Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi, Ulama Besar dari Tabek Gadang

Syekh Abdul Wahid Ash-Shalihi, Ulama Besar dari Tabek Gadang

Syekh Abdul Wahid Asshalihi (Foto: Dok Hariadi dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 1 No. 1, Juni 2015, BPNB)

Langgam.id - Syekh Abdul Wahid As-Shalihi merupakan salah seorang ulama besar yang mewarnai dinamika pemikiran dan pergerakan Islam di Minangkabau pada awal abad ke-20. Merujuk surau dan madrasahnya di Tabek Gadang, beliau juga dikenal sebagai Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang (Tobek Godang).

H Siradjuddin ʼAbbas dalam "Sejarah & Keagungan Madzhab Syafiʼi" (2003) menulis, Syekh Abdul Wahid merupakan anak Syekh Muhammad Saleh yang juga merupakan ulama bermazhab Syafii.

Karena komplek suraunya berada di ketinggian (munggu), sang ayah, juga dikenal dengan masyarakat sebagai "Beliau Munggu". Selain anaknya sendiri, sendiri Syekh Saleh juga adalah guru dari Syekh Thaib Umar, Sungayang.

Nur Anas Jamil penulis profil beliau dalam buku "Riwayat Hidup Ulama Sumatera Barat dan Perjuangannya" (2001) menulis, Syekh Abdul Wahid lahir di Jorong Padang Kandi, Kenagarian VII Koto Talago yang kini masuk wilayah administratif Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat.

Tak ada catatan tahun kelahiran dari ulama besar ini. Namun, berdasar keterangan keluarga, Syekh Wahid lebih tua beberapa tahun dari Syekh Abbas Abdullah Padang Japang yang lahir di nagari yang sama. Dari keterangan itu, diperkirakan, beliau lahir sekitar tahun 1878.

Nur Anas Jamil menulis, sejak usia 7 tahun, Syekh Wahid telah belajar Alquran dan dasar-dasar agama pada ayahnya sendiri. Setelah menginjak usia remaja, ia dianjurkan oleh ayahnya pergi ke Limbukan yang terdapat di selatan Payakumbuh, untuk belajar pada Syekh Angku Mudo Amran.

Setelah dari sana, beliau belajar pada Syekh Muhammad Thaib Umar, Sungayang, Tanah Datar yang baru pulang, setelah 5 tahun bermukim dan belajar di Mekkah. Syekh Thaib Umar murid kesayangan ayahnya saat belajar di Surau Munggu, yang lebih tua darinya beberapa tahun, tentu bukan orang yang asing bagi Syekh Wahid.

Setelah belajar di sana, pada 1906, Syekh Abdul Wahid diminta ayahnya untuk mengajar di Surau Tabek Gadang, di Jorong Padang Japang, masih di Nagari VII Koto Talago. Menurut Nur Anas, Surau Tabek Gadang sebelumnya didirikan sang ayah bersama masyarakat setempat. Syekh Muhammad Saleh sempat mengajar di sana, ketika Syekh Wahid masih belajar di sejumlah surau.

Muridnya semula berjumlah sekitar 20 orang dari Tabek Gadang dan daerah sekitar. Makin lama, makin ramai dari berbagai daerah. Menurutnya, keahlian Syekh Tabek Gadang dalam ilmu agama lebih menonjol pada dua bidang, yaitu ilmu nahu dan syaraf dalam tata Bahasa Arab, ushul fiqih dan ilmu mantiq.

"Dalam acara diskusi atau berdebat tentang suatu masalah, orang lain agak sulit menandingi kemahirannya. Namun beliau masih saja berusaha menambah ilmu, mendatangi ulama yang lebih tua sambil bersilaturahmi sekali seminggu," tulis Nur Anas.

Ulama senior yang dimaksud adalah Syekh Saad Mungka, ulama tarekat Naqsyabandiyah yang mengasuh Surau Baru Mungka. Nagari Mungka bertetangga dengan Nagari VII Koto Talago, tempat tinggal Syekh Abdul Wahid. Sementara, murid beliau yang datang mengaji, jumlahnya makin banyak dan datang dari berbagai daerah di luar Limapuluh Kota.

Menurut Nur Anas, Syekh Abdul Wahid kemudian berangkat ke Mekkah pada 1924. Ia berniat menunaikan ibadah haji sekaligus menambah ilmu untuk berguru. Namun, menurutnya, ia tak sempat berguru karena situasi keamanan Arab Saudi yang ketika itu tidak memungkinkan.

Namun, menurut Hariadi dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 1 No. 1, Juni 2015, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumbar, Syekh Abdul Wahid datang ke Mekkah lebih awal, yakni pada 1919 dan sempat bermukim di sana hingga 1922. "Abdul Wahid menuntut ilmu di Makkah kepada Syekh Hasan Yamani dan Syekh Sayyid ‘Ali Al-Maliki. Disamping ilmu syariat, ilmu tasawuf juga beliau perdalam selama berada di Makkah," tulisnya.

Terlepas dari perbedaan itu, sepulang Syekh Abdul Wahid dari Mekkah, Surau Tabek Gadang makin populer di kalangan penganut Ahlus Sunnah Waljamaah yang kemudian bergabung mendirikan Persatuan Tarbiyah Islamiyah.

Bersama Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Syekh Djamil Jaho dan sejumlah ulama, Syekh Wahid merupakan salah satu pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Perti kemudian menyepakati perubahan sistem pendidikan Islam dari halaqah di surau menjadi sistem kelas di madrasah pada 1928.

Di Tabek Gadang kemudian juga didirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI). "Jenjang pendidikan mulai diatur. Kelas dibagi dari kelas satu sampai kelas tujuh. Jadwal pelajaran telah mulai pula disusun," tulis Nur Anas Jamil.

Pada tahun 1930-an hingga pecah perang dunia kedua, merupakan masa puncak banyaknya murid yang belajar di MTI Tabek Gadang. Jumlahnya saat itu mencapai 700 hingga 800 orang.

Meski terjadi polemik pendapat antara ulama kaum muda (pembaharu) dengan ulama kaum tua (tradisional) sejak awal abad ke-20 tersebut, pergaulan Syekh Abdul Wahid tidak terbatas. Ia tetap berhubungan baik dengan beberapa tokoh ulama kaum muda, antara lain seperti Syekh Thaib Umar Sungayang dan Syekh Abbas Abdullah Padang Japang.

Pada zaman perang kemerdekaan, bersama Syekh Abbas, beliau diangkat oleh Majelis Islam Tinggi Kewedanaan Suliki sebagai imam perjuangan. Kedua ulama ini ikut berjuang keluar masuk kampung mengumpulkan dana untuk perjuangan.

Syekh Abdul Wahid Asshalihi wafat pada 13 Juni 1950 dalam usia 72 tahun. Berdasar catatan Hariadi dalam jurnal ilmiahnya, Syekh Wahid punya 22 anak dari 11 istri yang dinikahi dalam waktu yang berbeda.

Salah satu anak Syekh Wahid, H. Syarkawi Abdul Wahid kemudian menggantikan beliau untuk mengurus MTI Tabek Gadang. (HM)

Baca Juga

Jejak Intelektual Syekh Mudo Abdul Qadim: Ulama Besar Penyebar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Sammaniyah
Jejak Intelektual Syekh Mudo Abdul Qadim: Ulama Besar Penyebar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Sammaniyah
Langgam.id - Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar, Andre Rosiade mengaku salut dengan komitmen Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar.
Andre Rosiade Salut Komitmen Erman Safar yang Kucurkan APBD Rp15,3 Miliar untuk Umat dan Ulama
Langgam.id - Syekh Haji Adam BB merupakan seorang ulama terkemuka asal Padang Panjang yang tercatat hingga pertengahan abad ke-20.
Mengenal Sosok Syekh Adam BB, Ulama yang Juga Pandeka dari Padang Panjang
Permasalahan baru yang menimpa umat Islam yakni terkait daftar nama-nama ustadz kondang yang terdaftar dalam jaringan radikalisme.
Ulama dan Zona Radikalisme
Berita Bukittinggi - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Ketua MUI Bukittinggi mengaku tidak tahu soal penolakan IKN itu.
Soal Video Penolakan IKN, Ketua MUI Bukittinggi: Kita Tidak Tahu dan Tak Diundang
Berita Bukittinggi - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Dalam video itu, disampaikan lima alasan menolak Ibu Kota Negara (IKN).
Penolakan IKN Bergema dari Gedung MUI Kota Bukittinggi