Silek

Dug! Untuk ketiga kalinya dadaku dihantam kakinya. Kuda-kuda yang diajarkan Bapak kupasang lagi. Tangan kiri membentuk siku perisai. Tangan kanan mengepal, siap menghantam.

Dan, dug! Kali ini perutku yang jadi sansak. Tepat di daerah ulu hati. Aku tersurut ke belakang. Tidak sakit, tapi hatiku men ciut.  Kaki dan tangan lawanku terlalu panjang untuk kuhindari.

Aku mulai takut babak belur. Aku pun menyerah kalah dan siap  jadi anak buah orang nomor 3 "bagak" (jawara) di kelasku itu.

Sebenarnya perkelahian itu terjadi karena hal sepele. Musuhku memperlihatkan bagaknya dng menyuruhku untuk tidak menyela kata-katanya. Aku tidak terima.

Meskipun dari kecil aku sudah kecil, aku pantang direndahkan.  Hobi menonton Bruce Lee atau Ti lung ngamuk plus kuda-kuda silat dari Bapak memberi ku bekal untuk percaya diri dan membangkang.

Maka terjengkanglah aku  dua kali. Mungkin dia sudah nonton Bruce Lee dan Tilung juga, pikirku.

Kekalahan itu berbuah dendam. Membayangkan cerita-cerita Chin Yung dan Kho Ping Hoo kesenanganku, aku harus menemukan  guru Silat sakti. Begitu sakti, aku akan menantang urang bagak itu lagi.

Satu lawan satu, di pinggir pantai atau pun di mana pun tempat lapang agar ada peluang melarikan diri.

Kabarnya almarhumah nenek buyutku dari pihak Bapak adalah pendekar sakti di kampungku. Menurut légenda, beliau punya harimau jadi-jadian. Beliau sanggup melumpuhkan beberapa lelaki sambil duduk.

Sayangnya, sepengetahuanku,  tidak satupun di antara keluarga besar Bapak  yang mewarisi ilmu beliau. Ada nenek sepupu yang jadi orang "bagak" juga, tapi itu  lebih karena beliau hobbi bercarut-pungkang.

Aku yakin, nenek buyutku ada penerusnya. Saat kudengar ada eksibisi Silat di jorong tempat Bapak tinggal, aku pun ingin menonton. Aku ditemani Pak Etek adik Bapak nomor dua.

Eksibisi itu dilakukan di lapangan dekat rumah Pak Etek. Penampilan pertamanya adalah pertunjukan jurus-jurus. Aku tidak tertarik.

Setelah itu, perkelahian tangan kosong. Aku membayangkan akan ada pukulan-pukulan jarak jauh. Namun itu tidak terjadi. Perkelahian jadi tampak seperti tarian dalam randai. Terlalu cantik.

Sang guru, kemudian,  turun pada nomor puncak. Ceritanya, dia akan menghadapi musuh berpisau dengan tangan kosong. Dengan penuh keyakinan,  dia pun meminta salah seorang penonton sebagai sukarelawan.

Menegangkan.

Ini dia yang kutunggu. Kabarnya guru ini masih kerabatku. Siapa tahu aku berjodoh.

Seorang pemuda  menyeruak ke tengah  lapangan dengan menghunus pisau pendek, siap jadi sukarelawan. Sang guru pun tersenyum, lalu mengangguk ke arah pemuda tersebut.

Segera, dia pasang kuda-kuda. Mirip kuda-kuda bapak.

Sesaat kemudian,  pemuda itu pun menyerang dengan gugup. Sang guru maju setapak, memutar tubuh, lalu menendang dengan keras...dan, hop, tepat mengenai mata pisau. Darah pun bercucuran. Penonton bubar, kecewa. Saya juga.

Terdengar sang guru mengumpat dan memarahi si pemuda  sejadinya. Rupanya itu adalah sandiwara. Karena gugup, si pemuda tidak hanya menghunus pisau seperti diinstruksikan, tapi menggerakkannya ke segala arah. Maka kenalah sang guru....

Itu adalah terakhir kali aku melihat orang kampungku bersilat. Sejak itu, niatku berguru kukubur dalam-dalam. Dendamku pun sirna.

Alhamdulillah, seiring dengan berjalannya waktu, temanku, yang "orang bagak" tadi,  akhirnya menjadi teman baik. Bahkan, dia merasa inférior dalam silat yang lain, yakni pelajaran di sekolah.

Meski aku tidak merasa jagoan sama sekali.

Akan halnya silat, di kampungku mungkin memang punah. Tapi di daerah Minang yang lain ternyata masih hidup. Aku saja yang kurang piknik.

Bahkan, puluhan tahun kemudian, aku menjadi saksi penetapan "Silek" atau Pencak Silat menjadi Warisan Dunia UNESCO.

Silat bukan saja masih dipelihara tetapi memang sudah jadi identitas Indonesia, terutama di Minangkabau dan Jawa Barat.

Paris, 24 April 2021

*Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO

Baca Juga

Seniman dan Anak Nagari Sumbar Rumuskan Rekomendasi untuk WTBOS
Seniman dan Anak Nagari Sumbar Rumuskan Rekomendasi untuk WTBOS
Hari Lahir Budayawan Asal Sumbar Ditetapkan Sebagai Hari Perayaan Internasional
Hari Lahir Budayawan Asal Sumbar Ditetapkan Sebagai Hari Perayaan Internasional
Bahasa Indonesia Ditetapkan Sebagai Bahasa Resmi UNESCO
Bahasa Indonesia Ditetapkan Sebagai Bahasa Resmi UNESCO
Pemerintah Kabupaten Tanah Datar angkat bicara terkait postingan Instagram @unesco soal songket. Kepala Dinas Pariwisata Tanah Datar Hendri
Pemkab Tanah Datar Angkat Bicara Soal Postingan Songket Malaysia di Instagram Unesco
Heboh akun instagram @unesco posting songket sebagai pakaian tradisional dari Malaysia. Dalam foto yang ditampilkan Unesco, terlihat
Heboh Postingan Unesco, Tampilkan Foto Songket Pandai Sikek dan Sebut Berasal dari Malaysia
IPSI Sumbar Buka Seleksi untuk Pra-PON Solo
IPSI Sumbar Buka Seleksi untuk Pra-PON Solo