Langgam.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1444 Hijriyah jatuh bertepatan dengan Kamis, 23 Maret 2023 pada awal Februari lalu. Organisasi ini juga telah menetapkan Idul Fitri pada 21 April 2023.
Ketua Divisi Fatwa dan Pengembangan Putusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ruslan Fariadi dalam keterangan tertulisnya di situs resmi organisasi tersebut pada Minggu (19/3/2023) mengatakan, ada tujuh alasan kenapa Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Wujudul Hilal.
Berikut tujuh alasan tersebut:
Pertama: karena semangat Al-Qur’an adalah menggunakan hisab, sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an; “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS. Ar-Rahman [55]:5). Ayat ini tidak sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar secara pasti (eksak), tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena memilik manfaat yang sangat banyak, antara lain untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu (QS. Yunus [10] ayat: 5).
Kedua: Rasulullah Saw menggunakan rukyat, karena itulah cara yang memungkinkan untuk digunakan saat itu, yang oleh Rasyid Ridha dan Mustafa Ahmad Az-Zarqa menjelaskan bahwa perintah melakukan rukyat adalah amrun ma’lulah (perintah yang memiliki ilat atau causa hukum), sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw; “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi kami tidak bisa (tidak terbiasa) menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian, kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga: Dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender, apalagi kalender global hingga sekian puluh atau seratus tahun yang akan datang. Rukyat tidak dapat dijadikan sarana untuk menentukan penanggalan jauh ke depan, sebab tanggal baru bisa diketahui pada H-1, yang dalam konteks Indonesia menyebabkan masyarakat di daerah Timur bingung untuk mengakhiri rangkaian ibadah ramadhannya termasuk shalat tarawih karena di daerahnya telah masuk waktu isya’ sementara di Jakarta masih sore dan menunggu sidang itsbat yang sejatinya tidak diperlukan.
Keempat: Rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global (Kalender Islam Internasional). Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qomariah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.
Kelima: Jangkauan rukyat terbatas, akibatnya rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qomariah di seluruh dunia. Pada sisi lain ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat dan dapat menjadi solusi yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara agama maupun saintifik.
Keenam: Pada masa Nabi rukyat tidak problematik karena terbatasnya wilayah umat Islam pada masa Nabi saw, tidak seperti saat ini yang telah mendunia.
Ketujuh: Rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah, karena di Makkah belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah Barat sudah terukyat, demikian pula sebaliknya. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qomariah. Akibatnya kawasan ujung Barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha.
Ruslan merilis alasan metode tersebut untuk menanggapi seorang pakar astronomi yang menilai penggunaan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal yang selama ini dipedomani Muhammadiyah sebagai metode yang telah usang. Bahkan ia menyebut sikap Muhammadiyah tersebut sebagai tindakan yang mengedepankan ego-organisasi sehingga berpotensi memecah belah ukhuwah Islam.
Menurutnya, tanpa disadari pernyataan ahli tersebut yang malah bisa memprovokasi keharmonisan umat Islam khususnya di Indonesia. Ia menegaskan, penggunaan Wujudul Hilal bukan berdasarkan ego tetapi berdasarkan dalil agama, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebelumnya, pengumuman penetapan 1 Ramadan disampaikan oleh Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti dalam konferensi pers Maklumat PP Muhammadiyah “Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, Zulhijjah 1444 H di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta pada Senin (6/2/2023). (*/SS)