Tang-tang Buku: Mengingat Permainan Tradisional Anak Nagari Minangkabau

Bicara hiburan tradisional anak nagari Minangkabau, kita akan mengingat beberapa nama permainan yang barangkali sudah jarang didengar

Permainan tang-tang buku atau di daerah lain ada disebut tam-tam buku. [foto: Kemdikbud]

Langgam.id - Bicara hiburan tradisional anak nagari Minangkabau, kita akan mengingat beberapa nama permainan yang barangkali sudah jarang didengar saat ini. Sebut saja kalereang, congkak, mancik-mancik, potok lele, cabur, dama, atau badie balantak.

Selain beberapa permainan tadi, masih banyak hiburan anak nagari tempo dulu yang sudah mulai dilupakan. Salah satunya adalah permainan berikut ini. Apakah anda masih mengingat atau pernah memainkan permainan tang-tang buku?

Kata tang-tang pada nama permainan ini menurut kamus bahasa Minangkabau adalah bunyi benda jatuh. Sementara leksikon buku memiliki makna sendi atau persendian atau pangkal pada tulang. Namun menurut penelitian Rona Almos dan Sonezza Ladyanna, pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, anak-anak saat ini tidak paham lagi maksudnya.

"Anak-anak saat ini tidak paham kalau makna buku adalah persendian yang mereka pahami buku adalah lembaran kertas yang dijilid berisikan tulisan ataupun kosong," tulisnya dalam jurnal berjudul "Leksikon Klasik Pada Permainan Anak di Masyarakat Budaya Minangkabau."

Dalam penelitian yang terbit pada jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas itu juga menyebutkan kata tersebut saat ini sudah tidak digunakan lagi.

"Leksikon (unsur kata -red) tang-tang buku termasuk kepada leksikon klasik karena leksikon ini sudah tidak digunakan lagi. Walaupun unsur pembentuk leksikon tersebut masih digunakan oleh masyarakat Minangkabau," tulis Rona dan Sonezza.

Tang-tang buku atau di beberapa daerah lain disebut juga tam-tam buku, adalah permainan anak-anak yang dimainkan secara berkelompok. Pemainnya antara 6 sampai 12 orang anak. Cara permainan ini adalah 10 orang anak berkumpul dan 2 orang anak dipilih sebagia ketuanya.

Masing-masing ketua berperan sebagai air dan api. Kemudian, kedua ketua akan berdiri saling berhadapan dan kedua tangan mereka bertemu dan diangkat ke atas sehingga membentuk sebuah jembatan. Lalu, anggota berdiri seperti kereta sambil memegang bahu temannya yang di depan.

Selanjutnya, anggota yang sudah membentuk kereta tadi bersiap-siap untuk memasuki gerbang tangan dari kedua ketua mereka. Sambil memasuki gerbang, mereka bernyanyi dengan suara yang keras. Lirik lagunya seperti di bawah ini:

Tang-tang buku
Saleret mato kaki
Patah dinding-patang batu
Anak belakang tangkap satu

Pada bait terakhir, anak paling belakang menangkap satu orang. Maka tangan kedua ketua akan menutup dan menangkap peserta sambil bertanya api atau air? Bagi peserta yang tertangkap tadi harus menjawab secara tepat.

Apabila peserta menjawab air maka peserta akan berdiri di belakang ketua yang berperan sebagai air. Begitu juga, jika menjawab api, maka anak tersebut harus berdiri di belakang ketua api.

Kemudian, permainan dilanjutkan kembali. Begitu selanjutnya, sampai semua peserta habis (berdiri di belakang ketua api atau ketua air). Langkah selanjutnya dibuat garis sebagai batasan antara tim air dan tim api.

Setelah itu kedua tim akan saling tarik menarik. Jika salah satu tim masuk kaki selangkah melewati garis yang sudah dibuat maka kelompok tersebut dianggap kalah dalam permainan ini.

Permainan ini memiliki makna sportifitas karena tim yang kalah secara spontan mengakui kemenangan tim lawan. Selain itu, permainan ini juga dapat membangun rasa persatuan dan kekompakkan dalam satu tim untuk mendapatkan kemenangan. Anak-anak belajar untuk bekerja sama, solidaritas, dan kekompakan serta melatih otot tangan dan kaki mereka.

Pada akhir permainan, dilakukan adu kekuatan antara tim air dan tim api. Seperti tarik tambang, namun pada permainan ini anak-anak tidak menggunakan alat tersebut. Mereka hanya menggunakan tangan mereka untuk berjuang memenangkan permainan ini.

Rona dan Sonezza mengatakan dalam tulisannya, permainan ini juga menguji ketangkasan dan semangat kebersamaan serta olah raga. Melalui permainan ini, kearifan lokal diwariskan pada anak-anak. Bagaimana anak-anak menghargai orang lain sehingga mereka mampu bekerja sama.

"Solidaritas dan kekompakkan menjadi hal yang biasa mereka kenal sejak dini dan mereka dapatkan sambil melakukan permainan, sambil bersuka cita," tulisnya. (yki)

Baca Juga

Merawat Silek Galombang Duobaleh di Bungo Tanjung Batipuh
Merawat Silek Galombang Duobaleh di Bungo Tanjung Batipuh
Langgam.id - Salah satu tema percakapan publik yang paling hangat belakangan ini adalah tentang perayaan Halloween di Saudi Arabia.
Bahasa Minang dalam Tafsir Ulang Keminangkabauan
Nofel Nofiadri
Tafsir Ulang Keminangkabauan
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah meresmikan Surau Sydney Australia. Ini merupakan surat pertama milik orang Minang di luar negeri
Gubernur Sumbar Resmikan Surau Pertama Milik Orang Minang di Luar Negeri
Wapres Buka Minangkabau Halal Festival 2023
Wapres Buka Minangkabau Halal Festival 2023
Perceraian dan Kesekaratan Rumah Tangga
Perceraian dan Kesekaratan Rumah Tangga