Langgam.id - Beberapa waktu belakangan, sebuah hadis tentang peristiwa dukhan atau kabut tebal ramai beredar di sosial media dan aplikasi WhatsApps.
Informasi tersebut menjadi viral karena dukhan yang disebut permulaan hari kiamat itu terjadi pada 15 Ramadhan tahun ini atau tepatnya Jumat 8 Mei 2020. Sehingga membuat keresahan di tengah masyarakat.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat (Sumbar), Buya Gusrizal Gazahar memberikan tanggapan soal informasi viral tersebut lewat akun YouTube-nya di Surau Buya Gusrizal Kamis (7/5/2020).
"Banyak viral di tengah masyarakat tentang peristiwa tanda dekatnya hari kiamat datang pada tanggal 15 Ramadhan. Namun sebagian dari masyarakat terjebak dalam kekalutan, ketakutan, dan panik berlebihan," katanya.
Dengan begitu, peringatan tentang datangnya hari kiamat tidak lagi membawa nilai positif. Namun, membuat manusia menjadi pasif, karena tidak mau berikhtiar dan menyerah terhadap qada dan qadar Allah SWT.
Mengingatkan umat akan datangnya hari kiamat adalah sesuatu yang baik, hal ini telah dilakukan oleh semua nabi. Dunia ini tidak abadi dan akan ada akhirnya suatu hari nanti.
"Namun sekarang kita harus menyikapi berbagai informasi itu, apakah dengan begitu saja kita mengatakan bahwa akan ada kiamat pada tanggal sekian dan tahun sekian," katanya.
Meski itu ada yang mengatakan sebuah prediksi, namun banyak masyarakat yang panik. Untuk mengantisipasi cerita tentang hari kiamat itu, Buya Gusrozal mengingatkan, ada 5 kaidah dasar yang harus dipahami setiap muslim dalam mengimani kegaiban.
Pertama, iman pada yang gaib adalah dasar dari agama. Seseorang yang mengaku muslim tapi tidak beriman kepada yang gaib, maka itu hanya sekedar di mulut saja jadinya.
"Setiap muslim membacakan syahadat merupakan tanda ia beriman kepada yang gaib. Orang yang beriman dengan hal yang gaib percaya pada Allah," katanya.
Kedua, kunci kegaiban itu ada pada Allah SWT. Tidak ada yang lebih mengetahui yang gaib selain Allah. Dia yang mengetahui apa yang di laut dan di darat, di langit dan segala isinya.
"Kalau kunci kegaiban ada pada Allah, maka tidak ada orang yang berhak menetapkan perkara kegaiban itu," katanya.
Ketiga, Allah SWT memilih di antara hambanya untuk diberitahukan sebagian yang gaib. Mereka yang diberitahukan itu adalah para rasul dan nabi. Allah tidak akan memberitahukan kepada semua orang.
"Jadi hanya Allah yang mengetahui, dan hanya diberitahukan kepada orang yang dipilihnya. Kalau kita tidak di posisi itu, maka manusia tidak akan mengetahuinya," tuturnya.
Kaidah keempat, yaitu segala yang datang informasi berita dari alquran tentang hal gaib maka ia diimani. Informasi itu adalah kabar dari Allah yaitu alquran dan berikutnya adalah kabar dari nabi yang berbentuk sunnah.
"Tapi ingat, tidak semua sunnah benar dari nabi. Informasi yang benar adalah hanya dari sunnah yang sahih. Apa saja yang datang dari alquran dan sunnah diimani lalu dipercaya," katanya.
Kaidah kelima, bahwa apa saja yang disampaikan oleh orang tentang hal gaib tetapi tidak ada dalam alquran dan sunnah, maka ia tidak bisa dipercaya.
"Mudah-mudahan dengan ini bisa menjadi pegangan bagi kita dalam percaya pada hal yang gaib, sehingga tidak bingung lagi dengan informasi yang berkembang," katanya. (Rahmadi/ICA)
Berikut video tanggapan lengkap Buya Gusrizal Gazahar: