosikan “agenda perempuan” ke dalam diskusi-diskusi politik yang lebih luas. Akhirnya alasan yang kelima, simbolik. Artinya perempuan menjadi role model atau menjadi motivasi dan pemberi semangat bagi perempuan lainnya.

Partai politik sebagai salah satu institusi demokrasi memiliki peran strategis dalam melakukan pemberdayaan perempuan di bidang politik. Menurut Changara (2009) terdapat lima alasan yang mendorong seseorang menjadi anggota partai politik, yaitu : (1) melalui partai dapat melakukan kontak sosial dengan orang banyak; (2) aktualisasi diri dan mendapatkan hak-hak istimewa; (3) mendapatkan pendapatan melalui jabatan politik; (4) promosi jabatan; dan (5) memperjuangkan ideologi.

Melalui model pendidikan politik yang tepat untuk kebutuhan perempuan kader partai diharapkan akan hadir kebijakan-kebijakan yang strategi gender dan membuat demokrasi lebih ramah gender. Artikel ini ditulis berdasarkan disertasi yang berjudul Model Pendidikan Politik Berperspektif Gender Bagi Perempuan Kader Partai untuk penyelesaian studi S-3 pada Prodi Ilmu Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Padang (UNP) dengan Tim Promotor Prof. Dr. Azwar Ananda, MA. dan Prof. Dr. Syafri Anwar, M.Pd.

 

*) Promovendus Prodi Ilmu Pendidikan, Pascasarjana Univeritas Negeri Padang

Baca Juga

Universitas Andalas (Unand) dan Universitas Negeri Padang (UNP) masuk 10 kampus terbaik di Sumatra versi Webometrics 2024.
Berikut 10 Kampus Terbaik di Sumatra Versi Webometrics 2024, Dua Ada di Sumbar
Seleksi pemilihan Rektor Universitas Negeri Padang Periode 2024-2029 bakal diikuti sebanyak 12 akademisi atau dosen UNP.
2 Guru Besar Ikuti Pemilihan Calon Rektor UNP
Aksi Kolaborasi Bangun Pondok Literasi Rosihan Anwar di Solok
Aksi Kolaborasi Bangun Pondok Literasi Rosihan Anwar di Solok
Pertengahan pekan lalu, saya mendapat kesempatan berbicara sekitar 10 menit di sesi seminar pendidikan dalam rangka Kongress Minang Diaspora
Dari Seminar Pendidikan MDN: Dialektika yang Hilang 
Gosip Online
Gosip Online
Digelar 4 Hari, Wisuda ke 90 UIN Imam Bonjol Luluskan 1.865 Wisudawan
Digelar 4 Hari, Wisuda ke 90 UIN Imam Bonjol Luluskan 1.865 Wisudawan